Waktu-waktu dan Cara Menggapai Doa Mustajab.
Insya Allah di waktu-waktu ini semua doa akan dikabulkan.
Dianjurkan bagi seorang muslim untuk berdoa kepada Allah swt sebagai
bentuk pernyataan ketergantungannya kepada Allah swt. Abu Daud
meriwayatkan dari An Nu’man bin Basyir dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam beliau bersabda: “Doa adalah ibadah, Tuhan kalian telah
berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”
Waktu-waktu Mustajab untuk Berdoa.
Diantara waktu-waktu mustajab untuk berdoa, adalah :
1. Pada hari Arafah.
2. Bulan Ramadhan.
3. Hari Jum’at.
4. Saat sahur.
5. Antara adzan dan iqamat.
6. Setelah shalat.
7. Tatkala turun hujan.
8. Ketika perang di jalan Allah.
9. Ketika khatam al Qur’an.
1. Pada hari Arafah.
2. Bulan Ramadhan.
3. Hari Jum’at.
4. Saat sahur.
5. Antara adzan dan iqamat.
6. Setelah shalat.
7. Tatkala turun hujan.
8. Ketika perang di jalan Allah.
9. Ketika khatam al Qur’an.
10. Saat sujud.
11. Saat berbuka puasa.
12. Ketika merasakan kehadiran hati dan rasa takut kepada Allah. (Mukhtashar Minhaj al Qasidhin hal 49)
11. Saat berbuka puasa.
12. Ketika merasakan kehadiran hati dan rasa takut kepada Allah. (Mukhtashar Minhaj al Qasidhin hal 49)
13. Saat merasa terdzolimi.
14. Saat merasa ditindas.
15. Ketika tidak melakukan kesalahan apa-apa lalu terjadi fitnah. (Asy-Syaikh Rabi' Al-Madkhali Hafizhahullah)
Berdoa di Saat Shalat dan Setelah Shalat
Tentang bedoa disaat shalat ini maka para ulama Hanafi dan Hambali
berpendapat bahwa disunnahkan berdoa disaat tasyahud akhir setelah
shalawat atas Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan apa-apa yang
meneyerupai lafazh-lafazh al Qur’an atau lafazh-lafazh Sunnah dan tidak
diperbolehkan berdoa dengan apa-apa yang menyerupai perkataan manusia,
seperti mengatakan: ''Allahumma Zawwijniy Fulanah'' (Wahai Allah
nikahkanlah aku dengan si fulanah) atau ''A’thiniy kadza min adz dzahabi
wa al fiddhah wa al manashib'' (Berikanlah aku sekian dari emas, perak dan
kedudukan).
Adapun para ulama Maliki dan Syafi’I berpendapat disunnahkan berdoa
setelah tasyahud dan sebelum salam untuk kebaikan din (agama) dan dunia.
Tidak diperbolehkan berdoa untuk sesuatu yang diharamkan atau yang
mustahil. Jika dia berdoa dengan sesuatu dari itu semua maka batal
shalatnya dan yang lebih afdhal adalah berdoa dengan doa-doa yang
matsur. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz [2] hal [7168])
Tempat lainnya di dalam shalat yang baik pula untuk berdoa adalah
di saat sujud berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu
Hurairah ra bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabbnya adalah ketika dia
sujud, maka perbanyaklah doa.”
Dibolehkan pula baginya berdoa pada saat ruku’ berdasarkan apa yang
diriwayatkan Imam Bukhari dari ‘Aisyah ia berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam membaca do’a dalam rukuk dan sujudnya dengan bacaan:
“SUBHAANAKALLAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII,'' (Maha suci
Engkau wahai Tuhan kami, segala pujian bagi-Mu. Ya Allah, ampunilah aku).
Juga apa yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ali bin Abi Thalib bahwa
jika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ruku’ maka beliau membaca:
“ALLAHUMMA LAKA RAKA’TU WA BIKA AAMANTU WA LAKA ASLAMTU KHASYA’A LAKA
SAM’II WA BASHARII WA MUKHKHII WA ‘AZHMII WA ‘ASHABII,'' (Ya Allah,
kepadaMu aku ruku’, denganMu aku beriman, kepadaMu aku berserah diri,
patuh dan tunduk kepadaMu pendengaranku, penglihatanku, otakku,
tulang-tulangku dan otot-ototku semuanya untukMu).
Adapun tentang berdoa setelah shalat maka tidaklah ada laranganNya
jika dilakukan setelah berdzikir dengan dzikir-dzikir yang disyariatkan.
Markaz al Fatwa didalam fatwanya No. 583 tentang permasalahan ini
menyebutkan bahwa berdoa setelah shalat adalah sesuatu yang
disyariatkan, demikian pendapat jumhur ulama, dan janganlah mengatakan
bahwa hal ini termasuk perbuatan bid’ah sebagaimana anggapan sebagian
orang.
Sebagaimana Imam Bukhari menerjemahkan didalam kitab Shahihnya : Bab :
Berdoa Setelah Shalat. Terdapat di dalam hadits bahwa Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam berdoa pada setiap selesai shalat apabila mengucapkan
salam : ''LAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHUU LAA SYARIIKALAH LAHUL MULKU
WALAHUL HAMDU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI`IN QADIIR, ALLAHUMMA LAA MAANI’A
LIMAA A’THAITA WALLA MU’THIYA LIMAA MANA’TA WALAA YANFA’U DZAL JADDI
MINKAL JADDU,'' (Tiada Dzat yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu
bagi-Nya, Dia yang mempunyai kekuasaan dan segala pujian. Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tiada yang bisa menghalangi apa
yang Engkau berikan dan tiada yang bisa memberi apa yang Engkau halangi.
Tidaklah bermanfaat kekayaan dan harta benda dari-Mu bagi pemiliknya).
Al Hafizh Ibnu Hajar didalam penjelasan tentang hadits ini mengatakan
bahwa telah dinukil dari sebagian ahli ilmu bahwa barangsiapa yang
menafikan bedoa setelah berdoa secara mutlak adalah perkara yang
ditolak. Kemudian beliau mencantumkan hadits-hadits Al-Quran yang didalamnya
menyebutkan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat
kepada sebagian sahabat dengan doa setelah shalat, seperti : hadits
Muadz :
“ALLAAHUMMA A’INNII ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK,”
(Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepadaMu serta
beribadah kepadaMu dengan baik.)
Juga hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (dan Abu Daud) bahwa Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam selesai shalat, beliau berdoa,
“ALLOOHUMMA ASHLIH LII DIINII
ALLADZII HUWA ‘ISHMATU AMRII, WA ASHLIH LII DUN-YAAYA ALLATII FIIHAA
MA’AASYII, WA ASH-LIH LII AAKHIROTII ALLATII FIIHAA Meriwayatkan’AADZII,
WAJ’ALIL HAYAATA ZIYAADATAN LII FII KULLI KHOIRIN, WAJ’ALIL MAUTA
ROOHATAN LII MIN KULLI SYARRIN,'' (Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku
agamaku sebagai benteng urusanku; perbaikilah bagiku duniaku yang
menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi
tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai
tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai
kebebasanku dari segala kejahatan!)
Orang-orang yang melarang berdoa—setelah shalat—membatasi apabila
setelah salam langsung (berdoa) tanpa mengucapkan dzikir-dzikir yang
disyariatkan. Adapun jika dia mengucapkan dzikir-dzikir yang
disyariatkan maka mereka tidaklah melarang berdoa setelah itu.
Jadi apabila ada yang berdoa maka janganlah diingkari, dan apabila
dari mereka ada yang tidak berdoa jangan pula diingkari karena didalam
permasalahan ini terdapat kelapangan, dan hal ini terdapat dibawah pokok
yang umum yaitu : DOA.
Akan tetapi menjadikan doa ini dalam suatu sifat khusus (tertentu),
seperti seorang imam yang mengeraskan (doa) lalu orang-orang
dibelakangnya mengaminkannya kemudian mereka memegang teguh perbuatan
ini dan menjadikannya sesuatu yang terus menerus dilakukan adalah
perkara yang baru (bid’ah) tanpa ada diragukan.