Kelebihan Lafadz Allah.
L0_0k Stories, Experiences,& Take The Good Course Of The Stories From All Other People and Not Other Me..... Thank U, Good People! Thank You!!! Activity All People: Komunitas Kuliner, Komunitas KaryaWisata, Komunitas Pecinta Jalan-Jalan, Komunitas Pecinta Hewan, Komunitas Retro 1980's,& Dunia Keliling-Keliling Cari Hiburan.......... .
Selasa, 28 Juni 2016
Kisah 25 Nabi dan Mukjizatnya.
Kisah 25 Nabi dan Mukjizatnya.
1. Adam AS
Manusia pertama di dunia, moyang dari seluruh umat manusia. Diciptakan 
dari tanah oleh Allah SWT, dan kemudian ditiupkan roh ke dalamnya. Semua
 makhluk di surga bersujud kepadanya atas perintah Allah SWT, hanya 
iblislah yang menolak, karena ia merasa dirinya yang diciptakan dari api 
lebih tinggi derajatnya daripada Adam. Sebagai akibatnya, Allah SWT 
mengusir iblis dari surga dan melaknatnya sampai hari pambalasan. Sejak 
itu iblis bersumpah untuk senantiasa menyesatkan Adam dan keturunannya 
hingga hari kiamat nanti, sebagai balasan bagi Adam yang dianggapnya 
telah menyebabkan ia terusir dari surga.
Kisah penciptaan Adam, pembangkangan iblis, dan pengusiran iblis dari 
surga dinyatakan dalam surat Al-Baqarah: 30-38, Al-A'râf: 11-18, dan 
Shâd: 73-83.
Larangan Buah Khuldi
Semula Adam AS tinggal seorang diri di surga, namun kemudian Allah SWT 
menciptakan Hawa sebagai istrinya. Iblis tak henti-hentinya menggoda 
Adam dan Hawa untuk memakan buah khuldi, satu-satunya buah yang dilarang
 Allah SWT untuk dimakan di dalam surga. Godaan iblis ini berhasil, 
karena pada akhirnya Adam dan Hawa memakan buah itu. Meskipun sudah 
menyatakan tobat dan Allah SWT pun sudah menerima tobat mereka, namun 
mereka berdua harus keluar dari surga, dan diturunkan ke bumi.
Kisah pelanggaran terhadap larangan buah khuldi, dan diturunkannya Adam 
dan Hawa ke bumi terdapat dalam surat Al-A'râf: 19-25 dan Thaha: 123.
Kisah Anak-Anak Adam
Di bumi pasangan Adam dan Hawa bekerja keras mengembangkan keturunan. 
Keturunan pertama mereka ialah pasangan kembar Qabil dan Iqlima, 
kemudian pasangan kedua Habil dan Labuda. Setelah keempat anaknya 
dewasa, Nabi Adam AS mendapat petunjuk agar menikahkan keempat anaknya 
secara bersilangan, Qabil dengan Labuda, Habil dengan Iqlima. Namun 
Qabil menolak karena Iqlima lebih cantik dari Labuda. Adam kemudian 
menyerahkan persoalan ini kepada Allah SWT, dan Allah SWT memerintahkan 
kedua putra Adam untuk berkurban. Siapa yang kurbannya diterima, ialah 
yang berhak memilih jodohnya. Untuk kurban itu, Habil mengambil seekor 
kambing yang paling disayangi di antara hewan peliharaannya, sedang 
Qabil mengambil sekarung gandum yang paling jelek dari yang dimilikinya.
 Allah SWT menerima kurban dari Habil, dengan demikian Habil berhak 
menentukan pilihannya.
Pembunuhan Pertama di Bumi
Qabil tidak puas dengan kejadian ini. Atas hasutan iblis ia lalu 
membunuh Habil. Inilah pembunuhan pertama yang terjadi sepanjang sejarah
 hidup manusia. Setelah saudaranya tewas, Qabil merasa bingung mengenai 
apa yang harus ia lakukan terhadap jenazah saudaranya itu. Allah SWT 
tidak ingin mayat hamba-Nya yang saleh tersia-sia. Ia memberikan contoh 
kepada Qabil melalui perilaku burung yang menggali tanah untuk mengubur 
mayat lawannya yang kalah dalam pertarungan. Qabil pun meniru perilaku 
burung tsb dan menguburkan jenazah Habil.
Kisah putra-putri Nabi Adam AS ini terdapat dalam QS Al-Mâ'idah: 27-32.
2. Idris AS
Nabi yang pandai menulis, menjahit, mengetahui ilmu binatang, dan 
menunggang kuda. Nabi Idris AS diutus kepada anak cucu Qabil yang 
durhaka kepada Allah SWT. Ia merupakan keturunan ke-6 dari Nabi Adam AS.
 Ia termasuk salah seorang nabi yang sabar dan taat beribadah.
Menurut beberapa riwayat, Nabi Idris AS hidup di Mesir. Ia berdakwah 
mengajarkan tauhid dan beribadah menyembah Allah SWT. Ia wafat dalam 
usia 82 tahun. Ketika Nabi Muhammad SAW melakukan isra mi'raj, Nabi 
Idris AS dijumpai di langit ke-6 dan memberi salam kepada Nabi Muhammad 
SAW.
Dalam Al Quran terdapat 2 ayat yang menyebutkan tentang Nabi Idris AS, yaitu surat Maryam ayat 56 dan 57.
3. Nuh AS
Setelah berabad-abad berlalu dari masa Nabi Idris, dan moral manusia 
sudah terlalu jauh menyimpang dari kebenaran, Allah SWT menurunkan 
seorang nabi bernama Nuh. Ia merupakan keturunan ke-9 dari Nabi Adam AS.
Ia diangkat menjadi nabi dan rasul pada usia 480 tahun. Ia menjalankan 
misinya selama lima abad dan meninggal dalam usia 950 tahun.
Nabi Nuh terkenal sebagai nabi yang fasih berbicara, bijaksana, dan 
sabar dalam menjalankan tugas risalahnya. Namun demikian, ia hanya 
mendapatkan pengikut antara 70 sampai 80 orang, itu pun hanya dari 
kalangan orang-orang lemah.
Perahu Nabi Nuh
Melihat kaumnya yang keras kepala, Nabi Nuh AS berdoa kepada Allah SWT 
supaya kaumnya itu ditimpa musibah. Allah SWT mengabulkan doa Nabi Nuh 
AS dan memerintahkan ia dan pengikutnya untuk membuat perahu. Segeralah 
Nabi Nuh AS dan pengikutnya membuat perahu di atas bukit. Kaumnya yang 
keras kepala, termasuk seorang anaknya yang bernama Kana'an, terus 
mengolok-olok perbuatan Nabi Nuh AS dan kaumnya ini. Di antara mereka 
bahkan ada yang berani buang kotoran di dalam kapal yang belum selesai 
dibuat itu ketika Nabi Nuh dan pengikutnya sedang tidak ada disana. 
Namun akibatnya perut mereka yang buang kotoran itu menjadi sakit. Tak 
seorang pun bisa menyembuhkannya. Dengan merengek-rengek mereka meminta 
Nabi Nuh untuk mengobatinya. Nabi Nuh hanya menyuruh mereka membersihkan
 kapal yang mereka kotori, setelah itu mereka pun sembuh dari sakit 
perutnya.
Setelah perahu Nabi Nuh AS selesai, Nabi Nuh mengajak seluruh 
pengikutnya naik ke atas kapal. Nabi Nuh juga membawa seluruh jenis 
binatang masing-masing sepasang untuk tiap jenis. Ini supaya kelak jenis
 hewan tsb bisa berkembang biak kembali dan tidak ikut punah.
Setelah itu, azab Allah SWT berupa banjir besar yang dahsyat 
menghanyutkan seluruh kaumnya. Putra Nabi Nuh AS, Kana'an, termasuk di 
antara mereka. Dari atas geladak kapal, didorong oleh hati kecilnya, 
Nabi Nuh AS berteriak memanggil anaknya dan menyuruhnya bertobat, namun 
Kana'an tetap menolak sehingga akhirnya ia pun tenggelam.
Nabi Nuh AS sangat bersedih dan menyesali sikap putranya yang tetap 
keras kepala sampai saat terakhir menjelang ajalnya. Ia menyampaikan 
kegundahan perasaannya ini pada Allah SWT. Namun Allah SWT memberinya 
peringatan, bahwa meskipun putranya itu adalah keturunannya sendiri, 
tapi ia termasuk kafir karena mengingkari ajarannya.
Setelah kaum yang durhaka itu musnah, azab Allah SWT pun berhenti. Kapal
 Nabi Nuh AS tertambat di sebuah bukit. 
Kisah Nabi Nuh AS termuat di Al 
Qur'an dalam 43 ayat, 28 ayat diantaranya terdapat dalam surat Nuh.
4. Hud AS
Nabi Hud AS turun di tengah-tengah kaum Aad yang terkenal memiliki fisik
 tegar dan berotot kuat. Namun moral mereka sangat buruk, di antara 
mereka berlaku hukum rimba, siapa kuat, dialah yang menang. Kaum ini 
hidup di negeri Ahqaf, yaitu antara Yaman dan Umman. Mereka adalah kaum 
penyembah berhala-berhala bernama Shamud, Shada, dan Al Haba. Kejahatan 
dan kemaksiatan mereka benar-benar keterlaluan.
Nabi Hud adalah seorang yang berlapang dada, berbudi tinggi, pengasih, 
penyantun, sabar namun cerdas dan tegas. Beliau adalah keturunan Sam bin
 Nuh AS, putra Nabi Nuh. Beliau diutus ke tengah-tengah kaumnya untuk 
menegakkan kembali ajaran yang benar. Namun imbauan Nabi Hud AS agar 
kaumnya sadar dan melangkah di jalan Allah tidak diindahkan, sehingga 
Allah SWT menurunkan azab dalam 2 tahap.
Tahap pertama berupa kekeringan yang hebat. Nabi Hud AS berusaha 
meyakinkan mereka bahwa itu adalah azab Allah dan akan dicabut jika 
mereka bertobat dan beriman kepada Allah SWT. Kaum Aad tetap tidak 
percaya sehingga turunlah azab kedua berupa bencana angin topan yang 
dahsyat selama 7 malah 8 hari yang memusnahkan semua ternak dan tanaman.
 Bencana itu membinasakan kaum Aad yang congkak. Hanya Nabi Hud AS dan 
kaumnya yang selamat dari azab tsb.
Dalam Al Qur'an, kisah Nabi Hud AS terdapat dalam 68 ayat yang tertera dalam 10 surat, diantaranya surat Hûd: 50-60.
5. Saleh AS
Nabi Saleh AS, menurut silsilah, beliau adalah putra dari 'Ubaidah bin 
Tsamud bin 'Amir bin Iram bin Sam bin Nuh AS. Ia diutus ke tengah-tengah
 bangsa Tsamud yang hidup di bekas reruntuhan kaum Aad. Bangsa Tsamud 
ternyata lebih pandai daripada kaum Aad. Setelah kaum Aad binasa, negeri
 mereka menjadi tandus dan kering. Kemudian negeri ini dibangun kembali 
oleh kaum Tsamud, sehingga bagai disulap menjadi negeri yang hijau dan 
makmur.
Akan tetapi seperti kaum pendahulunya, kaum Tsamud pun menjadi sombong 
dan lupa diri. Hukum rimba berlaku lagi, mereka yang kuat menekan mereka
 yang lemah. Mereka pun tidak mau mendengarkan dakwah Nabi Saleh AS.
Mukjizat Nabi Saleh AS
Kaum Tsamud menantang Nabi Saleh AS menunjukkan mukjizat yang 
dikaruniakan Tuhan kepadanya. Menghadapi tuntutan yang demikian, tak ada
 jalan lain bagi Nabi Saleh kecuali memohon kepada Allah SWT agar 
memberikan mukjizat kepadanya. Allah mengabulkan doanya. Nabi Saleh AS 
kemudian mengajak kaumnya pergi ke kaki gunung. Orang-orang itu 
mengikuti ajakan Nabi Saleh, tapi sebenarnya bukan karena mereka 
mempercayai Nabi Saleh, melainkan karena mereka berharap agar Nabi Saleh
 tak dapat mengeluarkan mukjizat, dengan demikian mereka dapat 
mengolok-olok dan menghina Nabi Saleh.
Tetapi betapa terkejutnya orang-orang kafir itu. Tak lama setelah mereka
 berkumpul di kaki gunung, muncullah seekor unta betina dari perut 
sebuah batu karang besar. Unta itu besar dan gemuk, belum pernah mereka 
melihat unta sebagus itu.
Nabi Saleh kemudian berpesan pada kaumnya, "Inilah unta mukjizat dari 
Tuhanku. Unta ini boleh kalian peras susunya setiap hari. Susunya tidak 
akan habis-habis. Tetapi perhatikan pesanku, unta ini harus dibiarkan 
berkeliaran bebas, tak seorang pun boleh mengganggunya. Unta ini berhak 
meminum air di sumur, bergantian dengan penduduk. Jika hari ini unta ini
 minum, maka tak seorang pun dari penduduk boleh mengambil air sumur. 
Sebaliknya esok harinya, para penduduk boleh mengambil air sumur dan 
unta ini tidak minum air itu sedikit pun juga."
Kedurhakaan Kaum Tsamud
Tetapi rupanya keberadaan unta yang membawa berkah air susu ini membuat 
orang-orang kafir menjadi iri kepada Nabi Saleh. Mereka lalu mengadakan 
sayembara, siapa yang berani membunuh unta Nabi Saleh akan mendapatkan 
hadiah berupa gadis cantik. Tersebutlah dua orang pemuda yang nekad 
mengikuti sayembara ini. Mereka sudah sepakat akan menikmati hadiah 
gadis cantik itu bersama-sama. Sungguh mesum niat kedua pemuda ini.
Demikianlah ketika unta itu baru saja minum di salah satu sumur 
penduduk, salah seorang dari pemuda itu melepaskan anak panah, tepat 
mengenai kaki unta. Unta itu berlari kesakitan, namun pemuda yang 
seorang lagi yang sudah siap dengan golok di tangan segera menghabisi 
unta itu. Mereka berhasil membunuh unta itu, dan memperoleh hadiah yang 
sudah dijanjikan.
Setelah unta itu mati, orang-orang kafir merasa lega. Mereka dengan 
berani menantang Nabi Saleh, "Hai Saleh, unta yang kau banggakan itu 
sekarang sudah kami bunuh. Kenapa tidak ada balasan siksa bagi kami? 
Kalau kau memang utusan Allah, tentunya kau dapat mendatangkan siksa 
yang kau ancamkan kepada kami!"
Berkata Nabi Saleh, "Kalian benar-benar telah berbuat dosa. Sekarang 
kalian boleh bersenang-senang selama 3 hari. Sesudah lewat 3 hari, maka 
datanglah ancaman yang dijanjikan Allah kepadamu."
Waktu 3 hari itu sebenarnya adalah kesempatan bagi bangsa Tsamud untuk 
bertobat, tetapi mereka malah mengejek Nabi Saleh dan menganggapnya 
hanya membual. Belum sampai 3 hari mereka datang lagi kepada Nabi Saleh 
dan berkata, "Hai Saleh, kenapa tidak kau percepat datangnya siksa itu 
kepada   kami?"
Nabi Saleh menjawab, "Wahai kaumku, mengapa kalian meminta disegerakan 
datangnya siksa? Bukan malah meminta kebaikan? Mengapa kalian tidak 
meminta ampun kepada Allah, semoha kalian diberi ampun."
Azab Bagi Kesombongan Kaum Tsamud
Diam-diam orang-orang kafir itu merasa takut. Bukankah ucapan Nabi Saleh
 selalu terbukti kebenarannya? Bagaimana kalau siksa itu benar-benar 
datang kepada mereka? Maka untuk mencegah datangnya siksa itu, sehari sebelum waktu yang 
dijanjikan, mereka mengadakan rapat gelap. Mereka bermaksud membunuh 
Nabi Saleh agar siksa itu tak jadi diturunkan. Sungguh bodoh akal mereka
 dan sungguh keji tindakan mereka. Apakah mereka mengira siksaan Allah 
dapat dibatalkan hanya karena mereka membunuh utusan-Nya?
Maha Suci Allah yang Maha Pengasih, Dia melindungi hamba-Nya, Nabi Saleh
 AS. Beliau selamat dari rencana pembunuhan yang keji itu. Sedang untuk 
kaum Tsamu sendiri, akibat kedurhakaan mereka, Allah SWT menurunkan azab
 yang sangat mengerikan. Bangsa Tsamud disambar petir yang meledak dan 
menggelegar membelah angkasa. Bumi juga ikut murka atas kesombongan 
bangsa yang ingkar itu. Gempa yang dahsyat telah menghancurkan dan 
memporak-porandakan tempat tinggal mereka yang megah dan besar. Sebelum 
azab diturunkan, atas kuasa Allah Nabi Saleh AS dan keluarnya mengungsi 
ke Ramlah, sebuah tempat di Palestina.
Kisah Nabi Saleh AS termuat di Al Qur'an dalam 73 ayat yang tersebar di 
11 surat, diantaranya surat Al-A'râf: 73-79, Hûd: 61-68, dan Al-Qamar: 
23-32.
6. Ibrahim AS
Ibrahim dilahirkan di Babylonia, bagian selatan Mesoptamia (sekarang 
Irak). Ayahnya bernama Azar, seorang ahli pembuat dan penjual patung.
Nabi Ibrahim AS dihadapkan pada suatu kaum yang rusak, yang dipimpin 
oleh Raja Namrud, seorang raja yang sangat ditakuti rakyatnya dan 
menganggap dirinya sebagai Tuhan.
Sejak kecil Nabi Ibrahim AS selalu tertarik memikirkan kejadian-kejadian
 alam. Ia menyimpulkan bahwa keajaiban-keajaiban tsb pastilah diatur 
oleh satu kekuatan yang Maha Kuasa.
Semakin beranjak dewasa, Ibrahim mulai berbaur dengan masyarakat luas. 
Salah satu bentuk ketimpangan yang dilihatnya adalah besarnya perhatian 
masyarakat terhadap patung-patung. Nabi Ibrahim AS yang telah 
berketetapan hati untuk menyembah Allah SWT dan menjauhi berhala, 
memohon kepada Allah SWT agar kepadanya diperlihatkan kemampuan-Nya 
menghidupkan makhluk yang telah mati. Tujuannya adalah untuk mempertebal
 iman dan keyakinannya.
Allah SWT memenuhi permintaannya. Atas petunjuk Allah SWT, empat ekor 
burung dibunuh dan tubuhnya dilumatkan serta disatukan. Kemudian tubuh 
burung-burung itu dibagi menjadi empat dan masing-masing bagian 
diletakkan di atas puncak bukit yang terpisah satu sama lain. Allah SWT 
memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk memanggil burung-burung tsb. Atas 
kuasa-Nya, burung yang sudah mati dan tubuhnya tercampur itu kembali 
hidup. Hilanglah segenap keragu-raguan hati Ibrahim AS tentang kebesaran
 Allah SWT.
Ibrahim Menghancurkan Berhala Kaum Babylonia
Orang pertama yang mendapat dakwah Nabi Ibrahim AS adalah Azar, ayahnya 
sendiri. Azar sangat marah mendengar pernyataan bahwa anaknya tidak 
mempercayai berhala yang disembahnya, bahkan mengajak untuk memasuki 
kepercayaan baru menyembah Allah SWT. Ibrahim pun diusir dari rumah.
Ibrahim merencanakan untuk membuktikan kepada kaumnya tentang kesalahan 
mereka menyembah berhala. Kesempatan itu diperolehnya ketika penduduk 
Babylonia merayakan suatu hari besar dengan tinggal di luar kota selama 
berhari-hari. Ibrahim lalu memasuki tempat peribadatan kaumnya dan 
merusak semua berhala yang ada, kecuali sebuah patung yang besar. Oleh 
Ibrahim, di leher patung itu dikalungkan sebuah kapak.
Mukjizat Allah: Api Menjadi Dingin
Akibat perbuatannya ini, Ibrahim ditangkap dan diadili. Namun ia 
menyatakan bahwa patung yang berkalung kapak itulah yang menghancurkan 
berhala-berhala mereka dan menyarankan para hakim untuk bertanya 
kepadanya. Tentu saja para hakim mengatakan bahwa berhala tidak mungkin 
dapat ditanyai. Saat itulah Nabi Ibrahim AS mengemukakan pemikirannya 
yang berisi dakwah menyembah Allah SWT.
Hakim memutuskan Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai hukumannya. 
Saat itulah mukjizat dari Allah SWT turun. Atas perintah Allah, api 
menjadi dingin dan Ibrahim pun selamat. Sejumlah orang yang menyaksikan 
kejadian ini mulai tertarik pada dakwah Ibrahim AS, namun mereka merasa 
takut pada penguasa.
Langkah dakwah Nabi Ibrahim AS benar-benar dibatasi oleh Raja Namrud dan
 kaki tangannya. Karena melihat kesempatan berdakwah yang sangat sempit,
 Ibrahim AS meninggalkan tanah airnya menuju Harran, suatu daerah di 
Palestina. Di sini ia menemukan penduduk yang menyembah binatang. 
Penduduk di wilayah ini menolak dakwah Nabi Ibrahim AS. Ibrahim AS yang 
saat itu telah menikah dengan Siti Sarah kemudian berhijrah ke Mesir. Di
 tempat ini Nabi Ibrahim AS berniaga, bertani, dan beternak. Kemajuan 
usahanya membuat iri penduduk Mesir sehingga ia pun kembali ke 
Palestina.
Ibrahim Menikahi Siti Hajar
Setelah bertahun-tahun menikah, pasangan Ibrahim dan Sarah tak kunjung 
dikaruniai seorang anak. Untuk memperoleh keturunan, Sarah mengizinkan 
suaminya untuk menikahi Siti Hajar, pembantu mereka. Dari pernikahan 
ini, lahirlah Ismail yang kemudian juga menjadi nabi.
Ketika Nabi Ibrahim AS berusia 90 tahun, datang perintah Allah SWT agar 
ia meng-khitan dirinya, Ismail yang saat itu berusia 13 tahun, dan 
seluruh anggota keluarganya. Perintah ini segera dijalankan Nabi Ibrahim
 AS dan kemudian menjadi hal yang dijalankan nabi-nabi berikutnya hingga
 umat Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT juga memerintahkan Ibrahim AS untuk memperbaiki Ka'bah 
(Baitullah). Saat itu bangunan Ka'bah sebagai rumah suci sudah berdiri 
di Mekah. Bangunan ini diperbaikinya bersama Ismail AS. Hal ini 
dijelaskan dalam Al Qur'an surat Al-Baqarah ayat 127.
Ibrahim AS adalah nenek moyang bangsa Arab dan Israel. Keturunannya 
banyak yang menjadi nabi. Dalam riwayat dikatakan bahwa usia Nabi 
Ibrahim AS mencapai 175 tahun. 
Kisah Nabi Ibrahim AS terangkum dalam Al 
Qur'an, diantaranya surat Maryam: 41-48, Al-Anbiyâ: 51-72, dan Al-An'âm:
 74-83.
7. Ismail AS
Nabi Ibrahim mengasingkan Hajar dan anaknya, Ismail. Dengan kelahiran bayi Ismail, Siti Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim AS,
 berangsur-angsur merasa cemburu sehingga ia meminta kepada suaminya 
agar memindahkan Hajar dan anaknya ke suatu tempat yang jauh. Atas wahyu
 dari Allah SWT, Ibrahim AS memenuhi kehendak istrinya. Ia kemudian 
memindahkan Hajar dan bayinya ke tengah padang pasir di Mekah, dekat 
sebuah bangunan suci yang kemudian dikenal sebagai Ka'bah. Ia kemudian 
meninggalkan keduanya di tempat itu karena harus kembali ke Palestina 
untuk menemui Sarah. Dalam perjalanan pulang itu Ibrahim tak 
henti-hentinya memanjatkan doa memohon keselamatan bagi istri dan putra 
yang ditinggalkannya.
Mukjizat Air ZamZam
Setelah makanan yang ditinggalkan habis, Hajar bersusah payah mencari 
air. Atas pertolongan Allah SWT melalui malaikat Jibril, tiba-tiba di 
dekat Ismail muncul sebuah mata air yang bening. Mata air itulah yang 
dikenal sebagai sumur zamzam dan masih ada hingga saat ini.
Ismail yang sudah beranjak remaja sangat menggembirakan hati Ibrahim, 
namun kegembiraan itu tiba-tiba buyar karena perintah Allah SWT lewat 
mimpinya yang meminta agar anak kesayangannya itu disembelih. Mula-mula 
Ibrahim sangat sedih menerima mimpi itu, namun sebagai orang yang saleh 
dan taat ia berniat menjalankan perintah Allah SWT tsb dan kemudian 
menyampaikan berita itu kepada putranya. Tanpa ragu, Ismail meminta 
ayahnya untuk melaksanakan perintah itu.
Pada akhirnya, ketika hal tsb dilaksanakan, Allah SWT mengganti Ismail 
dengan seekor kambing. Peristiwa ini selalu diperingati setiap tahun 
dengan anjuran menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha.
Nabi Ismail AS menikah dengan seorang anak pendatang baru di kawasan 
sumur zamzam. Anak itu berasal dari suku Jurhum. Ia kemudian menjadi 
penjaga sumur zamzam yang semakin hari semakin ramai dikunjungi orang. 
Menurut riwayat, Nabi Ismail AS meninggal dalam usia 137 tahun.
Kisah Nabi Ismail AS yang tidak bisa dilepaskan dari kisah Nabi Ibrahim 
AS diceritakan di Al Qur'an dalam 30 ayat yang tersebar dalam 5 surat, 
diantaranya adalah surat Ibrâhîm: 35-40, dan Al-Baqarah: 124-129.
8. Luth AS
Nabi Luth AS adalah kemenakan Nabi Ibrahim AS. Ketika Nabi Ibrahim AS 
berhijrah dari kota Harran menuju Palestina bersama istri dan para 
pengikutnya, Luth bin Harun ikut bersama mereka.
Ibrahim bersama Luth kemudian menuju Mesir di saat musibah kelaparan 
melanda Palestina. Setelah musibah itu mereda, mereka kembali dari Mesir
 dengan membawa ternak yang diberikan raja Mesir kepada mereka. 
Berhubung padang rumput yang ada tidak mencukupi bagi ternak yang banyak
 itu, maka sering timbul pertikaian antara gembala-gembala Ibrahim dan 
gembala-gembala Luth. Untuk mengatasi pertikaian ini, Ibrahim kemudian menawarkan kepada Luth 
memilih tempat lain untuk menggembalakan ternaknya. Luth memilih 
Yordania, dimana disana terdapat dua kota, yaitu Sadum dan Gomorrah, dan
 Luth menetap di kota Sadum.
Moral penduduk kota Sadum luar biasa rusaknya. Mereka melakukan berbagai
 kejahatan, seperti merampok, berzina, dan yang paling parah dan belum 
pernah dilakukan oleh seorang pun di antara anak-anak Adam, mereka 
memuaskan nafsu seksual dengan sesama jenis.
Nabi Luth AS berdakwah untuk memerangi kezaliman itu. Namun ia tidak 
berhasil, bahkan istrinya termasuk orang yang melakukan penyimpangan 
kaumnya itu.
Kebiadaban kaum Luth AS digambarkan dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabût: 28-29.
Beberapa Malaikat Menuju Sadum
Nabi Luth AS kemudian berdoa kepada Allah SWT agar kaumnya diberi azab. 
Menurut Nabi Luth AS, itulah satu-satunya cara untuk membasmi umatnya 
agar akhlak yang rusak itu tidak menyebar ke umat-umat di wilayah lain, 
disamping sebagai pelajaran bagi umat di sekelilingnya.
Doa Luth terkabul. Beberapa malaikat datang ke rumah Ibrahim AS sebagai 
tamu yang menyamar dalam bentuk pemuda-pemuda. Mereka memberitakan pada 
Ibrahim bahwa mereka akan membinasakan penduduk Kota Sadum disebabkan 
pembangkangan mereka terhadap Nabi Luth AS dan perbuatan-perbuatan keji 
mereka.
Ibrahim sangat terkejut mendengar berita ini, karena disana terdapat 
putera saudaranya, yaitu Luth. Namun para malaikat itu mengatakan, "Kami
 tahu bahwa di sana terdapat Luth, dan bahwa kebinasaan tidak terjadi 
kecuali atas orang-orang kafir yang tidak beriman kepada Allah. Adapun 
Luth dan keluarganya serta para pengikutnya, mereka itu pasti akan 
selamat, kecuali istrinya yang akan ditimpa siksaan seperti orang-orang 
kafir, dan kedudukannya sebagai istri Luth tidak bisa menyelamatkannya, 
karena buruk perbuatannya disamping ia mengkhianati suaminya serta terus
 membangkang dan berada dalam kekafiran."
Kisah kedatangan para malaikat kepada Ibrahim AS ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabût: 30-32.
Malaikat Bertamu ke Rumah Luth
Para malaikat itu meninggalkan Ibrahim dan pergi ke kota Sadum. Mereka 
datang ke rumah Luth yang tidak mengetahui siapa sebenarnya para tamunya
 yang berwajah tampan itu. Hati Luth sangat cemas, karena ia khawatir 
tamu-tamunya itu akan diperkosa oleh kaumnya. Tersebar berita di antara kaum Luth tentang kedatangan tamu-tamu yang 
tampan di rumah Luth, maka segeralah mereka datang ke sana dengan maksud
 berbuat maksiat.
Untuk melindungi para tamunya, Luth AS berusaha membujuk mereka dengan 
menawarkan putri-putrinya untuk dinikahi dengan syarat mereka tidak 
mengganggu tamu-tamunya. Namun kaum Luth tetap bersikeras melaksanakan 
niat mereka.
Ketika mereka tetap pada pendiriannya, maka malaikat-malaikat itu 
membutakan mata mereka hingga gagallah upaya mereka dalam keadaan 
terhina. Para malaikat itu pun akhirnya mengungkapkan kepada Luth 
tentang siapa mereka sebenarnya dan memberitahunya bahwa mereka datang 
untuk membinasakan kaumnya setelah membutakan mata mereka hingga mereka 
tak dapat menyelamatkan diri. Adapun untuk Luth AS dan pengikutnya, para malaikat memerintahkan mereka
 untuk meninggalkan desanya di malam hari, karena azab Allah akan 
diturunkan di waktu subuh. Dan janganlah seorang pun di antara mereka 
menoleh ke belakang agar tidak melihat siksaan yang akan terjadi.
Kisah kedatangan para malaikat ke rumah Luth dan perbuatan kaum Luth 
diceritakan dalam Al-Qur'an surat Hûd: 77-81, Al-Ankabût: 33-34, dan 
Al-Qamar: 37.
Azab Allah Terhadap Kaum Luth AS
Di waktu subuh, turunlah azab yang amat dahsyat berupa bencana alam yang
 sangat mengerikan. Tanah desa tempat tinggal kaum Luth menjadi rendah 
dan turunlah hujan batu dari tanah keras menimpa mereka secara 
berturut-turut hingga mereka binasa. Hanya Nabi Luth AS dan kedua 
putrinya, serta para pengikutnya yang beriman, yang selamat dari bencana
 tsb. Siksa Allah telah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim dan fasik.
Kisah azab terhadap kaum Nabi Luth AS terdapat dalam surat Al Anbiyâ: 74-75, Hûd: 82-83, dan Al-Qamar: 33-38. Daerah yang ditimpa siksaan atas kaum Nabi Luth AS adalah daerah yang kita kenal sekarang sebagai Laut Mati atau Danau Luth.
9. Ishaq AS
Nabi Ishaq AS adalah salah satu putra Nabi Ibrahim AS dari istrinya yang
 bernama Sarah. Ishaq adalah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti 
tertawa. Dalam Al Qur'an dikisahkan bahwa Sarah tertawa ketika mendapat 
keterangan bahwa dirinya akan memperoleh seorang anak laki-laki, 
sementara usianya sudah sangat lanjut, yaitu 90 tahun.
Tatkala Ibrahim merasa ajalnya hampir tiba, Ishaq belum menikah. Ibrahim
 tidak ingin menikahkan ia dengan wanita Kana'an yang tidak mengenal 
Allah dan asing di dalam keluarganya. Oleh sebab itu ia menugaskan 
seorang pelayan agar pergi ke Harran, Irak, dan membawa seorang 
perempuan dari keluarganya. Perempuan itu adalah Rafqah binti Batuwael 
bin Nahur. Nahur adalah saudara Ibrahim AS, sehingga Rafqah adalah putri
 kemenakan Ibrahim AS. Perempuan itu kemudian dinikahkan dengan Ishaq.
Setelah 20 tahun menikah, Ishaq dikaruniai 2 anak kembar, yang pertama 
diberi nama Al-Aish, yang kedua keluar dengan memegangi kaki saudaranya 
sehingga ia diberi nama Ya'qub.
Nabi Ishaq AS meninggal dalam usia 180 tahun dan dimakamkan di gua 
tempat ayahnya, Nabi Ibrahim AS, dimakamkan, yaitu di kota Al-Khalil.
Kisah Nabi Ishaq AS terdapat di Al Qur'an dalam surat Hûd: 69-74, Maryam: 49, dan As-Saffât: 112-113.
10. Ya'qub AS
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Nabi Ya'qub AS adalah putra Nabi 
Ishaq AS, dan ia memiliki saudara kembar bernama Aish. Ayahnya lebih 
menyayangi Aish saudaranya karena ia lahir lebih dulu, sedang ibunya 
lebih menyayanginya karena ia lebih kecil.
Ketika usianya sudah sangat lanjut, Nabi Ishaq tak dapat melihat lagi. 
Ia sering dilayani oleh Aish yang pandai berburu dan sering mendapatkan 
kijang. Sedang Ya'qub sangat pendiam dan lebih senang berada di rumah 
mempelajari ilmu-ilmu agama.
Perselisihan Ya'qub AS dengan Saudaranya
Suatu hari, Ishaq menginginkan suatu makanan, ia meminta Aish untuk 
mengambilkannya. Namun atas suruhan ibunya, Ya'qublah yang lebih dulu 
mengambilkan makanan itu untuknya. Setelah Ya'qub melayaninya, Ishaq 
lalu mendoakannya, "Mudah-mudahan engkau menurunkan nabi-nabi dan 
raja-raja." Doa nabi adalah doa yang mustajab, dan memang kita ketahui dalam sejarah
 bahwa keturunan Ya'qub kelak akan melahirkan banyak para nabi dan raja.
Aish yang mengetahui bahwa saudaranya telah mendapat doa yang baik dari 
ayahnya menjadi iri. Ia pun marah dan bahkan mengancam akan membunuh 
Ya'qub supaya keturunannya tidak ada yang menjadi nabi dan raja. Mengetahui hal ini, Rafqah kemudian menyuruh Ya'qub agar mengungsi ke tempat pamannya, Laban bin Batwil, di kota Harran, Irak.
Dalam perjalanan ke rumah pamannya, Ya'qub tidak berani berjalan di 
siang hari karena takut akan ditemukan dan disiksa oleh saudaranya. Ia 
hanya berani berjalan di malam hari, sedang bila tiba waktu siang ia 
beristirahat. Oleh sebab itulah ia juga dikenal dengan nama Israil, yang
 artinya berjalan di malan hari. Kelak keturunannya pun dikenal dengan 
nama Bani Israil.
Keturunan Ya'qub AS
Laban memiliki dua orang puteri, yang pertama bernama Leah, dan yang 
kedua bernama Rahel. Sebenarnya Ya'qub ingin menikah dengan Rahel, 
karena ia lebih cantik. Akan tetapi Laban mengatakan bahwa bukanlah 
kebiasaan mereka menikahkan yang kecil sebelum yang besar. Jika Ya'qub 
ingin menikahi Rahel maka ia harus menikahi Leah lebih dahulu, kemudian 
bekerja selama 7 tahun kepada Laban agar dapat meminang Rahel. Saat itu hukum menikahi dua gadis sekandung diperbolehkan.
Kepada masing-masing puterinya, Laban memberi seorang sahaya perempuan. 
Kepada Leah ia memberikan sahaya perempuan bernama Zulfa, dan kepada 
Rahel ia memberikan sahaya perempuan bernama Balhah. Leah dan Rahel 
kemudian memberikan sahaya mereka untuk diperistri pula oleh Ya'qub, 
sehingga istri Ya'qub menjadi 4 orang:
- Dari keempat istrinya ini Ya'qub AS memperoleh 12 orang anak lelaki.
- Dari istrinya Leah, ia dikaruniai Ruben, Syam'un, Lewi, Yahuda, Yasakir, dan Zabulon.
- Dari istrinya Rahel, ia dikaruniai Yusuf dan Bunyamin.
- Dari istrinya Balhah, ia dikaruniai Daan dan Naftali.
- Dari istrinya Zulfa, ia dikarunian Jaad dan Asyir.
Putra-putra Ya'qub inilah yang merupakan cikal bakal lahirnya Bani 
Israil. Mereka dan keturunannya disebut sebagai Al-Asbath, yang berarti 
cucu-cucu. Sibith dalam bangsa Yahudi adalah seperti suku dalam bangsa Arab, dan 
mereka yang berada dalam satu sibith berasal dari satu bapak. 
Masing-masing anak Ya'qub kemudian menjadi bapak bagi sibith Bani 
Israil. Maka seluruh Bani Israil berasal dari putra-putra Ya'qub yang 
berjumlah 12 orang.
Dalam sibith-sibith ini kelak diturunkan para nabi, antara lain:
- Sibith Lewi, di kalangan mereka terdapat Nabi Musa, Harun, Ilyas, dan Ilyasa.
- Sibith Yahuda, di kalangan mereka terdapat Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa.
- Sibith Bunyamin, di kalangan mereka terdapat Nabi Yunus.
Setelah lewat 20 tahun Ya'qub tinggal bersama pamannya, ia pun meminta 
izin untuk kembali kepada keluarganya di Kana'an. Saat ia hampir tiba di
 Kana'an, ia mengetahui bahwa Aish saudaranya telah bersiap menemuinya 
dengan 400 orang, sehingga Ya'qub merasa takut dan mendoakannya serta 
menyiapkan hadiah besar bagi saudaranya itu yang dikirimkan melalui 
orang-orang utusannya.
Lunaklah hati Aish mendapat hadiah pemberian saudaranya. Kemudian 
ditinggalkannya negeri Kana'an bagi saudaranya lalu ia pergi ke Gunung 
Sa'ir. Sedangkan Ya'qub, ia pergi kepada ayahnya Ishaq dan tinggal bersamanya di kota Hebron yang dikenal dengan nama Al-Khalil.
Dalam Al Qur'an, kisah Nabi Ya'qub AS secara tersendiri tidak ditemui, 
namun namanya disebut dalam kaitannya dengan nabi-nabi lain, diantaranya
 Nabi Ibrahim AS (kakeknya), dan Nabi Yusuf AS (putranya).
11. Yusuf AS
Putra tersayang Nabi Ya'qub AS adalah Yusuf AS. Nabi Yusuf AS adalah salah satu dari 12 orang putra Nabi Ya'qub AS. Rasa
 sayang Ya'qub yang berlebihan terhadapnya membuat saudara-saudaranya 
menjadi iri hati terhadapnya. Lebih dari itu, wajah Yusuf pun jauh lebih
 tampan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain.
Suatu hari Yusuf bermimpi tentang 11 bintang, matahari dan bulan, turun 
dari langit dan bersujud di depannya. Ia menceritakan mimpinya ini 
kepada ayahnya. Ya'qub sangat gembira mendengar cerita itu dan 
menyatakan bahwa Allah SWT akan memberikan kemuliaan, ilmu, dan 
kenikmatan hidup yang mewah bagi putranya.
Saudara-Saudara Yusuf Membinasakan Yusuf
Saudara-saudara Yusuf merasa iri hati atas kelebihan kasih sayang yang 
dicurahkan ayah mereka kepada Yusuf dan adiknya, Bunyamin. Mereka 
merencanakan persekongkolan untuk membinasakan Yusuf. Salah satu dari 
mereka menyarankan agar jangan membunuhnya, tetapi membuangnya jauh-jauh
 ke dalam sumur, agar ia tidak bisa kembali kepada ayahnya.
Yusuf kecil diajak bermain-main oleh kakak-kakaknya, setelah mereka 
berhasil membujuk ayahnya untuk mengizinkan mereka membawa Yusuf. Saat 
itulah mereka melaksanakan niat jahat mereka untuk menyingkirkan Yusuf. 
Ketika sampai di suatu tempat, mereka menceburkan Yusuf ke dalam sebuah 
sumur yang dalam. Baju Yusuf dikoyak-koyak dan dilumuri darah kambing. 
Kemudian dengan wajah sedih mereka menyampaikan berita pada ayah mereka 
bahwa Yusuf telah tewas dimakan serigala.
Kisah mimpi Nabi Yusuf AS dan perbuatan saudara-saudaranya ini terdapat dalam Al Qur'an surat Yûsuf: 4-21.
Kisah Yusuf dan Zulaikha
Tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya, Yusuf ditolong oleh seorang 
kafilah yang lewat di tempat itu. Ia kemudian dibawa ke Mesir untuk 
dijual sebagai budak hingga akhirnya dibeli oleh keluarga pembesar Mesir
 yang bernama Kitfir. Wajah Yusuf yang sangat tampan itu membuat istri 
pembesar yang bernama Zulaikha terpikat. Suatu ketika pada saat suaminya
 tidak ada di rumah, Zulaikha mengajak Yusuf untuk berbuat tidak 
senonoh, akan tetapi Yusuf menolak ajakan tsb sehingga terjadilah 
ketegangan. Sementara kejadian itu berlangsung, suami Zulaikha datang 
dan Zulaikha memutarbalikkan fakta dengan mengatakan bahwa Yusuf telah
 berlaku tidak senonoh terhadapnya. Pembesar itu sangat murka, namun 
belum sempat ia berbuat sesuatu terhadap Yusuf tiba-tiba bayi yang ada 
di sekitar tempat itu berbicara dengan fasihnya. Bayi itu mengatakan 
bahwa jika kemeja Yusuf robek di bagian depan maka Yusuflah yang 
bersalah, tetapi kalau kemejanya robek di bagian belakang, maka Zulaikha
 yang bersalah. Setelah pembesar itu memeriksa, ternyata yang robek 
adalah kemeja bagian belakang Yusuf. Dengan demikian Yusuf pun selamat.
Cerita tsb kemudian menyebar ke masyarakat luas. Zulaikha yang merasa 
malu karena menjadi pembicaraan orang lalu mengundang istri-istri para pembesar Mesir ke rumahnya. Mereka diberinya makanan yang enak-enak 
serta masing-masing diberi sebilah pisau untuk mengupas buah. Ketika 
mereka sibuk mengupas buah, Zulaikha menyuruh Yusuf keluar. Ketika 
melihat wajah Yusuf, saking terpesonanya tanpa sadar para wanita itu 
mengiris jari-jari tangan mereka sendiri. Kini mereka mengerti mengapa 
Zulaikha begitu terpikat pada Yusuf. Sebagian dari mereka menyarankan 
Yusuf untuk menerima keinginan Zulaikha, lagipula Zulaikha sendiri 
adalah wanita yang sangat cantik.
Mendengar itu, Nabi Yusuf AS berdoa agar tetap diberi keteguhan iman. 
Akhirnya, atas permintaan Zulaikha yang merasa terhina, Yusuf AS 
dimasukkan ke dalam penjara.
Kisah ini terdapat dalam surat Yûsuf: 22-35.
Kecerdasan Yusuf Menafsirkan Mimpi
Nabi Yusuf AS dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk menafsirkan mimpi. 
Saat Yusuf AS di penjara, suatu hari dua orang teman sepenjaranya 
bercerita padanya tentang mimpi mereka. Yang pertama adalah kepala 
tukang pembuat minuman bernama Nabu, bermimpi bahwa ia melihat dirinya 
memeras anggur untuk membuat arak. Orang kedua adalah kepala tukang roti
 bernama Malhab, bermimpi bahwa ia melihat dirinya memikul roti di atas 
kepalanya, yang mana kepalanya itu dimakan oleh burung-burung.
Yusuf pun menafsirkan mimpi mereka, ia berkata kepada kedua orang itu, "Wahai engkau kepala tukang minuman, bergembiralah, engkau akan memberi 
minum tuanmu dengan khamar, yang berarti engkau akan dibebaskan lantaran
 engkau tidak terbukti terlibat persekongkolan melawan raja. Adapun engkau hai kepala tukang roti, maafkan aku dengan terpaksa aku 
mengatakan bahwa engkau akan dihukum mati dengan cara disalib, dan 
burung-burung akan memakan sebagian kepalamu, karena engkau terbukti 
terlibat persekongkolan melawan raja. Demikian putusan Allah sebagaimana yang aku terangkan, dan itu pasti 
terjadi karena aku tidak berbicara sembarangan melainkan apa yang telah 
diilhamkan Tuhanku kepadaku dalam menafsirkan mimpi kalian berdua."
Semua yang diramalkan Yusuf benar-benar terjadi, dan kepala minuman 
akhirnya menerima kebebasannya. Saat ia akan keluar, Yusuf berpesan 
padanya agar ia menceritakan kepada raja perihal keadaan dirinya. Ia 
ingin raja meninjau kembali keputusannya karena sesungguhnya ia tidak 
bersalah. Akan tetapi karena terlalu gembiranya tukang minuman itu 
sehingga ia lupa menyampaikan pesan Yusuf pada raja, dan mengakibatkan 
Yusuf harus tinggal di penjara beberapa tahun lagi.
Kemampuan Nabi Yusuf AS dalam menafsirkan mimpi kedua rekannya ini diceritakan dalam Al-Qur'an surat Yûsuf: 36-42.
Mimpi Raja
Pada suatu hari, raja mengalami mimpi yang sangat menggelisahkan dan 
menakutkan dirinya. Ia lalu mengumpulkan dukun-dukun dan orang-orang 
pintar untuk meminta mereka menafsirkan mimpinya. Ia berkata, "Sesungguhnya aku telah bermimpi melihat 7 ekor sapi gemuk dimakan oleh 7
 ekor sapi kurus, dan aku bermimpi pula melihat 7 batang gandum hijau 
dan 7 batang gandum kering, maka terangkanlah takwil mimpi itu jika 
kalian mampu menafsirkannya."
Orang-orang yang ada di situ terkejut mendengar mimpi raja ini. Mereka 
merasa bingung dan memberikan jawaban yang tidak memuaskan dengan 
mengatakan bahwa mimpi itu tidak bisa ditafsirkan karena ia hanya berupa
 impian yang kacau dari raja dan tidak memiliki makna apa-apa, disamping
 mereka sebenarnya memang tidak memiliki pengetahuan perihal penafsiran 
mimpi.
Saat itu kepala tukang minuman mendengar mimpi raja dan jawaban dari 
para dukun dan orang-orang pintar itu. Ia pun teringat kembali pada 
Yusuf. Segera berkata ia pada hadirin yang ada di ruangan itu, "Aku 
sanggup memberitahu kalian tentang arti dari mimpi ini, karena di dalam 
penjara ada seorang pemuda bernama Yusuf. Aku dan kepala tukang roti 
pernah ditahan bersamanya. Kami pernah bermimpi dan telah diterangkan 
oleh Yusuf dan terbukti kebenarannya. Apabila paduka setuju mengirimkan 
aku kepada Yusuf, maka aku akan membawa penafsiran dari mimpi ini."
Akhirnya diutuslah kepala tukang minuman itu kepada Yusuf. Setelah 
berbincang-bincang dengan Yusuf dan menceritakan sebab-sebab kealpaannya
 terhadap pesan Yusuf, ia pun mengutarakan maksud kedatangannya. "Hai Yusuf yang berkata benar, terangkanlah arti mimpi berikut: 7 ekor 
sapi gemuk dimakan 7 ekor sapi kurus, dan 7 batang gandum hijau 
berdekatan dengan 7 batang gandum kering. Berilah fatwa kepadaku hai Yusuf tentang hakikat mimpi ini, supaya aku 
memberitahukannya kepada orang-orang di kerajaan, barangkali mereka 
mengetahui keutamaan dan kedudukan ilmumu."
Yusuf pun mulai menerangkan arti mimpi raja. Bukan hanya itu, ia 
menerangkan pula pemecahan kesulitan yang timbul dari arti mimpinya. Ia 
berkata, "Mesir akan mengalami 7 tahun yang subur, maka pada tahun-tahun
 itu hendaklah kamu menanami tanahmu dengan gandum dan sya'ir, kemudian 
hasil panenannya kamu simpan dalam batang-batang gandumnya, dan jangan 
boros dalam pemakaian, gunakan sekedar yang dibutuhkan saja. Setelah itu
 akan datang 7 tahun yang kering dimana kamu akan memakan persediaan 
gandum yang kamu simpan, dan jangan pula dihabiskan, supaya dapat 
digunakan sebagai bibit untuk tahun-tahun berikutnya. Setelah lewat tahun-tahun kering ini, akan datang satu tahun yang subur 
dimana turun hujan dan tanah akan menghasilkan biji-bijian yang banyak 
dan sari buah-buahan seperti anggur dan zaitun."
Kisah tentang mimpi raja ini diceritakan dalam surat Yûsuf: 43-49.
Yusuf Dibebaskan dari Penjara
Kepala tukang minuman segera menyampaikan tafsir mimpi yang telah 
diterangkan Yusuf kepada raja, maka raja pun mengirim utusan untuk 
memanggil Yusuf dan menjelaskan kembali secara rinci. Akan tetapi Yusuf 
enggan keluar dari penjara sebelum namanya dibebaskan dari segala 
tuduhan yang difitnahkan kepadanya. Ia minta supaya pihak kerajaan 
menyelidiki persekongkolan terhadap dirinya dan menanyai wanita-wanita 
yang menghadiri jamuan makan di rumah istri pembesar bekas majikannya 
dulu tentang sebab-sebab penahanannya supaya mereka menjadi saksi dalam 
perkaranya.
Permintaan Yusuf ini kemudian disampaikan oleh utusan kepada raja. Raja 
pun menyuruh para utusan untuk memanggil wanita-wanita itu dan 
menjelaskan fakta yang sebenarnya. Mereka pun bersaksi bahwa Yusuf 
memang tidak bersalah, dan bahwa istri pembesar Mesir, Zulaikha, itulah 
yang justru merayu Yusuf. Setelah adanya kesaksian dari wanita-wanita 
ini, Zulaikha sendiri tidak bisa menyangkal lagi. Akhirnya ia pun 
mengakui perbuatannya.
Dengan demikian keluarlah Yusuf dari penjara dengan diri yang bersih 
dari segala tuduhan dan fitnah. Raja kemudian juga merehabilitasi 
namanya di masyarakat. Allah telah mentakdirkan kezaliman yang selama 
ini diterima oleh Yusuf berganti dengan kemuliaan.
Kisah ini diterangkan dalam Al-Qur'an surat Yûsuf: 50-53.
Kebenaran tentang Yusuf telah menambah kepercayaaan raja kepadanya, 
sehingga ia kemudian mengangkatnya menjadi menteri yang mengurusi 
berbagai masalah ekonomi dan keuangan bagi negara Mesir. Inilah balasan 
Allah kepada hamba-hambaNya yang saleh.
Kisah pengangkatan Yusuf dalam kedudukan yang mulia ini diterangkan dalam surat Yûsuf: 54-57.
Pertemuan Yusuf dengan Saudara-Saudaranya
Takwil mimpi yang telah diterangkan Yusuf kemudian benar-benar terwujud.
 Pada masa 7 tahun yang subur, Yusuf telah memerintahkan rakyat Mesir 
untuk menyimpan kelebihan biji-bijian dari hasil tanaman mereka. 
Kemudian datanglah masa paceklik pada 7 tahun berikutnya. Timbul bencana
 kelaparan dan kekeringan, terutama di negeri-negeri tetangga lantaran 
ketiadaan persiapan penduduk untuk menghadapinya, termasuk negeri 
Palestina dimana keluarga Yusuf tinggal.
Ya'qub dan anak-anaknya juga mengalami kesulitan ini. Ia mendengar bahwa
 di Mesir ada persediaan makanan yang cukup, maka ia pun menyuruh 
anak-anaknya, kecuali Bunyamin, untuk pergi ke Mesir dengan membawa 
perbekalan berupa barang-barang dan perak serta lainnya untuk ditukar 
dengan gandum dan sya'ir.
Tatkala mereka telah tiba di istana kerajaan Mesir dan bertemu dengan 
Yusuf, melihat raut wajah mereka dan pakaian mereka yang menunjukkan 
bahwa mereka berasal dari Palestina, tahulah Yusuf bahwa itu adalah 
saudara-saudaranya. Namun mereka tidak mengenali dirinya dikarenakan 
kondisi Yusuf yang sudah jauh berubah, pakaiannya yang khusus, dan logat
 bicaranya yang menggunakan bahasa Mesir kuno.
Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya layaknya seorang tamu, dan 
menimbang gandum dan sya'ir bagi mereka dengan takaran yang dilebihkan, 
serta memberi bekal untuk perjalanan pulang mereka. Ketika mereka 
bersiap-siap akan pergi, Yusuf berkata, "Bawalah kepadaku seorang lagi 
saudaramu yang seayah denganmu. Jika kalian tidak membawanya, maka aku 
tidak akan mau menukarkan makanan lagi bagi kalian, jika kalian kembali 
ke Mesir untuk kedua kalinya." Mereka pun berkata, "Kami akan membujuk ayah kami supaya beliau 
mengizinkan kami membawanya ke Mesir, dan kami tegaskan kepadamu bahwa 
kami akan melaksanakan perintahmu."
Ketika mereka hendak berangkat pulang, Yusuf menyuruh pelayan 
menyisipkan kembali barang-barang saudaranya yang telah ditukar dengan 
gandum dan sya'ir itu ke dalam karung-karung mereka tanpa sepengetahuan 
mereka. Hal ini dimaksudkan supaya mereka merasa senang dan berbaik 
sangka kepadanya, sehingga mereka akan kembali lagi ke Mesir karena 
berharap akan mendapat lebih banyak lagi kebaikan darinya.
Saudara-saudara Yusuf kembali ke Palestina dan menceritakan tentang 
kebaikan dari menteri ekonomi Mesir serta penghormatan yang mereka 
terima. Mereka juga menyampaikan permintaan menteri Mesir itu agar 
mereka membawa Bunyamin jika nanti mereka hendak kembali ke Mesir. Rupanya setelah ditinggalkan oleh Yusuf, Ya'qub sangat berduka. Setiap 
hari ia menangis sampai matanya memutih dan buta. Mendengar permintaan 
yang disampaikan saudara-saudara Yusuf ini, Ya'qub tidak mempercayai 
mereka. Namun mereka terus membujuk dan mengatakan bahwa jika Bunyamin 
tidak mereka bawa, mereka tidak akan mendapatkan makanan lagi dari 
menteri Mesir itu. Mereka juga berjanji akan menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya dan tidak akan menyia-nyiakannya. Setelah mendengar janji putra-putranya ini, hati Ya'qub sedikit lebih 
tentram. Akhirnya dengan berat hati Ya'qub pun mengizinkan mereka 
membawa Bunyamin. Ia juga berpesan pada mereka supaya masuk ke kota 
melalui beberapa pintu agar tidak menarik perhatian.
Kisah pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya ini diterangkan dalam surat Yûsuf: 58-67.
Yusuf Menahan Bunyamin
Saat mereka datang lagi ke Mesir bersama Bunyamin, Yusuf berusaha 
mencari kesempatan untuk bisa berdua saja dengan Bunyamin, kemudian ia 
mengatakan padanya bahwa ia adalah Yusuf, saudaranya sekandung. Ia 
menceritakan tentang apa yang telah dilakukan saudara-saudaranya dulu 
kepadanya, dan apa yang telah terjadi padanya.
Yusuf memiliki rencana untuk bisa menahan Bunyamin lebih lama 
bersamanya. Ketika saudara-saudara Yusuf akan pulang, Yusuf menyelipkan 
piala untuk minum raja ke dalam karung Bunyamin. Saat mereka sudah akan 
berangkat, salah seorang pegawai Yusuf memanggil mereka kembali, dan 
mengatakan bahwa piala raja telah hilang. Barang siapa yang dapat 
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan seberat muatan seekor 
unta.
Saudara-saudara Yusuf bersumpah bahwa mereka tidak mencuri. Salah 
seorang pegawai Yusuf kemudian bertanya, "Apa balasannya jika ternyata 
kalian berdusta?"
Mereka menjawab, "Pada siapa diketemukan barang yang hilang itu dalam 
karungnya, maka dia dijadikan budak. Ini adalah balasan yang adil bagi 
pencuri menurut syariat Ya'qub."
Maka mulailah Yusuf dan para pegawainya memeriksa karung-karung mereka. 
Sengaja karung Bunyamin diperiksa paling akhir supaya tidak timbul 
kecurigaan pada saudara-saudaranya yang lain bahwa pencurian itu telah 
diatur. Saat ditemukan piala itu dalam karung Bunyamin, saudara-saudara Yusuf 
sangat terkejut menyaksikan hal itu. Mereka merasa malu dengan peristiwa
 ini, karenanya mereka berkata, "Sesungguhnya telah mencuri pula 
saudaranya sebelum ini." Tentu saja yang mereka maksud adalah Yusuf sendiri. Yusuf memahami apa 
yang dimaksud saudara-saudaranya ini, dan sesungguhnya ia merasa jengkel
 dan kecewa terhadap mereka, tapi sikap itu tidak diperlihatkannya.
Menurut riwayat, tatkala Rahel ibu Yusuf pergi bersama Yusuf menuju 
Palestina, ia membawa sebuah patung kecil milik ayahnya Laban. Laban 
yang merasa kehilangan patung itu kemudian mencarinya, tapi ia tidak 
bisa menemukannya baik pada Rahel maupun orang lain, karena Rahel telah 
menyembunyikannya di sela-sela perlengkapan unta yang dinaikinya.
Ketika Ya'qub dan keluarganya tiba di Palestina, patung itu berada pada 
Yusuf dan dibuat mainan lantaran ia menyerupai boneka yang biasa 
dimainkan oleh anak-anak kecil. Itulah sebabnya Yusuf dituduh mencurinya
 dari rumah kakeknya Laban, padahal kenyataannya tidaklah begitu.
Saudara-saudara Yusuf memohon padanya agar Bunyamin dibebaskan dan 
mengambil salah satu dari mereka sebagai penggantinya. Mereka berkata, "Wahai Al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut 
usianya, lantaran itu ambilah salah seorang di antara kami sebagai 
gantinya, sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang yang 
berbuat baik."
Maka Yusuf pun menjawab, "Aku tidak akan menahan seseorang, kecuali 
orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya. Jika kami menahan 
orang yang tidak bersalah, maka kami termasuk orang-orang yang zalim."
Saudara-saudara Yusuf merasa bingung dan putus asa. Mereka telah 
berjanji pada ayah mereka untuk menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya. 
Sebelum ini mereka telah menyia-nyiakan Yusuf, jika sekarang mereka 
tidak membawa Bunyamin pulang, pastilah ayah mereka akan marah dan tidak
 mempercayai mereka. Setelah berunding dan berbisik-bisik, berkatalah yang tertua dari 
mereka, "Aku tidak akan meninggalkan Mesir sampai ayah mengizinkan aku 
kembali, atau Allah memberikan keputusan kepadaku. Dan Dia adalah hakim 
yang paling adil." Namun Yusuf berkata, "Kembalilah pada ayahmu, dan katakan bahwa anaknya 
telah mencuri, dan bahwasanya kalian hanya menyaksikan apa yang terjadi 
dan tak mampu menjaga barang yang hilang."
Akhirnya saudara-saudara Yusuf pulang tanpa Bunyamin. Dengan demikian 
siasat Yusuf untuk menahan adik kandungnya akhirnya berhasil. 
Kisah ini 
diterangkan dalam surat Yûsuf: 68-82.
Yusuf Berkumpul Kembali Bersama Keluarganya
Ya'qub sangat sedih mendengar kejadian yang menimpa Bunyamin. Ia tidak 
mempercayai perkataan anak-anaknya dan sangat kecewa terhadap mereka. 
Kendati demikian, ia memasrahkan semuanya kepada Allah SWT dan percaya 
bahwa Allah pasti akan mewujudkan harapannya untuk bisa bertemu kembali 
dengan kedua putra tercintanya itu.
Ya'qub memerintahkan anak-anaknya untuk mencari kabar tentang Yusuf dan 
Bunyamin. Putra-putranya mematuhi perintah ayah mereka, dan kembali ke 
Mesir. Kepada Yusuf, mereka memohon belas kasihannya agar ia berkenan 
melepaskan Bunyamin. Mereka pun mengadukan keadaan mereka yang miskin 
dan membutuhkan makanan dengan harapan Yusuf mau memberi mereka bahan 
makanan yang cukup.
Timbul rasa iba dalam hati Yusuf mendengar keluhan saudara-saudaranya, 
sehingga terpikir olehnya untuk mengungkapkan siapa dirinya yang 
sebenarnya supaya mereka bisa tinggal bersamanya dalam keadaan 
sejahtera. Kemudian ia memanggil Bunyamin, lalu berkatalah Yusuf kepada 
saudara-saudaranya, "Tahukan kalian akan buruknya perlakuan kalian 
kepada Yusuf dan saudaranya? Ingatkah kalian akan perbuatan kalian 
memisahkan Yusuf dan ayahnya dengan membuangnya ke dalam sumur? Dan kepada Bunyamin, maka kalian telah membuatnya bersedih atas kehilangan saudaranya sehingga ia pun ikut menderita."
Mendengar perkataan Yusuf, mulai timbul dugaan dalam diri 
saudara-saudaranya, jangan-jangan pembesar yang berbicara di hadapan 
mereka ini adalah Yusuf.
Dengan berdebar-debar mereka bertanya, "Apakah engkau Yusuf?"
Yusuf menjawab, "Benar, aku Yusuf. Dan ini saudaraku Bunyamin."
Maka saudara-saudara Yusuf pun segera memohon ampun dan meminta maaf 
kepadanya atas kejahatan yang pernah mereka lakukan dahulu. Dengan 
berlapang dada, Yusuf memaafkan kesalahan saudara-saudaranya. Ia lalu 
memerintahkan mereka untuk menjemput ayahnya beserta keluarga mereka 
untuk datang ke Mesir. Mengetahui bahwa ayahnya telah kehilangan penglihatan lantaran kesedihan
 yang amat sangat semenjak kepergiannya, Yusuf memberikan gamisnya untuk
 diusapkan ke wajah ayahnya supaya ia dapat melihat kembali. Setelah mengusapkan gamis Yusuf ke wajahnya, Ya'qub dapat merasakan 
keberadaan Yusuf dan segera mengetahui bahwa Yusuf masih hidup. Karena 
gembira dengan kenyataan itu ia pun dapat melihat kembali dengan seizin 
Allah.
Akhirnya Yusuf pun dapat berkumpul kembali dengan kedua orangtua dan 
saudara-saudaranya di Mesir. Ya'qub dan anak-anaknya telah diliputi rasa
 hormat kepada Yusuf yang telah diberi kemuliaan oleh Allah. Mereka pun 
memberikan penghormatan kepadanya dengan cara menundukkan kepala sesuai 
dengan adat pada masa itu dalam menghormati pembesar yang berkuasa. Melihat ini, Yusuf teringat akan mimpinya dulu ketika ia masih kecil, 
maka ia berkata kepada ayahnya, "Inilah tafsir mimpiku yang dulu 
kuceritakan kepadamu, ketika di dalam mimpi aku melihat 11 bintang serta
 matahari dan bulan bersujud kepadaku."
Kisah mengharukan berkumpulnya Yusuf dengan keluarganya ini terdapat dalam surat Yûsuf: 83-101.
12. Ayyub AS
Nabi Ayyub AS adalah putra dari Aish bin Ishaq AS bin Ibrahim AS. 
Sebagaimana disebutkan dalam kisah Nabi Yaqub AS, Aish adalah saudara 
kembar Nabi Yaqub AS, jadi Nabi Ayyub masih kemenakan Nabi Yaqub AS dan 
sepupu Nabi Yusuf AS.
Nabi Ayyub AS adalah salah seorang nabi yang terkenal kaya raya, 
hartanya melimpah, ternaknya tak terbilang jumlahnya. Namun demikian ia 
tetap tekun beribadah, gemar berbuat kebajikan, suka menolong orang yang
 menderita, terlebih dari golongan fakir miskin.
Keraguan Iblis Terhadap Ketaatan Nabi Ayyub AS
Para malaikat di langit terkagum-kagum dan membicarakan tentang ketaatan
 Ayyub dan keikhlasannya dalam beribadah kepada Allah. Iblis yang 
mendengar pembicaraan para malaikat ini merasa iri dan ingin 
menjerumuskan Ayyub agar menjadi orang yang tidak sabar dan celaka.
Mula-mula iblis mencoba sendiri menggoda Nabi Ayyub agar tersesat dan 
tidak bersyukur kepada Allah, namun usahanya ini gagal, Nabi Ayyub tetap
 tak tergoyahkan. Lalu iblis menghadap Allah, meminta agak ia diizinkan 
untuk menguji keikhlasan Nabi Ayyub. Ia berkata, "Wahai Tuhan, 
sesungguhnya Ayyub senantiasa patuh dan berbakti kepada-Mu, senantiasa 
memuji-Mu, tak lain hanyalah karena takut kehilangan kenikmatan yang 
telah Engkau berikan kepadanya, karena ia ingin kekayaannya tetap 
terpelihara. Semua ibadahnya bukan karena ikhlas, cinta, dan taat 
kepada-Mu. Andaikata ia terkena musibah dan kehilangan harta benda, 
serta anak-anak dan istrinya, belum tentu ia akan tetap taat dan ikhlas 
menyembah-Mu."
Allah berfirman kepada iblis, "Sesungguhnya Ayyub adalah hamba-Ku yang 
sangat taat kepada-Ku. Ia sesorang mu'min sejati. Apa yang ia lakukan 
untuk mendekatkan diri kepada-Ku adalah semata-mata didorong iman yang 
teguh kepada-Ku. Iman dan taqwanya takkan tergoyahkan hanya oleh 
perubahan keadaan duniawi. Cintanya kepada-Ku takkan berkurang walaupun 
ditimpa musibah apa pun yang melanda dirinya, karena ia yakin bahwa apa 
yang ia miliki adalah pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat Aku cabut 
daripadanya, atau Ku-jadikan berlipat ganda. Ia bersih dari segala 
tuduhan dan prasangkamu. Engkau tidak rela melihat hamba-hamba-Ku, anak cucu Adam, berada di atas
 jalan yang lurus. Untuk menguji keteguhan hati Ayyub dan keimanannya 
pada takdir-Ku, Ku-izinkan kau menggoda dan mencoba memalingkannya 
dari-Ku. Kerahkan seluruh pembantu-pembantumu untuk menggoda Ayyub 
melalui harta dan keluarganya. Cerai beraikan keluarganya yang rukun 
damai sejahtera itu. Lihatlah, sampai dimana kemampuanmu untuk 
menyesatkan Ayyub hamba-Ku."
Ujian dan Cobaan Allah Terhadap Nabi Ayyub AS
Demikianlah, iblis dan para pembantunya mulai menyerbu keimanan Ayyub. 
Mula-mula mereka membinasakan hewan ternak pemeliharaan Ayyub, disusul 
lumbung-lumbung gandum dan lahan pertaniannya yang terbakar dan musnah. Iblis mengira Ayyub akan berkeluh kesah setelah kehilangan ternak dan 
pertaniannya, namun ternyata Ayyub tetap berhusnuzhon (berbaik sangka) 
kepada Allah. Segalanya ia pasrahkan kepada Allah. Harta adalah titipan 
Allah yang sewaktu-waktu dapat saja diambil kembali.
Berikutnya iblis mendatangi putra-putra Nabi Ayyub AS yang sedang berada
 di sebuah gedung yang besar dan megah. Mereka menggoyang-goyangkan 
tiang-tiang gedung sehingga gedung itu roboh dan anak-anak Ayyub yang 
berada di dalamnya mati semuanya. Iblis mengira usahanya kali ini akan berhasil menggoyahkan iman Nabi 
Ayyub yang sangat menyayangi putra-putranya itu, namun sekali lagi 
mereka harus kecewa. Nabi Ayyub tetap berserah diri kepada Allah. Ia 
memang bersedih hati dan menangis, tapi jiwa dan hatinya tetap kokoh 
dalam keyakinan bahwa jika Allah yang Maha Pemberi menghendaki sesuatu, 
tak ada seorang pun yang mampu menghalangi-Nya.
Iblis yang masih belum puas, lalu menaruh baksil di sekujur tubuh Ayyub 
sehingga beliau menderita penyakit kulit yang sangat menjijikkan, hingga
 ia dijauhi sanak famili dan tetangganya. Istri-istrinya banyak yang 
lari meninggalkannya, hanya seorang saja yang tetap setia 
mendampinginya, yaitu Rahmah. Lebih parah lagi, para tetangga Nabi Ayyub
 AS yang tidak mau ketularan penyakit yang diderita Nabi Ayyub, 
mengusirnya dari kampung mereka. Maka pergilah Nabi Ayyub dan istrinya 
Rahmah ke sebuah tempat yang sepi dari manusia.
Waktu 7 tahun dalam penderitaan terus-menerus memang merupakan ujian 
terberat bagi Ayyub dan Rahmah, namun Nabi Ayyub tetap bersabar dan 
berzikir menyebut Asma Allah. Diriwayatkan bahwa istrinya berkata, "Hai 
Ayyub, seandainya engkau berdoa kepada Tuhanmu, niscaya dia akan 
membebaskanmu." Namun Nabi Ayyub AS malah menjawab, "Aku telah hidup selama 70 tahun 
dalam keadaan sehat, dan Allah baru mengujiku dalam keadaan sakit selama
 7 tahun. Ketahuilah, itu amat sedikit dibandingkan masa 70 tahun."
Begitulah, Nabi Ayyub menerima ujian dari Allah SWT dengan sabar dan 
ikhlas. Ia telah hidup dalam kenikmatan selama puluhan tahun, maka ia 
merasa malu untuk berkeluh-kesah kepada Allah SWT atas kesengsaraan yang
 hanya beberapa tahun. Sakit Nabi Ayyub membuat tidak ada lagi anggota 
badannya yang utuh kecuali jantung/hati dan lidahnya. Dengan hati dan 
lidahnya ini, Nabi Ayyub AS tak pernah berhenti berzikir kepada Allah, 
baik di waktu pagi, siang, sore dan malam hari.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Rahmah terpaksa bekerja 
pada suatu pabrik roti. Pagi ia berangkat, sorenya ia kembali ke rumah 
pengasingan. Namun lama-kelamaan majikannya mengetahui bahwa Rahmah 
adalah istri Nabi Ayyub yang memiliki penyakit berbahaya. Mereka 
khawatir Rahmah akan membawa baksil yang dapat menular melalui roti, 
oleh sebab itu mereka kemudian memecatnya.
Rahmah yang setia ini masih memikirkan suaminya. Ia meminta agar 
majikannya berkenan memberinya hutang roti, tetapi permintaannya ini 
ditolak. Majikannya hanya mau memberinya roti jika ia memotong gelung 
rambutnya yang panjang, padahal gelung rambut itu sangat disukai 
suaminya. Namun demi untuk mendapatkan roti, Rahmah akhirnya setuju 
dengan usul majikannya itu.
Ternyata, perbuatannya itu membuat Ayyub menduga bahwa ia telah 
menyeleweng. Akhirnya pada suatu hari, mungkin karena sudah tidak tahan 
dengan penderitaan yang terus-menerus dihadapi, Rahmah pamit untuk 
meninggalkan suaminya. Ia beralasan ingin bekerja agar dapat menghidupi 
suaminya. Nabi Ayyub melarangnya, tapi Rahmah tetap bersikeras sembari 
berkeluh-kesah. Sesungguhnya tindakan Rahmah ini pun tak lepas dari 
peranan iblis yang menghasutnya untuk meninggalkan suaminya Ayyub.
Mendengar keluh kesah istrinya, berkatalah Ayyub, "Kiranya kau telah 
terkena bujuk rayu iblis, sehingga berkeluh kesah atas takdir Allah. 
Awas, kelak jika aku telah sembuh kau akan kupukul seratus kali. Mulai 
saat ini tinggalkan aku seorang diri, aku tak membutuhkan pertolonganmu 
sampai Allah menentukan takdir-Nya."
Dengan demikian tinggallah kini Nabi Ayyub seorang diri setelah ia 
mengusir Rahmah istrinya. Di tengah kesendiriannya, Nabi Ayyub AS 
bermunajat kepada Allah SWT dengan sepenuh hati memohon rahmat dan 
kasih-Nya. Allah SWT menerima doa Nabi Ayyub AS yang telah mencapai 
puncak kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi ujian dan cobaan. 
Berfirmanlah Ia kepada Nabi Ayyub, "Hantamkanlah kakimu ke tanah. Dari 
situ akan memancar air yang dengannya kau akan sembuh dari penyakitmu. 
Kesehatanmu akan pulih jika kau mempergunakannya untuk minum dan mandi."
Setelah meminum dan mandi dengan air itu, Ayyub pun sembuh seperti sedia
 kala. Sementara itu Rahmah istrinya yang telah pergi meninggalkannya, 
rupanya lama-kelamaan merasa kasihan dan tak tega membiarkan suaminya 
seorang diri. Ia datang untuk menjenguk, namun ia tak mengenali lagi 
suaminya, karena kini Nabi Ayyub tampak lebih sehat, lebih segar, dan 
lebih tampan. Nabi Ayyub sangat gembira melihat istrinya kembali, namun 
ia teringat sumpahnya yaitu ingin memukul istrinya seratus kali. Ia 
harus melaksanakan sumpah itu, tapi ia bimbang karena bagaimanapun 
istrinya telah turut menderita sewaktu bersamanya 7 tahun ini. Tegakah 
ia memukulnya seratus kali?
Allah mengetahui kebimbangan yang dirasakan Nabi Ayyub AS. Maka 
datanglah wahyu Allah kepada Nabi Ayyub, "Hai Ayyub, ambillah lidi 
seratus batang dan pukullah istrimu sekali saja. Dengan demikian 
tertebuslah sumpahmu." Nabi Ayyub merasa lega dengan jalan keluar yang diwahyukan Allah itu. 
Dengan lidi seratus, dipukulnya istrinya dengan satu kali pukulan yang 
sangat pelan, maka sumpahnya telah terlaksana.
Berkat kesabaran dan keteguhan imannya, Nabi Ayyub AS dikaruniai lagi 
harta benda yang melimpah ruah. Dari Rahmah, ia kemudian memperoleh anak
 bernama Basyar yang kemudian hari menjadi seorang nabi yang dikenal 
dengan nama Zulkifli.
Kisah Nabi Ayyub AS ini merupakan teladan bagi hamba-hamba-Nya dalam hal
 kesabaran dan keteguhan iman. Riwayat Nabi Ayyub AS terdapat dalam 
surat Al-Anbiyâ: 83-84 dan surat Sâd: 41-44.
13. Zulkifli AS
Nama aslinya ialah Basyar, anak Nabi Ayyub AS dari istrinya Rahmah. 
Seperti ayahnya, Zulkifli juga mempunyai sifat yang sabar dan teguh 
dalam pendirian. Ia hidup di sebuah negara yang dipimpin oleh seorang 
Raja yang arif bijaksana. Pada suatu hari Raja tsb mengumpulkan 
rakyatnya dan bertanya, "Siapakah yang sanggup berlaku sabar, jika siang
 berpuasa dan jika malam beribadah?"
Tak ada seorang pun yang berani menyatakan kesanggupannya. Akhirnya anak
 muda bernama Basyar mengacungkan tangan dan berkata ia sanggup 
melakukan itu. Sejak saat itulah ia dipanggil dengan Zulkifli yang artinya sanggup.
Nabi Zulkifli AS juga seorang raja. Di waktu malam ia beribadah dan di 
waktu siang ia berpuasa. Ia juga diangkat menjadi hakim. Tidurnya di 
waktu malam sangat sedikit sekali. Pada suatu malam, ketika ia hendak 
pergi tidur ada seorang tamu yang hendak mengganggunya. Mestinya saat 
itu adalah saat beristirahat bagi Zulkifli, tapi ia melayani tamunya 
dengan sabar.
"Ada apakah saudara kemari di malam hari?", tanya Zulkifli.
"Hamba seorang musafir, barang-barang hamba dirampok di perjalanan", jawab tamu itu.
"Datanglah besok pagi atau petang hari", kata Zulkifli.
Namun besok paginya orang itu tidak datang, padahal Zulkifli sudah 
menunggunya di ruang sidang. Petang harinya orang itu juga tidak datang,
 padahal ia telah menyatakan bersedia untuk datang. Malam harinya, ketika Zulkifli sedang bersiap-siap untuk tidur, orang itu datang lagi. "Mengapa waktu sidang dibuka kau tidak datang?", tanya Zulkifli. "Orang yang merampok saya cerdik Tuanku. Jika waktu sidang dibuka, 
barang saya dikembalikan, jika sidang hendak ditutup, barang saya 
dirampasnya lagi", jawab orang itu.
Pada suatu malam, Raja Zulkifli sangat mengantuk. Ia telah berpesan pada
 penjaga agar menutup semua pintu dan menguncinya. Saat ia hendak 
membaringkan diri, terdengar suara pintu kamarnya diketuk orang.
"Siapa yang masuk?", tanya Zulkifli pada prajurit penjaganya. "Tidak ada seorang pun Tuanku", jawab prajurit penjaganya dengan nada 
heran. Jelas tadi ia mendengar suara pintu diketuk. Lalu diperiksanya 
sekeliling rumah, ternyata ia menemukan seseorang. Ia merasa heran, 
jelas semua pintu telah terkunci rapat. "Bagaimana orang itu bisa masuk?" "Kau bukan manusia, kau pasti iblis!", kata Zulkifli. "Ya, aku memang iblis yang ingin menguji kesabaranmu. Ternyata memang benar, kau orang yang dapat memenuhi kesanggupanmu dulu".
Memang demikianlah adanya. Zulkifli adalah Nabi yang sabar, selalu 
mempergunakan akal sehatnya, tidak pernah marah kepada para tamunya. 
Dikisahkan bahwa suatu hari terjadi peperangan antara negerinya dengan 
pemberontak yang durhaka kepada Allah. Raja Zulkifli memerintahkan 
prajurit dan rakyatnya untuk pergi ke medan juang. Tapi apa yang 
terjadi? Ternyata rakyatnya takut berperang. Mereka takut mati. Rakyatnya hanya mau berperang jika Zulkifli mau mendoakan kepada Allah 
agar Allah menjamin hidup mereka, agar mereka tidak mati. Mendengar itu 
Zulkifli tidak lantas marah, bahkan ia pun bersedia memenuhi permintaan 
rakyatnya untuk berdoa kepada Allah. Maka Allah mewahyukan kepadanya, "Aku telah mengetahui permintaan mereka, dan aku mendengar doamu. Semua 
itu akan Kukabulkan."
Akhirnya dalam peperangan itu mereka memperoleh kemenangan, dan sesuai 
janji Allah, tidak satu pun dari mereka yang mati di medan juang.
Nama Nabi Zulkifli hanya 2 kali disebut dalam Al Qur'an, yaitu dalam 
surat Al-Anbiyâ ayat 85 yang artinya: "Dan (ingatlah kisah) Ismail, 
Idris, dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar." dan
 surat Sâd ayat 48 yang artinya: "Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa, dan 
Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik."
14. Syu'aib AS
Syu'aib adalah salah satu dari 4 nabi bangsa Arab. Tiga nabi lainnya 
adalah Hud, Saleh, dan Muhammad SAW. Ia seorang nabi yang dijuluki juru 
pidato karena kecakapan dan kefasihannya dalam berdakwah.
Nabi Syu'aib AS diutus ke tengah kaum Madyan yang tinggal di Ma'an, 
suatu daerah di pinggir Syam (sekarang Suriah), yang berbatasan dengan 
Hijjaz dan dekat Danau Luth. Sesuai namanya, bangsa Madyan adalah bangsa
 Arab yang bernasab dari Madyan bin Ibrahim AS. Kaum ini menyembah Aikah, yaitu sebidang tanah padang pasir yang ditumbuhi sejumlah pohon.
Dakwah Nabi Syu'aib AS Pada Kaum Madyan
Masyarakat Madyan terkenal korup dan menjalankan praktek-praktek 
perdagangan yang curang. Mereka menggunakan alat ukur yang besar kalau 
membeli dan menggunakan alat ukur yang kecil kalau menjual, sehingga 
kekayaan bertumpuk pada segelintir orang saja.
Dalam kondisi demikian, Nabi Syu'aib AS memperingatkan kaumnya agar 
meninggalkan praktek-praktek yang curang itu, tetapi ia ditanggapi 
dengan kasar, bahkan mereka mengancam akan menyiksa dan merajamnya jika 
ia tidak mau menghentikan dakwahnya.
Akhirnya Nabi Syu'aib AS dan pengikutnya pindah ke negeri lain, karena 
penduduk Madyan sudah tidak bisa diharapkan lagi. Beberapa saat setelah 
Nabi Syu'aib dan pengikutnya pergi, tiba-tiba penduduk Madyan dikejutkan
 oleh adanya gempa maha dahsyat sehingga mereka mati bergelimpangan.
Berdakwah Pada Kaum Ashabul Aikah
Nabi Syu'aib dan pengikutnya pindah ke negeri Aikah sesuai petunjuk 
Allah SWT yang memang menugaskannya berdakwah di sana. Ternyata penduduk 
Aikah juga sama durhakanya dengan penduduk Madyan. Mereka menolak ajakan
 Nabi Syu'aib untuk menyembah Allah. Mereka bahkan mengejek dan 
menantang Nabi Syu'aib agar mensegerakan azab yang dijanjikan Allah.
Karena kedurhakaan mereka ini, akhirnya turunlah azab Allah SWT berupa 
iklim panas yang membakar dan menyesakkan dada. Dengan sia-sia kaumnya 
lari kesana-kemari mencari tempat perlindungan. Saat mereka kebingungan, tiba-tiba muncul segumpal awan hitam. 
Orang-orang menyangka bahwa itu adalah awan pertolongan. Ketika kaum 
durhaka itu bernaung di bawahnya, tiba-tiba awan itu mengeluarkan 
gemuruh yang dahsyat dan menghancurkan mereka semua.
Binasalah kaum yang durhaka itu. Satu pun tak ada yang tersisa. Hanya 
Nabi Syu'aib AS dan para pengikutnya yang bisa selamat berkat rahmat dan
 perlindungan Allah SWT.
Kisah Nabi Syu'aib AS diceritakan dalam surat Asy-Syu'arâ': 176-191, Hûd: 84-95, Al-A'râf: 85-93, dan Al-Hijr: 78-79.
15. Musa AS
Nabi Musa AS diutus untuk berdakwah di negeri Mesir, dan mengajak Bani 
Israil menyembah Allah SWT. Musa dan Harun adalah keturunan ke-4 dari 
Nabi Ya'qub AS yang tinggal di Mesir sejak Nabi Yusuf berkuasa disana.
Mesir saat itu dikuasai oleh Fir'aun. Penduduknya terdiri dari 2 bangsa,
 yaitu penduduk asli Mesir yang disebut sebagai orang Qubti, dan orang 
Israil, yaitu keturunan Nabi Ya'qub AS. Kebanyakan orang Qubti menduduki jabatan-jabatan tinggi, sedang orang 
Israil hanya berkedudukan rendah, seperti buruh, pelayan dan pesuruh.
Firaun memerintah dengan tangan besi. Ia diktator bengis yang tidak 
berperi kemanusiaan. Mabuk dan rakus kekuasaan, sampai-sampai ia berani 
menyebut dirinya sebagai Tuhan.
Kekejaman Fir'aun Membunuh Bayi Laki-Laki
Suatu ketika, Fir'aun bermimpi, yang oleh dukun peramalnya mimpi itu 
diartikan dengan akan lahirnya seorang bayi laki-laki dari Bani Israil 
yang akan merampas kekuasaan raja. Seketika itu Fir'aun menginstruksikan
 seluruh pasukannya untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir.
Ibu Musa, Yukabad, istri Imron bin Qahat bin Lewi bin Ya'qub AS, merasa 
sangat gelisah karena begitu ketatnya penyelidikan para petugas. Suatu 
ketika ibu Musa mendapat petunjuk melalui mimpinya agar anaknya yang 
berusia 3 bulan dimasukkan ke dalam kotak lalu dihanyutkan ke sungai 
Nil. Allah SWT menjamin bahwa bayinya pasti akan selamat, bahkan Yukabad
 kelak tetap akan dapat merawatnya.
Isyarat itu dilaksanakan dengan penuh ketabahan dan tawakal. Kakak Musa 
diperintahkan untuk mengikuti kemana peti itu hanyut dan di tangan 
siapakah Musa nanti ditemukan. Kotak yang berisi bayi itu tiba-tiba 
tersangkut di pohon dan berhenti di belakang rumah Fir'aun. Puteri 
Fir'aun menemukan peti tsb, dan ia adalah seorang yang berpenyakit 
belang. Ketika menyentuh Musa, mendadak penyakitnya sembuh. Dengan 
perasaan gembira ia membawa peti itu kepada Asiah, istri Fir'aun, dan 
memberitahu apa yang telah terjadi. Asiah mengambil bayi itu dan berniat
 untuk memeliharanya.
Asiah adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT. Namun lantaran takut
 oleh kekejaman Fir'aun, ia menyembunyikan keimanannya. Ketika itu 
Fir'aun mendengar adanya wanita cantik bernama Asiah, dan ia pun 
menikahinya. Namun tatkala ia hendak menggauli istrinya itu, seluruh 
badannya tiba-tiba menjadi kaku sehingga ia pun tidak bisa mendekatinya,
 hanya bisa memandangnya.
Fir'aun merasa curiga terhadap bayi yang ditemukan istrinya, tetapi 
Asiah tetap bersikeras untuk memeliharanya karena ia sudah lama 
mendambakan anak. Bayi itu oleh Asiah diberi nama Musa, yang artinya air
 dan pohon (mu = air, sa = pohon).
di antara sejumlah inang pengasuh pilihan Asiah, bayi Musa hanya mau 
menyusu pada Yukabad, sehingga Asiah akhirnya menerima Yukabad sebagai 
inang pengasuh Musa. Dengan demikian janji Allah SWT bahwa Yukabad tetap
 akan mendapatkan kembali bayinya terpenuhi.
Kisah ini dapat ditemui dalam surat Al-Qasas: 4-13.
Musa Meninggalkan Mesir
Setelah selesai masa penyusuan bersama ibunya, Musa dikembalikan lagi ke
 istana Fir'aun. Ia dipelihara sebagaimana anak-anak raja yang lain. 
Berpakaian seperti Fir'aun, mengendarai kendaraan Fir'aun, sehingga ia 
dikenal sebagai Pangeran Musa bin Fir'aun.
Walaupun dididik dalam tradisi istana, sejak kecil Musa memahami bahwa 
ia bukan anak Fir'aun melainkan keturunan Bani Israil yang tertindas. 
Karena prihatin terhadap nasib rakyat yang dianiaya oleh keluarga raja 
dan para pembesar kerajaan, Musa bertekad untuk membela kaumnya yang 
lemah.
Suatu saat tindakan Musa membela seorang anggota kaumnya yang berkelahi 
melawan seorang dari golongan Fir'aun menyebabkan yang terakhir ini 
tewas. Seorang saksi yang melihat kejadian itu lalu melaporkan pada 
Fir'aun. Mengetahui bahwa Musa membela orang Israil, Fir'aun segera 
memerintahkan orang untuk menangkap Musa. Akhirnya Musa melarikan diri 
dan memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Ia bertaubat dan memohon ampun 
kepada Allah. Saat itu ia berusia 18 tahun.
Kisah ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 14-21.
Musa pergi ke Madyan, kota tempat tinggal Nabi Syu'aib AS. Dari Mesir ke
 Madyan harus ditempuh berjalan kaki selama 8 hari. Karena kelelahan dan
 merasa lapar, Musa beristirahat di bawah pepohonan. Tak jauh dari 
tempatnya beristirahat, ia melihat dua orang gadis berusaha berebut 
untuk mendapatkan air di sumur guna memberi minum ternak yang mereka 
gembalakan. Kedua gadis itu berebutan dengan sekelompok pria-pria kasar 
yang tampak tidak mau mengalah. Melihat itu, Musa segera bergerak menolong kedua gadis tsb. Laki-laki 
kasar tadi mencoba melawan Musa, tapi Musa dapat mengalahkan mereka.
Musa Menikah
Kedua gadis ini tak lain adalah putri-putri Nabi Syu'aib AS. Mereka lalu
 melaporkan kejadian yang telah dialami bersama Musa kepada ayah mereka.
 Syu'aib lalu menyuruh kedua putrinya untuk mengundang Musa datang ke 
rumah mereka.
Musa memenuhi undangan itu. Keluarga Syu'aib sangat senang melihat Musa.
 Sikapnya sopan dan tampak sekali ia seorang pemuda bermartabat dari 
kalangan bangsawan. Kepada Syu'aib, Musa menceritakan peristiwa 
pembunuhan yang telah dilakukannya, yang menyebabkan ia terusir dari 
Mesir. Syu'aib menyarankan agar ia tetap tinggal di rumahnya agar 
terhindar dari kejaran orang-orang Fir'aun.
Syu'aib bermaksud menikahkan Musa dengan salah seorang putrinya. Sebagai
 syarat mas kawin, Musa diminta bekerja menggembalakan ternak-ternak 
milik Nabi Syu'aib selama 8 tahun. Musa menyanggupi syarat tsb, bahkan 
ia menggenapkan masa kerjanya menjadi 10 tahun. Ia menjalani 
pekerjaannya dengan sabar. Selama itu, nampaklah oleh keluarga Syu'aib 
bahwa Musa adalah pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat diandalkan.
 Tak salah jika Nabi Syu'aib mengambilnya sebagai menantu. Musa sangat bahagia hidup bersama istrinya. Nabi Syu'aib juga lega karena anaknya mendapat pelindung yang dapat dipercaya.
Kisah tentang hal ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 22-28.
Musa Kembali ke Mesir
Sepuluh tahun setelah meninggalkan Mesir, Musa berniat kembali ke sana 
bersama istrinya. Musa sadar, tidak mustahil bahwa orang-orang Mesir 
masih akan mencarinya, oleh sebab itu ia dan istrinya tidak berani 
melalui jalan biasa melainkan memilih jalan memutar.
Sampai suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana yang harus 
ditempuh untuk meneruskan perjalanan ke Mesir. Saat itulah Musa melihat 
ada cahaya api terang benderang di atas sebuah bukit. Musa berkata 
kepada istrinya, "Tunggu disini, aku akan mengambil api itu untuk 
menerangi jalan kita." Tatkala Musa menghampiri api tsb, tiba-tiba terdengar suara menyeru, "Hai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. 
Sesungguhnya kamu berada di lembah suci Thuwa. Dan aku telah memilih 
kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya 
Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan 
dirikanlah sholat untuk mengingat Aku."
Inilah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa AS. Dengan 
diterimanya wahyu ini, maka Musa telah diangkat sebagai Nabi dan Rasul. 
Sebagai rasul, Allah SWT memberinya mukjizat berupa tongkat yang bisa 
berubah menjadi ular dan tangannya yang dapat bersinar putih cemerlang 
setelah dikepitkan di ketiaknya.
Kisah ini dapat dilihat pada surat Tâhâ: 9-23.
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk berdakwah kepada Fir'aun. 
Musa masih merasa takut karena dulu ia pernah membunuh orang Mesir, 
namun Allah menjanjikan perlindungan untuknya, maka tentramlah hatinya. 
Untuk lebih memantapkan dakwahnya, Musa memohon kepada Allah agar ia 
ditemani oleh Harun, saudaranya, karena Harun amat cakap dalam berbicara
 dan berdebat. Permintaan Musa dikabulkan. Harun yang masih berada di 
Mesir digerakkan hatinya oleh Allah sehingga ia berjalan menemui Musa.
Hal tsb dinyatakan dalam surat Al-Qasas: 32-35 dan surat Tâhâ: 42-47.
Akhirnya bersama-sama Harun, Musa menghadap Fir'aun. Ia mengadakan 
dialog dengan Fir'aun tentang Tuhan. Namun Fir'aun menanggapinya dengan 
sinis dan mengejek Musa tak tahu diri. Dulu ia diasuh dan dibesarkan di 
istana Mesir, tapi kini ia malah berbalik menentang Fir'aun. Musa 
menjawab bahwa semua itu terjadi disebabkan karena ulah Fir'aun sendiri.
 Seandainya Fir'aun tidak memerintahkan membunuh bayi laki-laki, tidak 
mungkin ia dihanyutkan di sungai Nil sampai akhirnya ditemukan dan 
diangkat anak oleh istri Fir'aun. Musa tidak merasa berhutang budi pada 
Fir'aun.
Musa mengatakan bahwa sesungguhnya Fir'aun bukanlah Tuhan. Ada Tuhan 
lain yang berhak disembah, Tuhan nenek moyang mereka, Tuhan seluruh alam
 semesta. Fir'aun sangat murka dan meminta Musa untuk menunjukkan 
tanda-tanda kebesaran Tuhan.
Keberhasilan Musa Melawan Ahli-Ahli Sihir Fir'aun
Di depan masyarakat luas, Nabi Musa AS dapat menunjukkan mukjizatnya 
menghadapi ahli-ahli sihir Fir'aun. Musa mempersilakan ahli-ahli sihir 
Fir'aun untuk mempertunjukkan kebolehan mereka lebih dulu. Mereka lalu 
melemparkan tali dan tongkat-tongkatnya. Tak lama kemudian tali-tali dan
 tongkat-tongkat itu berubah menjadi ular yang ribuan ekor banyaknya. 
Fir'aun tertawa bangga menyaksikan kebolehan para ahli sihirnya. 
Masyarakat yang hadir disana juga terkagum-kagum.
Dengan tenang Musa melemparkan tongkatnya, tongkat itu segera berubah 
menjadi ular yang sangat besar dan langsung melahap ular-ular para ahli 
sihir Fir'aun. Dalam waktu singkat, ular-ular itu habis ditelan oleh 
ular Nabi Musa.
Para ahli sihir itu terbelalak heran. Apa yang diperlihatkan Musa 
bukanlah seperti sihir yang mereka pelajari dari syaitan. Sadar akan hal
 itu, para ahli sihir tsb berlutut kepada Musa, dan menyatakan diri 
sebagai pengikut ajaran yang dibawanya. Mereka bertaubat dan hanya akan 
menyembah Allah saja.
Kisah ini dijelaskan dalam surat Asy-Syu'arâ': 18-51.
Fir'aun sangat murka melihat pembelotan para ahli sihir yang telah 
bertaubat itu. Ia mengancam akan menyiksa mereka dengan siksaan yang 
sangat kejam, namun para ahli sihir itu tetap memilih menjadi pengikut 
Musa. Akhirnya Fir'aun memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki 
mereka, serta menyalib mereka di batang pohon kurma. Mereka pun 
menerimanya dengan sabar dan tetap beriman kepada Allah. Jumlah mereka 
saat itu 70 orang.
Azab Bagi Fir'aun dan Pengikutnya
Kejengkelan Fir'aun memuncak setelah Nabi Musa AS memperoleh pengikut 
yang lebih banyak. Fir'aun menjadi semakin kejam terhadap Bani Israil. 
Nabi Musa AS senantiasa menyuruh kaumnya untuk bersabar menghadapi 
kesewenang-wenangan Fir'aun. Fir'aun pun tak henti-hentinya mengejek dan
 menghina Musa.
Karena semakin lama tindakan Fir'aun makin merajalela, Nabi Musa AS 
berdoa kepada Allah SWT agar Fir'aun dan pengikutnya diberi azab. Allah 
SWT mengabulkan doa Musa. Kerajaan Fir'aun dilanda krisis keuangan. 
Selain itu wilayah Mesir dilanda kemarau panjang. Banyak panen yang 
gagal, tanaman dan pepohonan banyak yang mati, disusul badai topan yang 
merobohkan rumah-rumah mereka. Jutaan belalang berdatangan menyerbu 
hewan dan perkebunan, juga kutu dan katak. Setelah kemarau, muncul 
banjir besar. Akibat banjir itu kemudian juga muncul wabah penyakit. 
Anak laki-laki bangsa Mesir mendadak mati, tak terkecuali anak-anak 
Fir'aun sendiri, termasuk putra mahkota.
Pengikut Fir'aun mendatangi Nabi Musa AS untuk memohon agar azab itu 
dicabut dari mereka dengan janji mereka akan beriman. Namun ketika Allah
 SWT mengabulkan permintaan itu, mereka ingkar terhadap janjinya.
Riwayat ini terdapat dalam surat Al-Mu'minûn: 26, Az-Zukhruf: 51-54, Yûnus: 88-89, dan Al-A'râf: 130-135.
Peristiwa Laut Merah Terbelah
Bani Israil yang makin menderita karena ulah Fir'aun dan pengikutnya 
meminta Nabi Musa AS untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Setelah 
mendapat wahyu dari Allah agar mengajak kaumnya pergi meninggalkan 
Mesir, Musa lalu membawa kaumnya ke Baitulmakdis. Mereka pergi secara 
diam-diam di malam hari. Ketika sampai di tepi Laut Merah, mereka baru 
menyadari bahwa tentara Fir'aun mengejar mereka. Para pengikut Musa 
sangat panik karena tidak bisa lari kemana pun. Saat itulah turun wahyu 
agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun membelah hingga 
terbentang jalan bagi Musa dan pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun 
dan tentaranya mengejar rombongan itu, namun ketika Musa dan pengikutnya
 telah sampai di tepi sementara Fir'aun dan tentaranya masih di tengah 
laut, atas perintah Allah laut pun kembali menutup hingga Fir'aun dan 
pasukannya tenggelam.
Di saat-saat terakhir menjelang kematiannya, Fir'aun sempat bertaubat 
dan menyatakan diri beriman kepada Allah. Namun taubat menjelang ajal 
yang dilakukan oleh Fir'aun itu sudah terlambat dan tidak lagi diterima 
oleh Allah, sehingga matilah ia dalam keadaan tetap kafir.
Kisah tentang ini terdapat dalam surat Tâhâ: 77-79, Asy-Syu'arâ: 60-68, dan Yûnus: 90-92.
Ternyata, mayat Fir'aun tetap utuh sebagaimana disebutkan dalam 
Al-Qur'an surat Yûnus: 92, sebagai tanda bagi umat yang kemudian. Ini 
telah terbukti dengan diketemukannya mummi Fir'aun (Pharaoh) di Mesir 
pada abad ke-20 M.
Karunia Bagi Bani Israil
Dalam perjalanan ke Mesir, Bani Israil sangat manja. Saat mereka haus, 
Musa memukulkan tongkatnya ke batu. Dari batu tsb, memancarlah 12 mata 
air, sesuai dengan jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga 
masing-masing suku memiliki mata air sendiri. Di Gurun Sinai yang panas terik, tak ada rumah untuk dihuni, tak ada 
pohon untuk berteduh, maka Allah menaungi mereka dengan awan. Ketika bekal makanan dan minuman mereka habis, mereka pun meminta Musa 
memohon pada Allah SWT agar diberikan makanan dan minuman, maka Allah 
menurunkan kepada mereka Manna dan Salwa. Manna adalah makanan yang 
turun dari udara seperti turunnya embun, turun di atas batu dan daun 
pohon. Rasanya manis seperti madu. Sedang Salwa adalah sejenis burung 
puyuh yang datang berbondong-bondong silih berganti sampai-sampai hampir
 menutupi bumi lantaran banyaknya.
Mendapat karunia dan rezki yang demikian melimpahnya dari Allah, Bani 
Israil bukannya bersyukur, malah mereka meminta makanan dari jenis yang 
lain lagi. Disinilah mulai terlihat betapa Bani Israil itu sangat kufur 
terhadap nikmat Allah.
Berbagai tuntutan dan permintaan dari Bani Israil ini diceritakan dalam surat Al-A'râf: 160 dan Al-Baqarah: 61.
Turunnya Kitab Taurat
Setelah persoalan dengan Fir'aun selesai, Nabi Musa AS memohon untuk 
diberikan kitab suci sebagai pedoman. Allah SWT lalu memerintahkan Nabi 
Musa AS untuk berpuasa selama 30 hari dan pergi berkhalwat ke Bukit Thur
 Al-Aiman atau Thursina. Sebelum pergi, Musa meminta Harun menjadi 
wakilnya untuk mengurus kaumnya.
Setelah berpuasa selama 30 hari, Allah memerintahkannya berpuasa 10 hari
 lagi untuk menggenapkan ibadahnya menjadi 40 hari. Setelah itu Allah 
berbicara kepadanya dengan Kalam-Nya yang Azali, sehingga Musa pun 
memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia lain.
Dalam kesempatan bermunajat di Bukit Thursina ini, timbul kerinduan Musa
 untuk bertemu Allah SWT. Ia pun meminta agar Allah SWT mengizinkan 
dirinya untuk melihat Zat-Nya. Allah SWT mengatakan bahwa ia telah 
meminta sesuatu yang diluar kesanggupannya. Allah SWT kemudian menyuruh 
Musa untuk melihat ke sebuah bukit. Allah akan menampakkan wujudnya 
kepada bukit itu. Jika bukit itu tetap tegak berdiri, maka Musa dapat 
melihat-Nya, namun jika bukit yang lebih besar darinya itu tak mampu 
bertahan, maka lebih-lebih lagi dirinya. Ketika Musa mengarahkan 
pandangan ke bukit tsb, seketika itu juga bukit itu hancur luluh. 
Melihat itu Musa merasa terkejut dan ngeri, ia pun jatuh pingsan.
Setelah sadar, ia bertasbih dan bertahmid seraya memohon ampun kepada 
Allah SWT atas kelancangannya. Selanjutnya, Allah SWT memberikan kitab 
Taurat sebagai kitab suci yang berupa kepingan-kepingan batu. Di 
dalamnya tertulis pedoman hidup dan penuntun beribadah kepada Allah SWT.
Kisah munajat Nabi Musa AS di Bukit Thursina ini diceritakan dalam surat Al-A'râf: 142-145.
Patung Anak Sapi
Sepeninggal Nabi Musa AS, Bani Israil dihasut oleh seorang munafik 
bernama Samiri. Karena keyakinan tauhid mereka yang memang belum terlalu
 tebal, dengan mudah mereka termakan hasutan Samiri. Bani Israil membuat
 patung anak sapi yang disembah sebagai tuhan mereka.
Sebelum pergi ke bukit Thursina, Musa berkata kepada kaumnya bahwa ia 
akan meninggalkan mereka tidak lebih dari 30 hari. Ketika Allah 
memerintahkannya untuk menambah ibadahnya 10 hari lagi sehingga 
bertambah lama kepergiannya, maka mereka menganggapnya telah 
melupakannya. Samiri mengatakan kepada Bani Israil bahwa keterlambatan 
Musa ini disebabkan karena mereka telah membuat marah Tuhan dengan 
mengambil perhiasan-perhiasan dari kuburan orang-orang Mesir. Maka untuk
 meminta ampun kepada Tuhan dan agar Musa mau kembali pada mereka, 
mereka harus melemparkan perhiasan-perhiasan tsb ke dalam api.
Mereka pun percaya dengan hasutan Samiri. Para wanita-wanita Bani Israil
 lalu melemparkan perhiasan-perhiasan emas mereka ke dalam api. Dari 
emas yang terkumpul itu Samiri lalu membuat patung anak sapi. Dengan 
teknik khusus, ia membuat angin bisa masuk dan menimbulkan suara dari 
mulut patung itu sehingga seolah-olah patung itu dapat berbicara. 
Kemudian Samiri menyuruh Bani Israil   untuk menyembahnya.
Nabi Harun AS tidak berdaya menghadapi kaumnya yang kembali murtad itu. 
Ketika Nabi Musa AS kembali, ia sangat marah dan bersedih hati melihat 
perilaku kaumnya. Mula-mula ia pun marah kepada Harun yang dianggapnya 
tidak bisa menjaga kaumnya dengan baik, namun setelah mendengar 
penjelasan dari Harun, ia pun tenang kembali. Ia mengusir Samiri dan 
menjelaskan pada kaumnya tentang perbuatan mereka yang salah. Sebagai 
hukuman, Samiri diberi kutukan oleh Allah, jika ia disentuh atau 
menyentuh manusia, maka badannya akan menjadi panas demam. Itulah azab 
Samiri di dunia, seumur hidupnya ia tidak bisa berhubungan dengan siapa 
pun.
Setelah Samiri pergi, Musa membakar patung anak sapi sembahan Bani 
Israil dan membuang abunya ke laut. Allah SWT kemudian memerintahkan 
Musa AS agar membawa sekelompok kaumnya untuk memohon ampun atas dosa 
mereka menyembah patung anak sapi. Musa mengajak 70 orang terpilih dari 
Bani Israil ke Bukit Thursina. Setelah mereka berpuasa menyucikan diri, 
muncullah awan tebal di bukit itu. Nabi Musa AS dan rombongannya 
memasuki awan gelap itu dan bersujud. Ketika bersujud, 70 orang itu 
mendengar percakapan antara Nabi Musa AS dengan Allah SWT. Timbul 
keinginan mereka untuk melihat Zat Allah. Bahkan mereka menyatakan tidak
 akan beriman sebelum melihat-Nya. Seketika itu pula tubuh mereka 
tersambar halilintar hingga mereka pun tewas.
Nabi Musa AS memohon agar kaumnya diampuni dan dihidupkan kembali. Maka 
Allah SWT pun membangkitkan kembali 70 orang pengikut Musa itu. Musa 
lalu menyuruh mereka bersumpah untuk berpegang teguh pada kitab Taurat 
sebagai pedoman hidup, dan beriman kepada Allah SWT.
Cerita ini terdapat dalam Al Qur'an surat Al-A'râf: 149-155 dan Al-Baqarah: 55, 56, 63, 64.
Sapi Betina (Al Baqarah)
Suatu hari terjadi peristiwa pembunuhan di antara kaum Nabi Musa. Untuk 
mengetahui siapa pembunuh orang tsb, atas petunjuk Allah SWT, Musa 
memerintahkan kaumnya untuk mencari seekor sapi betina. Dengan lidah 
sapi itu nantinya mayat yang terbunuh akan dipukul dan akan hidup lagi 
atas kehendak dan izin dari Allah SWT.
Kaum Bani Israil sebenarnya enggan melaksanakan perintah ini, karenanya 
mereka sangat cerewet dan banyak bertanya dengan harapan supaya Allah 
SWT akhirnya membatalkannya, sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur'an 
surat Al-Baqarah: 67-71.
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya Allah 
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. Mereka berkata: Apakah 
kamu hendak menjadikan kami buah ejekan? Musa menjawab: "Aku berlindung 
kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang 
jahil. (QS. 2:67)." Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami, agar dia 
menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu?" Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi yang 
tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa 
yang diperintahkan kepadamu. (QS. 2:68)." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia 
menerangkan kepada kami apa warnanya." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah 
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang 
kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya. 
(QS. 2:69)." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia 
menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena 
sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami 
insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu). (QS. 
2:70)." Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah 
sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak 
pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka
 berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang 
sebenarnya. Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka 
tidak melaksanakan perintah itu. (QS. 2:71)."
Nama surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina diambil karena dalam surat ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina.
Dapat dilihat pada ayat-ayat tsb bahwa sikap Bani Israil yang cerewet 
justru telah menyulitkan mereka sendiri. Seandainya ketika diperintahkan
 pertama kali mereka langsung melaksanakannya, tentulah mereka tidak 
akan repot, tetapi mereka malah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang 
rumit sehingga hampir saja mereka tidak dapat menemukan sapi sesuai 
ciri-ciri yang diterangkan oleh Musa.
Begitu sapi sudah diperoleh, mereka lalu menyembelihnya dan lidah sapi 
itu dipukulkan ke tubuh mayat orang yang terbunuh. Seketika itu ia 
menjadi hidup kembali dan menceritakan bahwa ia telah dibunuh oleh 
sepupunya sendiri.
Allah Mengharamkan Tanah Palestina Bagi Bani Israil
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS membawa kaumnya ke Palestina, 
tempat suci yang telah dijanjikan bagi Nabi Ibrahim AS sebagai tempat 
tinggal anak cucunya. Bani Israil yang telah mendapat berbagai karunia 
dari Allah SWT adalah kaum yang keras kepala dan tidak bersyukur.
Sebelum mengajak kaumnya berhijrah, Musa mengutus perintis jalan untuk 
menyelidiki tentang penduduk penghuni Palestina. Ketika kembali, para 
perintis jalan itu mengabarkan bahwa tanah suci tsb dihuni oleh suku 
Kana'an yang kuat-kuat, dan kota-kotanya memiliki benteng yang kokoh. 
Mengetahui hal itu, merasa gentarlah Bani Israil dan tidak mau mematuhi 
perintah Musa untuk menyerang. Mereka hanya mau kesana jika suku itu 
telah disingkirkan terlebih dahulu.
Nabi Musa AS sangat marah terhadap sikap kaumnya itu, karena sikap tsb 
mencerminkan bahwa mereka belum benar-benar beriman kepada Allah SWT, 
padahal Allah SWT telah berjanji bahwa dengan pertolongan-Nya mereka 
akan mampu mengalahkan suku Kana'an. Di antara Bani Israil itu, ada 2 
orang bertakwa yang menasihati mereka agar masuk dari pintu kota supaya 
mereka bisa menang. Akan tetapi Bani Israil menolak nasihat itu dan 
melontarkan kepada Musa kalimat yang menunjukkan pembangkangan dan sifat
 pengecut, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, sementara 
kami menunggu di sini."
Habislah kesabaran Musa. Ia lalu memanjatkan doa agar Allah SWT 
memberikan putusan-Nya atas sikap kaumnya. Sebagai hukuman bagi Bani 
Israil yang menolak perintah Allah SWT, Allah SWT mengharamkan wilayah 
Palestina selama 40 tahun bagi mereka. Mereka akan tersesat, padahal 
tanah yang dijanjikan sudah ada di depan mata. Selama itu mereka akan 
berkeliaran di muka bumi tanpa memiliki tempat bermukim yang tetap.
Hal ini dikisahkan dalam surat Al-Maidah: 20-26.
Pertemuan Musa dengan Orang Saleh
Pada suatu kesempatan berkhutbah di hadapan kaumnya, Nabi Musa AS 
mengatakan bahwa dirinyalah yang paling pandai dan berpengetahuan. Allah
 SWT menegur sikapnya ini dan berfirman, "Sesungguhnya Aku mempunyai 
seorang hamba di tepi laut yang lebih pandai darimu." Berkatalah Musa, "Wahai Tuhanku, apa yang harus kuperbuat untuk bertemu dengannya?" Allah berfirman, "Ambillah seekor ikan kecil dan letakkan di dalam 
keranjang. Dimanapun engkau kehilangan ikan itu, maka disitulah ia 
berada."
Musa melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah kepadanya. Ia 
mengambil seekor ikan kecil, kemudian ia pergi dengan ditemani seorang 
sahayanya. Saat mereka tiba di pertemuan antara dua buah laut, mereka 
duduk sejenak untuk beristirahat. Tertidurlah mereka, sementara saat itu
 turun hujan sehingga ikan yang mereka bawa dapat melompat dan meluncur 
ke laut.
Sahaya Musa mengetahui hal ini, namun ia lupa memberitahukannya kepada 
Musa. Mereka terus melanjutkan perjalanan. Ketika mereka merasa lapar 
dan hendak makan, saat itulah sahaya Musa teringat akan ikan yang hilang
 itu, maka ia pun memberitahu Musa. Mendengar itu Musa sangat gembira. "Inilah yang kita cari. Mari kita kembali untuk mengikuti jejak dimana 
ikan itu hilang."
Belum sampai di tempat yang dituju, Musa telah bertemu dengan orang yang
 dimaksud. Hamba Allah SWT yang saleh itu dikenal dengan nama Nabi 
Khidir AS. Nabi Musa AS yang ingin belajar dari hamba-Nya yang saleh itu
 meminta agar diizinkan mengikuti Nabi Khidir. Nabi Khidir menjawab 
bahwa ia tidak akan dapat sabar atas keikutsertaannya, karena ia akan 
melihat tindakan-tindakan yang bertentangan dengan syariatnya. Namun 
Musa berkata bahwa ia akan bersabar dan tidak akan menentang urusan Nabi
 Khidir. Akhirnya Nabi Khidir mengizinkan Musa untuk mengikutinya, namun
 dengan syarat bahwa Musa tidak boleh mempertanyakan tindakan-tindakan 
yang akan dilakukannya, karena pada akhirnya ia akan menceritakan 
rahasia di balik tindakan-tindakannya itu.
Pergilah Musa bersama Nabi Khidir menyusuri tepi laut. Tiba-tiba lewat 
di depan mereka sebuah kapal, maka keduanya meminta kepada 
penumpang-penumpangnya untuk mengangkut mereka. Mereka diizinkan 
menumpang, lalu keduanya pun naik ke kapal itu. Saat para penumpang 
lengah, Nabi Khidir melubangi dinding kapal yang terbuat dari kayu itu 
sedemikian rupa sehingga kerusakannya akan mudah untuk diperbaiki. 
Musa yang melihat kejadian ini merasa ngeri dan tanpa sadar ia lupa 
dengan perjanjiannya untuk tidak mengajukan pertanyaan apa pun, maka ia 
pun berkata, "Apakah engkau merusak kapal orang-orang yang telah 
menghormati kita? Engkau telah melakukan sesuatu yang tercela."
Nabi Khidir mengingatkan kepada Musa akan perjanjian mereka, maka 
sadarlah Musa, ia meminta supaya jangan dihukum atas kelupaannya ini. 
Keduanya lalu meneruskan perjalanan dan bertemu dengan seorang anak yang
 sedang bermain bersama kawan-kawannya. Nabi Khidir lalu membujuk anak 
itu ikut dengannya dan membawanya ke tempat yang agak jauh dari 
teman-temannya, lalu ia membunuhnya. Panas hati Musa melihat perbuatan 
yang keji ini sehingga dengan marah ia berkata, "Apakah engkau membunuh 
jiwa yang suci bersih tanpa dosa? Engkau telah berbuat sesuatu yang 
mungkar." Nabi Khidir kembali mengingatkan Musa akan syarat yang berlaku antara 
keduanya. Musa menyesal atas ketidaksabarannya. Ia pun berkata, "Jika 
setelah ini aku bertanya lagi kepadamu, maka janganlah menemani aku, 
karena sudah cukup alasan bagiku untuk berpisah denganmu."
Kemudian keduanya pun meneruskan perjalanan kembali. Saat merasa haus 
dan lapar, masuklah mereka ke sebuah desa. Mereka meminta kepada 
penghuninya supaya bersedia memberi mereka makan dan menjadikan mereka 
sebagai tamu, namun permintaan mereka ini ditolak dengan kasar oleh 
penghuni desa tsb. Dalam perjalanan pulang, mereka mendapati sebuah dinding yang hampir 
roboh. Nabi Khidir lalu memperbaiki dinding yang roboh itu dan 
mendirikan bangunannya. Melihat ini, Musa tidak tahan lalu bertanya, "Apakah engkau mau membalas orang-orang yang telah mengusir kita dengan 
memperbaiki dinding rumah mereka? Andaikata engkau kehendaki, engkau 
bisa meminta upah atas pekerjaanmu untuk membeli makanan."
Dengan timbulnya pertanyaan Musa ini, maka berpisahlah ia dengan Nabi 
Khidir. Namun sebelum berpisah, Nabi Khidir menjelaskan rahasia-rahasia 
perbuatannya. Ia berkata, "Mengenai kapal yang aku lubangi dindingnya, 
itu adalah kepunyaan beberapa orang miskin yang tidak punya harta selain
 itu, dan aku mengetahui bahwa ada seorang raja yang suka merampas 
setiap kapal yang baik dari pemiliknya. Sebab itu aku merusaknya sedikit
 supaya nantinya mudah diperbaiki lagi, dan bila raja melihatnya ia pun 
menduga kapal itu adalah kapal yang buruk sehingga ia akan membiarkannya
 pada pemiliknya dan selamatlah kapal itu pada mereka. Mengenai anak kecil yang aku bunuh, ia adalah seorang anak yang 
menampakkan tanda-tanda kerusakan sejak kecil, sedang kedua orangtuanya 
adalah orang-orang yang beriman dan saleh. Aku khawatir rasa kasih 
sayang orangtua terhadap anaknya akan membuat mereka menyeleweng dari 
kesalehan mereka dan menjerumuskannya ke dalam kekafiran dan 
kesombongan, maka aku pun membunuhnya untuk menenangkan kedua orangtua 
yang beriman ini, dan anak yang jahat itu semoga akan diberi gantinya 
oleh Allah SWT dengan anak yang lebih baik dan lebih berbakti serta 
lebih sayang kepada kedua orangtuanya. Adapun dinding rumah yang kudirikan, itu adalah milik dua anak yatim di 
kota itu yang di bawahnya terdapat harta terpendam kepunyaan mereka, dan
 ayah mereka adalah seorang yang saleh. Maka Tuhan-Mu yang Maha Pemurah 
ingin menjaga harta itu bagi mereka sampai mereka dewasa dan 
mengeluarkannya. Semua yang kuperbuat itu bukanlah atas usahaku, melainkan itu adalah 
wahyu dari Allah SWT. Dan inilah penjelasan dari kejadian-kejadian yang 
mana engkau tidak bisa bersabar."
Kisah pertemuan Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS ini terdapat dalam surat Al-Kahfi: 60-82.
Kisah Qarun dan Hartanya
Tersebutlah seorang pengikut Nabi Musa AS yang sangat kaya, yang bernama
 Qarun. Meskipun sangat kaya, namun ia tidak mau menyedekahkan hartanya 
bagi fakir miskin. Nasihat-nasihat Nabi Musa AS tidak dipedulikannya, 
bahkan ia mengejek dan memfitnah Nabi Musa AS.
Guna memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh pada kaumnya, Musa 
memanjatkan doa agar Allah SWT menurunkan azabnya pada diri hartawan 
itu. Allah SWT lalu memberi azab dengan menguburkan semua harta kekayaan
 beserta diri Qarun melalui bencana tanah longsor yang dahsyat.
Kisah Qarun dan hartanya ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 76-82.
Larangan Hari Sabath
Sesuai dengan syariat dalam Taurat, Nabi Musa menentukan hari Sabtu 
sebagai hari untuk berkumpul dan beribadah. Pada hari itu kaum Bani 
Israil dilarang untuk melakukan usaha apa pun, termasuk berniaga dan 
mencari ikan. Namun pada hari Sabtu tsb justru ikan-ikan sangat banyak 
terlihat di laut. Sesungguhnya ini merupakan kehendak Allah SWT untuk menguji keimanan dan
 ketaatan Bani Israil. Ternyata mereka tidak tahan dengan ujian ini dan 
melanggar larangan hari Sabath, oleh sebab itu Allah kemudian mengutuk 
sebagian mereka menjadi kera.
Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah: 65 dan Al-A'râf: 166.
16. Harun AS
Nabi Harus AS diutus oleh Allah SWT untuk membantu tugas kerasulan Nabi 
Musa AS. Dalam berbicara, ia lebih cakap daripada Nabi Musa AS. Ketika 
Nabi Musa AS pergi ke Bukit Sina untuk menerima wahyu, umatnya 
dititipkan kepada Nabi Harus AS. Namun setelah Nabi Musa AS kembali, ia 
mendapati mereka telah menyembah patung anak sapi. Melihat itu, Musa 
sangat marah dan bersedih hati. Dalam Al Qur'an diceritakan: "Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih 
hati berkatalah dia: Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan 
sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Rabbmu? Dan 
Musa melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala 
saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: Hai anak
 ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir
 mereka mau membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh 
gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan 
orang-orang yang zalim. (QS Al-A'râf: 150)."
Akhirnya Musa pun sadar, ia lalu berdoa kepada Allah SWT seperti tersebut dalam Al Qur'an:
Musa berdoa: "Ya Rabbku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami
 ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para
 penyayang. (QS Al-A'râf: 151)."
Nabi Harun AS wafat sebelum Nabi Musa AS. Ia dikuburkan oleh Nabi Musa AS di Bukit Hur di Gurun Sinai.
17. Daud AS
Nabi Daud AS adalah salah seorang nabi dari Bani Israil, yaitu dari 
sibith Yahuda. Ia merupakan keturunan ke-13 dari Nabi Ibrahim AS.
Thalut Sang Raja
Sesudah Nabi Harun dan Nabi Musa wafat, kaum Bani Israil dipimpin oleh 
Nabi Yusya' bin Nun, yang memang telah ditunjuk oleh Nabi Musa untuk 
menggantikan beliau sesaat sebelum kewafatannya. Berkat kepemimpinan 
Yusya' bin Nun mereka dapat menguasai tanah Palestina dan bertempat 
tinggal di istana. Namun setelah Yusya bin Nun wafat, mereka terpecah 
belah. Isi kitab Taurat berani mereka rubah dan ditambah-tambah. Mereka 
sering bersilang pendapat sesama mereka sendiri, hingga akhirnya 
hilanglah kekuatan persatuan mereka. Tanah Palestina diserbu dan 
dikuasai bangsa lain.
Bani Israil menjadi bangsa jajahan yang tertindas. Mereka merindukan 
datangnya seorang pemimpin yang tegas dan gagah berani untuk melawan 
penjajah. Pada suatu hari, mereka pergi menemui Nabi Samuel untuk 
meminta petunjuk. "Wahai Samuel, angkatlah salah seorang di antara kami 
sebagai Raja yang akan memimpin kita berperang melawan penjajah." Tetapi Nabi Samuel menjawab, "Aku khawatir bila sudah mendapat pemimpin 
yang dipilih Allah, kalian justru tidak mau berangkat perang." "Kita sudah lama menjadi bangsa tertindas," kata mereka. "Kita tidak mau menderita lebih lama lagi."
Karena didesak oleh kaumnya, Nabi Samuel kemudian berdoa kepada Allah 
SWT agar menetapkan satu di antara mereka menjadi pemimpin. Doa Nabi 
Samuel dikabulkan, Allah memilih Thalut sebagai Raja yang memimpin 
mereka. Tapi ternyata begitu mendengar nama Thalut diucapkan oleh Nabi 
Samuel, mereka justru menolak dengan alasan bahwa Thalut tidak begitu 
dikenal, ia hanya seorang petani biasa yang sangat miskin.
Nabi Samuel kemudian menjelaskan bahwa walaupun Thalut itu petani biasa,
 namun ia pandai strategi perang, tubuhnya kekar dan kuat, dan pandai 
tentang ilmu tata negara. Baru akhirnya mereka mau menerima Thalut 
sebagai Raja mereka.
Kisah Jalut dan Daud
Thalut mengajak orang-orang yang tak punya ikatan rumah tangga dan 
perdagangan ke medan perang. Dengan memilih orang-orang terbaik itu, ia 
berharap mereka dapat memusatkan diri pada pertempuran dan tak terganggu
 dengan urusan rumah tangga dan perdagangan.
Salah seorang anak muda yang ikut dalam barisan Thalut adalah seorang 
remaja bernama Daud. Ia diperintah oleh ayahnya untuk menyertai kedua 
kakaknya yang maju ke medan perang. Daud tidak diperkenankan maju ke 
garis depan, ia hanya ditugaskan untuk melayani kedua kakaknya. 
Tempatnya di garis belakang. Jika kakaknya lapar atau haus, dialah yang 
melayani dan menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka.
Tentara Thalut sebenarnya tidak seberapa banyak. Jauh lebih banyak dan 
lebih besar tentara Jalut Sang Penindas (Goliath). Jalut sendiri adalah 
seorang panglima perang yang bertubuh besar seperti raksasa. Setiap 
orang yang berhadapan dengannya selalu binasa. Tentara Thalut gemetar 
saat melihat keperkasaan musuh-musuhnya itu. Demi melihat tentaranya 
ketakutan, Thalut berdoa kepada Allah, "Ya Tuhan kami, curahkanlah 
kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah 
kami terhadap orang-orang yang kafir."
Maka dengan kekuatan doa itu mereka menyerbu tentara Jalut. Tak mengira 
lawan yang berjumlah sedikit itu mempunyai keberanian bagaikan singa 
terluka, akhirnya pasukan Jalut dapat diporak-porandakan dan lari 
tercerai berai.
Tinggallah Jalut Sang Panglima dan beberapa pengawalnya yang masih 
tersisa. Thalut dan pengikutnya tak berani berhadapan dengan raksasa 
itu. Lalu Thalut mengumumkan, siapa yang dapat membunuh Jalut maka ia 
akan diangkatnya sebagai menantu. Tak disangka dan diduga, Daud yang 
masih berusia remaja tampil ke depan, minta izin kepada Thalut untuk 
menghadapi Jalut. Mula-mula Thalut ragu, mampukah Daud yang masih sangat
 belia itu mengalahkan Jalut? Namun setelah didesak oleh Daud, akhirnya 
ia mengizinkan anak muda itu maju ke medan perang.
Dari kejauhan Thalut mengawasi sepak terjang Daud yang menantang Jalut. 
Jalut memang sombong. Ia telah berteriak berkali-kali, menantang 
orang-orang Israil untuk berperang tanding. Ia juga mengejek bangsa 
Israil sebagai bangsa pengecut dan hinaan-hinaan lainnya yang 
menyakitkan hati. Tiba-tiba Daud muncul di hadapan Jalut. Jalut tertawa terbahak-bahak 
melihat anak muda itu menantangnya duel. Daud tidak membawa senjata 
tajam. Senjatanya hanya ketapel. Berkali-kali Jalut melayangkan 
pedangnya untuk membunuh Daud, namun Daud dapat menghindar dengan 
gesitnya. Pada suatu kesempatan, Daud berhasil melayangkan peluru 
ketapelnya tepat di antara kedua mata Jalut. Jalut berteriak keras, roboh dengan dahi pecah, dan tewaslah ia. Dengan 
demikian menanglah pasukan Thalut melawan Jalut. Sesuai janji, Daud lalu
 diangkat sebagai menantu Raja Thalut. Ia dinikahkan dengan putri Thalut
 yang bernama Mikyai.
Daud Menjadi Raja
Di samping menjadi menantu Raja, Daud juga diangkat sebagai penasihatnya.
 Ia dihormati semua orang, bahkan rakyatnya seolah lebih menghormati 
Daud daripada Thalut. Hal ini membuat Thalut iri hati. Karenanya ia 
berusaha mencelakakan Daud ke medan perang yang sulit. Daud ditugaskan 
membasmi musuh yang jauh lebih kuat dan lebih besar jumlahnya. Namun 
Daud justru memenangkan pertempuran itu dan kembali ke istana dengan 
disambut luapan kegembiraan rakyatnya.
Thalut makin merasa iri dan tersaingi atas kepopuleran Daud di mata 
rakyatnya. Ia terus mencoba membunuh dan menyingkirkan Daud dengan 
berbagai cara, namun selalu menemui kegagalan. Daud seolah selalu 
dilindungi Allah.
Akhirnya terjadilah perang Jalbu' antara Thalut dan Daud serta pendukung
 mereka. Dalam peperangan itu Thalut tewas. Setelah kematian Thalut dan 
putra mahkotanya yang juga mati dalam pertempuran tsb, maka rakyat 
langsung mengangkat Daud sebagai Raja Israil.
Mukjizat Nabi Daud AS
Allah SWT menurunkan kitab Zabur bagi Nabi Daud AS. Selain Zabur, 
keistimewaan Nabi Daud AS lainnya adalah setiap pagi dan senja 
gunung-gunung bertasbih atas perintah Allah SWT mengikuti tasbihnya. 
Nabi Daud AS juga memahami bahasa burung-burung. Binatang juga mengikuti
 tasbih Nabi Daud AS.
Keistimewaannya dalam beribadah ini diterangkan dalam surat Shâd: 17-19 dan Saba': 10.
Selain itu kerajaannya yang kuat belum pernah sekalipun dapat 
terkalahkan. Sebaliknya, Nabi Daud AS selalu mendapat kemenangan dari 
semua lawannya. Ia menduduki takhta kerajaan selama 40 tahun.
Diantaranya mukjizatnya adalah Nabi Daud dapat melunakkan besi seperti 
lilin, kemudian ia dapat merubah-rubah bentuk besi itu tanpa memerlukan 
api atau peralatan apapun. Dari besi itu, ia dapat membuat baju besi 
yang dikokohkan dengan tenunan dari bulatan-bulatan rantai yang saling 
menjalin secara berkesinambungan. Jenis baju ini membuat pemakainya 
lebih bebas bergerak, karena tidak kaku seperti baju besi biasa yang 
dibuat dari besi lembaran.
Tentang mukjizatnya ini disebutkan dalam surat Saba': 10 dan Al-Anbiyâ': 80.
Nabi Daud juga dikaruniai suara yang sangat merdu sekali. Kitab Zabur 
yang diturunkan kepadanya selain berisi pelajaran dan peringatan, juga 
berisi nyanyian puji-pujian kepada Tuhan. Nyanyian ini sering juga 
disebut dengan Mazmur.
Nabi Daud membagi hari-harinya menjadi 4 bagian. Sehari untuk beribadah,
 sehari ia menjadi hakim, sehari untuk memberikan pengajaran, dan sehari
 lagi untuk kepentingan pribadi. Ia juga suka berpuasa. Ia melakukan 
puasa dua hari sekali, sehari berpuasa, sehari lagi tidak.
Peringatan Allah Pada Nabi Daud AS
Para nabi adalah manusia yang menjadi contoh teladan umat. Jika ia 
melakukan kesalahan, maka Allah segera memperingatkannya untuk 
meluruskan kesalahannya itu. Demikian pula halnya dengan Nabi Daud. Ia 
memiliki istri 99 orang. Ketika itu memang tidak ada pembatasan jumlah 
istri yang boleh dimiliki oleh seorang lelaki. Seorang lelaki biasa 
untuk memiliki banyak istri, terlebih lagi bagi seorang raja. Nabi Daud 
ingin menggenapkan istrinya menjadi 100 orang.
Pada suatu hari, datanglah dua orang lelaki mengadu kepada Nabi Daud. 
Seorang di antara mereka berkata, "Saudaraku ini memiliki kambing 99 
ekor, sedang aku hanya memiliki seekor, tetapi ia menuntut dan 
mendesakku agar menyerahkan kambingku yang seekor itu kepadanya, supaya 
jumlah kambingnya menjadi genap 100 ekor. Ia membawa berbagai alasan 
yang tak bisa kubantah karena aku tak pandai berdebat."
Daud lalu bertanya pada lelaki yang satu lagi, "Benarkah ucapan saudaramu itu?"
"Benar," jawab lelaki itu.
Berkatalah Daud dengan marah, "Jika demikian halnya, maka saudaramu 
telah berbuat zalim. Aku tidak akan membiarkanmu meneruskan perbuatanmu 
yang semena-mena itu atau engkau akan mendapat hukuman pukulan pada 
wajah dan hidungmu!"
"Hai Daud!", kata lelaki itu, "Sebenarnya engkaulah yang pantas mendapat 
hukuman yang kau ancamkan kepadaku itu. Bukankah engkau telah mempunyai 
99 istri? Tetapi mengapa kau masih menyunting lagi seorang gadis yang 
sudah bertunangan dengan pemuda yang menjadi tentaramu sendiri? Padahal 
pemuda itu sangat setia dan berbakti kepadamu."
Nabi Daud tercengang mendengar ucapan yang tegas dan berani dari lelaki 
itu. Ia berpikir keras, siapakah sesungguhnya kedua orang ini? Tetapi 
tiba-tiba kedua pria itu sudah hilang lenyap dari pandangannya. Tahulah 
Nabi Daud bahwa ia telah diperingatkan Allah melalui malaikat-Nya. Ia 
segera bertaubat memohon ampun kepada Allah, dan Allah menerima 
taubatnya.
Pelanggaran Terhadap Hari Sabath
Suatu ketika rakyat Nabi Daud AS bersepakat untuk melanggar ketentuan 
yang menyatakan hari Sabtu (Sabath) sebagai hari besar untuk Bani 
Israil, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi Musa AS. Hari Sabat 
dikhususkan untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, menyucikan hati dan
 pikiran dengan berzikir dan bersyukur atas segala nikmat yang telah 
diberikan-Nya, serta memperbanyak amal dan diharamkan melakukan 
kesibukan-kesibukan yang bersifat duniawi.
Penduduk desa Ailat di tepi Laut Merah juga mematuhi perintah itu. Pada 
hari Sabtu mereka tidak menangkap ikan, tetapi pada hari Sabtu itu 
justru ikan-ikan di laut banyak menampakkan diri. Akhirnya penduduk 
Ailat tidak dapat menahan diri untuk melanggar larangan hari Sabtu itu. 
Hari Sabtu mereka gunakan untuk mengumpulkan ikan.
Azab Allah SWT pun turun kepada mereka. Wajah mereka diubah menjadi 
wajah yang amat buruk, kemudian terjadi gempa bumi yang dahsyat. Kisah 
ini diriwayatkan dalam surat Al-A'râf: 163-166.
Asal-Usul Baitul Maqdis
Pada suatu hari, berjangkitlah penyakit kolera di wilayah kerajaan yang 
dikuasai Nabi Daud AS. Banyak rakyat yang mati karena penyakit ini. Nabi
 Daud kemudian berdoa kepada Allah agar menghilangkan wabah ini, maka 
hilanglah penyakit itu. Untuk menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah, maka Nabi Daud mengajak 
putranya, Sulaiman, untuk membangun tempat suci, yaitu Baitul Maqdis, 
yang sekarang kita kenal sebagai Masjidil Aqsha di Yerusalem, Palestina.
 Tempat inilah yang menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum beralih ke
 Ka'bah.
18. Sulaiman AS
Nabi Sulaiman AS adalah putra Nabi Daud AS. Setelah Nabi Daud AS wafat, 
Nabi Sulaiman AS menggantikannya sebagai Raja. Mukjizatnya yang paling 
terkenal adalah ia diberi keistimewaan oleh Allah SWT dapat memerintah 
bukan hanya kepada manusia, melainkan juga kepada hewan, angin, dan jin.
 Nabi Sulaiman dapat menjadikan angin bertiup atas perintahnya ke tempat
 yang ia kehendaki. Allah pun menundukkan syaitan-syaitan untuk melayani
 Sulaiman. Di antara mereka ada yang bisa membangun istana dan 
benteng-benteng, ada yang bertugas menyelam di laut untuk mengeluarkan 
mutiara dan batu-batu mulia, sebagaimana Allah memberi kekuasaan pada 
Sulaiman atas syaitan-syaitan yang kafir sehingga ia mampu mengikat 
mereka untuk mencegah kejahatan mereka. Allah SWT juga memberinya 
mukjizat berupa kemampuan mengerti bahasa binatang.
Kearifan Nabi Sulaiman AS Sebagai Hakim
Pada suatu malam, sekelompok kambing memasuki kebun seseorang tanpa 
sepengetahuan penggembalanya, hingga rusaklah tanaman di kebun itu. Maka
 pemilik kebun kemudian datang mengadu kepada hakim Daud AS. "Wahai Nabi
 Allah, sesungguhnya kami telah membajak tanah kami dan menanaminya 
serta memeliharanya. Tapi ketika tiba waktu panen, datanglah kambing 
orang-orang ini pada suatu malam dan memakan tanaman di kebun kami 
hingga habis seluruhnya."
"Benarkah apa yang dikatakan oleh mereka ini?", tanya Daud.
"Ya", jawab mereka.
Kemudian Daud bertanya tentang harga tanaman dari orang yang satu dan 
harga kambing dari orang yang lain. Ketika mengetahui harga keduanya 
hampir sama, maka ia pun berkata kepada pemilik kambing, "Berikanlah 
kambingmu kepada pemilik tanaman sebagai ganti rugi bagi mereka atas 
binasanya tanaman mereka."
Namun putranya Sulaiman yang hadir menyaksikan pengadilan ini memberikan
 usul lain, "Saya mempunyai pendapat yang berbeda dalam perkara ini. 
Menurut saya, pemilik kambing sebaiknya memberikan kambing mereka kepada
 pemilik tanaman, dan mengambil manfaatnya berupa bulu wol, susu, dan 
anak-anak kambing tsb. Sedangkan ia sendiri mengambil alih tanaman yang 
telah rusak itu, menanaminya kembali dan mengairi serta memeliharanya 
hingga tumbuh tanamannya. Apabila telah tiba waktu panen, mereka harus 
menyerahkan hasil tanaman itu kepada pemiliknya, dan menerima kembali 
kambing mereka. Dengan demikian semua pihak akan mendapatkan keuntungan 
dan manfaat."
Luar biasa bijaksana dan arifnya Nabi Sulaiman ini dalam memberikan 
keputusan. Semua pihak pun langsung menyetujui usulnya yang hebat itu. 
Berkatalah Daud pada putranya, "Engkau telah memutuskan hukum dengan 
tepat, anakku." Dan ia pun berfatwa seperti apa yang diputuskan oleh 
Sulaiman.
Kisah ini diceritakan dalam Al-Qur'an surat Al-Anbiyâ': 78-79.
Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu Bilqis
Pada suatu hari, Nabi Sulaiman mengadakan apel besar bagi seluruh bala 
tentaranya, baik dari golongan manusia, jin, syetan, dan binatang, semua
 diperintahkan untuk berkumpul menghadap Nabi Sulaiman AS. Semua sudah 
hadir kecuali seekor burung bernama Hudhud.
"Mengapa burung Hudhud belum datang?", tanya Nabi Sulaiman. "Sesungguhnya
 jika ia tidak bisa memberi alasan yang jelas atas keterlambatannya, 
sebagai hukuman aku akan menyembelihnya."
Tak berapa lama kemudian burung itu datang dan bersujud di hadapan nabi 
Sulaiman. Hampir saja burung itu terkena hukuman kalau tidak segera 
mengajukan alasan kenapa ia terlambat datang. "Ampunilah hamba Tuanku, hamba memang telah terlambat. Tetapi hamba 
membawa kabar yang sangat penting. Di negeri Saba hiduplah seorang Ratu 
yang bernama Ratu Bilqis. Ia mempunyai singgasana yang agung. 
Kerajaannya luas dan rakyatnya hidup dengan makmur. Namun sayang mereka 
tidak menyembah Allah. Mereka disesatkan oleh iblis sehingga menyembah 
matahari."
Menjawablah Nabi Sulaiman, "Aku percaya dengan berita yang kaubawa itu. 
Tetapi aku akan menyelidiki dulu kebenaran beritamu. Bawalah suratku 
untuk Ratu Bilqis. Kalau sudah diterimanya nanti, sembunyilah kau di 
celah-celah jendela, dan dengarkanlah apa yang akan dilakukannya."
Maka terbanglah burung Hudhud ke negeri Saba yang terletak di kota 
Yaman. Ia menyerahkan surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis. Kemudian 
sesuai perintah, ia bersembunyi di balik celah jendela. Ratu Bilqis 
membaca surat itu, isinya kurang lebih seperti ini:
Surat ini datang dari Sulaiman: "Dengan menyebut nama Allah yang Maha 
Pemurah lagi Maha Penyayang. Janganlah kamu berlaku sombong terhadapku 
dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri." Setelah membaca surat itu, Ratu Bilqis memanggil seluruh abdi dan 
penasihatnya untuk bermusyawarah. Ratu Bilqis tidak ingin terjadi 
peperangan yang hanya merusak keindahan istana dan merugikan rakyat. 
Maka sebagai hasil dari musyawarah itu, diputuskan bahwa ia hanya akan 
mengirimkan hadian kepada Sulaiman melalui utusannya. Jika Sulaiman 
menerima hadiahnya, tahulah ia bahwa Sulaiman hanyalah seorang raja yang
 senang menerima hadiah. Tetapi jika ia seorang nabi, ia hanya ingin 
agar mereka mengikuti agamanya.
Berangkatlah utusan Ratu Bilqis ke Palestina dengan membawa berbagai 
hadiah yang indah-indah dan mahal-mahal. Ketika mereka sampai di istana 
Nabi Sulaiman, mereka sangat tercengang. Kerajaan Saba tidak ada 
apa-apanya dibandingkan dengan keindahan dan kemegahan kerajaan 
Sulaiman.
Ketika para utusan itu hendak menyerahkan hadiah mereka, dengan tegas 
Nabi Sulaiman menolak hadiah-hadiah itu karena ia memiliki harta benda 
yang jauh lebih baik daripada hadiah yang diberikan oleh Ratu Bilqis. 
Kepada para utusan tsb, ia meminta kedatangan Ratu Bilqis agar Ratu itu 
memeluk agama Islam dan meninggalkan penyembahan terhadap matahari. Jika
 menurut, maka kerajaan Saba akan selamat, jika membangkang maka Nabi 
Sulaiman akan mengerahkan bala tentaranya yang tidak mungkin akan 
dilawan oleh Ratu Bilqis.
Para utusan itu segera kembali ke Negeri Saba. Mereka melaporkan segala 
apa yang dilihatnya tentang Sulaiman dan kerajaannya yang jauh lebih 
besar, megah, dan kuat dibanding negeri Saba. Akhirnya diputuskanlah 
bahwa Ratu Bilqis akan datang memenuhi permintaan Nabi Sulaiman AS.
Sulaiman mengetahui perjalanan Bilqis menuju ke negerinya, maka ia pun 
bermaksud menunjukkan suatu mukjizat kepadanya sebagai bukti atas 
kenabiannya. Sulaiman bertanya kepada jin yang ada di dekatnya, "Siapakah yang sanggup mendatangkan singgasana Bilqis kepadaku untuk 
melihat kekuasan Allah berlangsung di hadapan mereka?" Jin Ifrit berkata, "Aku sanggup membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu." Akan tetapi ada seorang anak buah Sulaiman lainnya yang bernama Ashif 
bin Barkiya yang memiliki ilmu dari kitab-kitab Samawi berkata, "Aku 
sanggup mendatangkannya lebih cepat dari kejapan mata." Maka tiba-tiba saja singgasana itu pun telah ada di hadapan Nabi Sulaiman AS.
Sementara itu dengan diiringi ribuan prajurit, Ratu Bilqis penguasa Saba
 datang menemui Nabi Sulaiman di Palestina. Ia benar-benar tercengang 
menyaksikan keindahan dan kemegahan kerajaan Nabi Sulaiman. Ratu Bilqis 
merasa malu mengingat betapa dulu ia telah mengirimkan hadiah kepada 
Nabi Sulaiman untuk melunakkan hatinya agar Nabi Sulaiman tidak 
menyerang Negeri Saba.
Ketika ia masuk ke istana Nabi Sulaiman, Nabi Sulaiman bertanya, "Apakah singgasana ini serupa dengan singgasana kerajaanmu?". "Ya, sepertinya memang milikku," kata Ratu Bilqis seraya memeriksa 
singgasana itu. Setelah memeriksanya, akhirnya ia yakin bahwa itu memang
 singgasananya. Maka berkatalah ia kepada Sulaiman, "Sesungguhnya aku 
telah mengetahui kekuasaan Allah dan kebenaran kenabianmu sebelum ini, 
yaitu tatkala datang burung Hudhud membawa surat darimu. Namun yang 
menghalangi-halangi kami untuk menyatakan keimanan kami adalah karena 
kami hidup di tengah-tengah kaum yang sudah mendalam kekufurannya. 
Itulah yang membuat kami menyembunyikan keimanan kami hingga saat ini 
kami datang menghadapmu."
Nabi Sulaiman tersenyum lalu mempersilakan Ratu Bilqis memasuki 
istananya. Lantai di istana itu terbuat dari kaca tipis yang di bawahnya
 dialiri air. Ratu Bilqis mengira itu benar-benar aliran air sungai, 
karenanya ia menyingkapkan sedikit kainnya hingga nampaklah betisnya. 
Nabi Sulaiman segera memberitahu bahwa lantai itu terbuat dari kaca 
putih yang tipis. Ratu Bilqis tersipu malu. Serta merta ia bersujud dan 
menyatakan keimanannya kepada Allah SWT. "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku, dan 
aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan Semesta Alam."
Wafatnya Nabi Sulaiman AS
Hampir tak seorang pun mengetahui saat kematian Nabi Sulaiman, baik dari
 golongan jin maupun manusia. Kematian Nabi Sulaiman AS baru diketahui 
setelah tongkat yang digunakannya bersandar rapuh dimakan rayap dan 
beliau jatuh tersungkur ke lantai.
Doa Nabi Sulaiman telah dikabulkan Allah, yaitu tidak ada seorang pun 
yang memiliki kerajaan besar dan kaya raya seperti kerajaannya. Namun 
meskipun kaya raya dan berkuasa, Nabi Sulaiman tetap patuh dan tunduk 
pada perintah Allah SWT.
Kisah Nabi Sulaiman AS terdapat dalam Al-Quran surat An-Naml: 15-44, dan Saba': 12-14.
19. Ilyas AS
Nabi Ilyas AS adalah keturunan ke-4 dari Nabi Harun AS. Ia diutus oleh 
Allah SWT kepada kaumnya, Bani Israil, yang menyembah patung berhala 
bernama Ba'al. Berulang kali Nabi Ilyas AS memperingatkan kaumnya, namun
 mereka tetap durhaka.
Karena itulah Allah SWT menurunkan musibah kekeringan selama 
bertahun-tahun, sehingga mereka baru tersadar bahwa seruan Nabi Ilyas AS
 itu benar. Setelah kaumnya tersadar, Nabi Ilyas AS berdoa kepada Allah 
SWT agar musibah kekeringan itu dihentikan. Namun setelah musibah itu 
berhenti, dan perekonomian mereka memulih, mereka kembali durhaka kepada
 Allah SWT. Akhirnya kaum Nabi Ilyas AS kembali ditimpa musibah yang 
lebih berat daripada sebelumnya, yaitu gempa bumi yang dahsyat sehingga 
mereka mati bergelimpangan.
20. Ilyasa AS
Setelah Nabi Ilyas AS meninggal dunia, ia digantikan oleh anak angkatnya
 yang bernama Ilyasa. Nabi Ilyasa AS melanjutkan misi ayah angkatnya dan
 kaumnya kembali taat kepadanya. Selama masa kepemimpinan Nabi Ilyasa 
ini kaum Bani Israil hidup rukun, tentram, makmur, karena berbakti dan 
bertakwa kepada Allah. Akan tetapi setelah ia wafat, kaumnya kembali 
durhaka. Akhirnya kaumnya dilanda kesengsaraan, dan pada saat-saat 
seperti itu lahirlah Nabi Yunus AS.
21. Yunus AS
Nabi Yunus bin Mata diutus oleh Allah SWT untuk menghadapi penduduk 
Ninawa, suatu kaum yang keras kepala, penyembah berhala, dan suka 
melakukan kejahatan. Berulang kali Nabi Yunus AS memperingatkan mereka, 
tetapi mereka tidak mau berubah, apalagi karena Nabi Yunus AS bukan dari
 kaum mereka. Hanya ada 2 orang yang bersedia menjadi pengikutnya, yaitu
 Rubil dan Tanuh. Rubil adalah seorang yang alim bijaksana, sedang Tanuh
 adalah seorang yang tenang dan sederhana.
Nabi Yunus AS Meninggalkan Kaumnya
Karena tak mendapat sambutan yang baik dari penduduk Ninawa, Nabi Yunus 
memberi ultimatum pada kaumnya, jika dalam tempo 30 hari mereka tidak 
mau insyaf, tidak bertaubat kepada Allah, maka akan diturunkan siksa. 
Akan tetapi Allah mencela batas waktu yang ditetapkan Nabi Yunus, dan 
memerintahnya untuk menambahnya menjadi 40 hari. Nabi Yunus pun menuruti
 perintah Allah, dan mengabarkan pada kaumnya bahwa batas waktu mereka 
diubah menjadi 40 hari. Tetapi rupanya kaumnya tidak menggubris tenggang
 waktu itu. Mereka malah menantang dan berani menunggu datangnya siksa 
itu.
Karena kesal, Nabi Yunus lalu pergi meninggalkan penduduk Ninawa menuju 
suatu tempat. Sepeninggal Nabi Yunus AS, setelah 40 hari tiba-tiba 
muncullah awan gelap di pagi hari, semakin siang mereka melihat cahaya 
merah seperti api hendak turun dari langit. Mereka sangat ketakutan. 
Berbondong-bondong mereka mencari Nabi Yunus, tapi tak ada seorang pun 
yang tau dimana keberadaannya.
Mereka lalu bertobat dan berdoa dengan khusyu kepada Allah. Semua orang,
 baik laki-laki maupun perempuan, tak ketinggalan juga anak-anak saling 
menangis dan mengembalikan barang-barang rampasan kepada pemiliknya. 
Maka Allah SWT menerima taubat mereka, dan mencabut kembali azab-Nya.
Nabi Yunus AS Dalam Perut Ikan
Setelah meninggalkan kaum Ninawa, Nabi Yunus AS tiba di suatu tempat di 
pinggir laut. Disana ia menjumpai sejumlah orang yang bergegas naik 
perahu. Nabi Yunus meminta izin pada mereka agar diperbolehkan ikut, dan
 mereka mengizinkannya. Namun ketika berada di tengah laut tiba-tiba 
badai menerjang. Sang Nahkoda meminta salah satu dari penumpang untuk 
turun agar yang lain terselamatkan. Setelah diundi berkali-kali, selalu 
nama Nabi Yunus AS yang keluar, sehingga ia pun pasrah. Ia menganggap 
bahwa itu sudah kehendak Allah SWT, dan ia pun terjun ke laut.
Begitu melompat ke laut, tiba-tiba seekor ikan besar menelannya dan 
membawanya ke pantai. Di dalam perut ikan itu Nabi Yunus menyadari 
kesalahannya telah meninggalkan kaumnya. Ia pun berdoa dan bertaubat 
kepada Allah memohon ampunannya. Atas kesungguhan doanya, maka 
sesampainya di pantai, Nabi Yunus dikeluarkan kembali dari perut ikan 
dalam keadaan sakit dan lemah. Setelah Allah mengembalikan kesehatan dan
 kekuatannya, Nabi Yunus AS mendapat wahyu agar kembali ke Ninawa untuk 
membina kaumnya yang sudah sadar itu.
Kisah Nabi Yunus AS terdapat di Al Qur'an dalam surat Yûnus: 98, As-Saffât: 139-148, dan Al-Anbiyâ: 87-88.
22. Zakaria AS
Nabi Zakaria AS adalah pemimpin Bani Israil. Ia sangat mendambakan 
seorang anak, namun ia merasa pesimis karena usianya yang sudah sangat 
lanjut. Nabi Zakaria AS lalu berdoa kepada Allah SWT agar diberi seorang
 anak. Akhirnya doanya terkabul. Di usianya yang ke-90, ia dikaruniai 
anak laki-laki yang diberi nama Yahya.
Ketika mendengar kabar yang dibawa oleh malaikat bahwa ia akan 
dikaruniai anak dan istrinya akan segera mengandung, Zakaria sempat 
merasa tidak yakin, lalu ia memohon kepada Allah SWT agar diberi tanda 
untuk mengetahui bilamana istrinya telah hamil. Maka Allah 
memberitahukan kepadanya bahwa tandanya ialah dia tidak akan dapat 
berbicara dengan manusia dan bertukar pikiran kecuali dengan isyarat 
tangan, mata, menggoyangkan kepala atau semacam itu, dan hal itu 
berlangsung selama 3 hari berturut-turut. Selama 3 hari itu, hendaklah 
ia memperbanyak tasbih di waktu pagi dan petang, karena meskipun tidak 
dapat berbicara dengan orang lain, namun ia tetap dapat beribadah dan 
bertasbih.
Kisah ini tedapat dalam surat Maryam: 7-11.
Kelahiran Maryam binti Imran
Zakaria adalah paman dan wali pemelihara Maryam binti Imran. Imran 
adalah salah seorang penguasa dan Ulama Bani Israil yang meninggal dunia
 ketika Maryam masih dalam kandungan ibunya. Maryam adalah gadis suci 
yang setiap hari selalu beribadah kepada Allah SWT di mihrabnya di 
Baitulmakdis. Sesuai nazar yang diucapkan ibunya sejak Maryam masih 
dalam kandungan, hak pemeliharaan Maryam diperoleh Nabi Zakaria AS 
melalui undian karena begitu banyaknya ulama Bani Israil yang ingin 
menjadi wali gadis suci itu.
Ketika memelihara Maryam, banyak keanehan yang dialami Nabi Zakaria AS 
yang semakin meyakinkannya bahwa Maryam berada dalam pemeliharaan Allah 
SWT. Antara lain Nabi Zakaria AS menyaksikan bahwa dalam mihrab Maryam 
terdapat buah-buahan musim panas, padahal tidak seorang pun dapat masuk 
ke sana, lagipula saat itu adalah musim dingin. Maryam mengatakan bahwa 
buah-buahan itu datang dari Allah SWT.
Kisah kelahiran Maryam dan pemeliharaan Nabi Zakaria AS terhadapnya terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 35-37 dan 42-44.
Wafatnya Nabi Zakaria AS
Yahya putra Zakaria meninggal lebih dulu daripada ayahnya. Setelah 
kematian Yahya, perhatian orang-orang yang beriman beralih kepada Nabi 
Zakaria AS yang sudah tua. Mereka meminta pendapat tentang masalah 
pernikahan antara ayah dan kemenakan yang ingin dilakukan oleh Raja 
Hirodus, namun sama seperti Nabi Yahya AS, Nabi Zakaria AS juga tetap 
berpegang teguh pada syariat Taurat bahwa pernikahan semacam itu 
diharamkan.
Akibat sikapnya ini, Raja Hirodus menjadi marah dan memerintahkan 
prajuritnya untuk menangkap Nabi Zakaria AS. Namun rakyat melindungi 
nabi yang sudah berusia lanjut itu. Sampai pada suatu hari, Nabi Zakaria
 AS bersembunyi di sebuat hutan, mendadak hutan itu dikepung oleh bala 
tentara Hirodus yang dibantu tentara Romawi. Nabi Zakaria AS melihat 
sebuah pohon besar yang bagian tengahnya membelah. Masuklah ia ke dalam 
pohon itu, sehingga tentara Hirodus tak dapat menemukannya.
Tetapi iblis yang menyerupai wujud manusia memberitahukan tempat 
persembunyian Nabi Zakaria AS ini kepada tentara Hirodus. Para prajurit 
itu sebenarnya tidak terlalu percaya, namun mereka menggergaji pula 
pohon yang dimaksud. Mendadak dari pohon itu keluar darah. Dengan 
demikian mereka mengira telah membunuh Nabi Zakaria AS. Benarkah demikian? Hanya Allah SWT yang Maha Tahu apa sebenarnya yang telah menimpa diri Nabi Zakaria AS.
23. Yahya AS
Nabi Yahya AS adalah putra tunggal Nabi Zakaria AS. Meskipun ia 
dilahirkan oleh pasangan yang sudah sangat tua, namun ia tetap tumbuh 
sebagai manusia yang normal dan sehat. Kisah kelahiran Nabi Yahya AS 
terdapat dalam surat Ali-'Imrân: 38-41.
Oleh kaumnya, Nabi Yahya AS dikenal sebagai orang alim, menguasai 
soal-soal keagamaan, dan hapal kitab Taurat, dan menjadi hakim dalam 
hukum agama. Dalam usahanya menegakkan kebenaran, Yahya dikenal sangat 
berani.
Pada masa itu, Hirodus, penguasa Palestina, merencanakan menikah dengan 
kemenakannya sendiri, Hirodia. Hirodia sendiri merasa senang jika 
diperistri oleh seorang raja. Ia adalah seorang gadis yang haus kekuasan
 dan harta.
Yahya melarang pernikahan ini karena bertentangan dengan syariat kitab 
Taurat dan Zabur. Seluruh istana pun gempar, mereka setuju dengan 
pendapat Yahya. Raja menjadi malu dan murka. Ia dan Hirodia berusaha 
mencari jalan untuk membungkam mulut Yahya, bahkan bila perlu 
membunuhnya.
Maka suatu hari, dengan berdandan cantik Hirodia datang menemui Yahya di
 rumahnya. Ia mencoba merayu Yahya untuk melakukan perbuatan mesum. Ia 
berharap sesudah melakukan perbuatan nista itu Yahya akan menjadi 
penurut dan tidak lagi menentang pernikahannya dengan Raja Hirodus. 
Tentu saja rayuan ini ditolak dengan tegas oleh Yahya. Pemuda itu tidak 
tergoda sedikit pun, bahkan sebaliknya ia merasa jijik dengan sikap 
Hirodia yang sangat tidak bermoral itu. Ia mengusir Hirodia dengan suara
 sangat keras seolah menggelegar di telinga Hirodia. Hirodia merasa malu
 dan terhina sekali, karenanya ia merasa dendam dan sangat membenci 
Yahya.
Ia lalu memfitnah Yahya dengan mengadu kepada Hirodus bahwa Yahya telah 
mencoba memperkosanya. Tentu saja fitnahan Hirodia ini membakar 
kemarahan Raja Hirodus. Ia mengutus bala tentaranya untuk memenggal 
kepala Yahya. Para tentara itu sebenarnya keberatan, namun jika menolak 
mereka diancam dengan hukuman yang sangat berat. Maka dengan segala cara
 mereka berusaha menangkap Yahya, membawanya ke penjara dan memenggal 
kepalanya disana.
Nabi Yahya AS dikenal sebagai seorang pembabtis, yaitu memandikan 
orang-orang berdosa yang bertaubat di tepi sungai Yordan. Pemandian itu 
bukan berarti mensucikan dosa, melainkan hanya sebagai tanda bahwa orang
 yang dimandikan telah bertaubat. Jadi taubatnya inilah yang insya Allah
 akan mensucikan dosanya.
24. Isa AS
Kelahiran Isa yang aneh. Di antara kekuasaan Allah adalah menciptakan Adam tanpa ayah dan ibu, 
menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam, serta menciptakan Isa tanpa 
ayah. Ya, Nabi Isa AS adalah putra Maryam binti Imran yang dilahirkan tanpa 
ayah, karena Maryam hamil tanpa berhubungan dengan laki-laki.
Maryam adalah wanita salehah yang sehari-hari beribadah kepada Allah SWT
 di mihrabnya di Baitulmakdis. Suatu ketika ia didatangi malaikat yang 
memberitahukan bahwa ia mengandung atas seizin Allah SWT. Maryam merasa 
sangat sedih dan cemas karena khawatir namanya akan tercemar. Menjelang 
kelahiran bayinya, ia segera meninggalkan daerah tempat tinggalnya. Di 
bawah sebatang pohon kurma, jauh dari tempat asalnya, Maryam melahirkan.
Peristiwa aneh ini akhirnya diketahui juga oleh penduduk. Mereka menuduh
 Maryam berbuat zina, namun keajaiban terjadi, bayi yang baru dilahirkan
 itu menyelamatkan ibunya dengan ucapan yang fasih bahwa ibunya tidak 
melakukan kesalahan dan semua ini terjadi semata-mata kehendak Allah 
SWT. Bayi Maryam inilah yang kelak menjadi Nabi Isa AS.
Kisah kelahiran Nabi Isa AS terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 45-48, dan 
59, surat Maryam: 16-35, Al-Anbiyâ: 91, dan At-Tahrîm: 12.
Mukjizat Nabi Isa AS
Sejak kecil, Isa telah menunjukkan perilaku yang berbeda dibanding 
anak-anak sebayanya. Ia sangat haus ilmu pengetahuan. Sejak usia 12 
tahun ia telah menghabiskan seluruh waktunya untuk menuntut ilmu dan 
menghadiri pertemuan serta diskusi para ulama di Baitulmakdis.
Nabi Isa AS, yang dalam agama Nasrani dikenal dengan nama Yesus Kristus,
 menerima tugas kenabian pada usia 30 tahun di Bukit Zaitun. Ia segera 
memproklamasikan kerasulannya pada Bani Israil. Saat itu kehidupan 
keagamaan Bani Israil sudah jauh menyimpang dari ajaran Nabi Musa AS. 
Bahkan sebagian dari mereka telah murtad.
Para pemuka Bani Israil menuntut Isa membuktikan kenabiannya. Allah SWT 
memberikan banyak mukjizat bagi Isa, diantaranya ia dapat menghidupkan 
orang mati, menyembuhkan sejumlah penyakit, menyembuhkan mata orang yang
 buta sejak lahir, membuat burung hidup dari tanah liat, dan 
memberitahukan kepada orang-orang tentang apa yang mereka makan dan 
mereka simpan di rumah-rumah mereka. Mukjizatnya ini ditunjukkan pada Bani Israil, dan dalam waktu relatif singkat, Nabi Isa AS berhasil memperoleh banyak pengikut.
Selain mukjizat-mukjizat tsb, Allah SWT juga menganugerahi kitab Injil. Sejumlah keistimewaan Nabi Isa AS dikisahkan dalam Al Qur'an surat Ãli-'Imrân: 49-50 dan Al-Mâ'idah: 110.
Kabar tentang akan datangnya Nabi Akhir Zaman
Di antara tugas Nabi Isa AS adalah memberitahukan tentang akan datangnya
 utusan Allah di akhir zaman yang bernama Ahmad, sebagaimana diterangkan
 dalam Al-Qur'an surat Ash-Shâf: 6.
Dan (ingatlah) ketika 'Isa putera Maryam' berkata: "Hai Bani Israil, 
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang 
turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan 
(datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad
 (Muhammad). Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa 
bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata. 
(QS. 61:6)." Isa menyebut Nama Muhammad dengan perkataan Paraclet yang berasal dari 
kata Piracletus dalam bahasa Yunani. Kata ini memang terdapat dalam 
Injil bahasa Yunani. Dalam bahasa Yunani, Piracletus artinya yang 
terpuji. Arti ini sama dengan kata bahasa Arab Ahmad (=terpuji) atau 
Muhammad (=orang yang terpuji).
Pengangkatan Isa ke Sisi Allah SWT
Nabi Isa AS diutus oleh Allah kepada Bani Israil untuk meluruskan akhlak
 kaum Bani Israil yang telah menyimpang dari ajaran Taurat dan Zabur 
yang dibawa oleh Nabi Musa AS dan Nabi Daud AS. Dalam berdakwah, Nabi 
Isa AS didampingi para sahabatnya yang disebut al-Hawâriyyûn, yang 
jumlahnya 12 orang, sesuai dengan jumlah suku (sibith) Bani Israil, 
sehingga masing-masing hawari ini ditugaskan untuk menyampaikan risalah 
Injil bagi masing-masing suku Bani Israil.
Nama-nama ke-12 hawari itu menurut Injil adalah sebagai berikut:
- Simon bin Yunus (alias Petrus).
- Andreas bin Yunus.
- Yakub bin Zabdi.
- Yahya bin Zabdi (alias Yohannes).
- Pilipus.
- Natanael (alias Bartolomius).
- Thomas.
- Matius bin Alpius (alias Lewi, pemungut cukai dari Kapernaum).
- Yakub bin Alpius.
- Lebeus (alias Tadius).
- Simon Zelotes (dari Kanani).
- Yudas Iskariot.
Kisah para sahabat Nabi Isa AS ini terdapat dalam surat Al-Mâ'idah: 
111-115 dan surat Ãli-'Imrân: 52. Dalam surat tsb diceritakan bahwa 
al-Hawâriyyûn meminta Nabi Isa AS menurunkan makanan dari langit. Nama 
surat Al-Maidah yang berarti makanan diambil karena mengandung kisah 
ini. Kejadian turunnya makanan dari langit ini makin menambah ketebalan 
iman para pengikut Isa AS.
Karena makin lama pengikut Isa AS semakin banyak, para pemuka Yahudi 
makin kehilangan pengaruh. Mereka lalu membuat sejumlah tuduhan palsu 
terhadap Isa yang mengakibatkan pihak penguasa Romawi memutuskan untuk 
menangkap Isa. Allah SWT yang melindungi rasul-Nya menyelamatkan Isa 
dengan mengangkatnya ke sisi-Nya. Sementara itu, Yudas, murid Isa AS 
yang munafik dan berkhianat dengan menunjukkan tempat persembunyian Nabi
 Isa AS kepada musuh yang mengejarnya, wajahnya dibuat oleh Allah SWT 
menjadi serupa dengan Isa AS, sehingga dialah yang kemudian diambil 
pasukan raja dan disalib di tiang kayu.
Kisah ini terdapat dalam surat Ãli-'Imrân: 55 dan An-Nisâ: 157-158.
Menurut riwayat, 6 tahun setelah pengangkatan Nabi Isa AS, Maryam wafat 
dan dimakamkan di sebuah gereja di Baitulmakdis. Sementara itu para 
al-Hawâriyyûn yang selamat dari pengejaran berdakwah menyebarkan ajaran 
Nabi Isa AS secara sembunyi-sembunyi
25. Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW adalah nabi pembawa risalah Islam, rasul terakhir 
penutup rangkaian nabi-nabi dan rasul-rasul Allah SWT di muka bumi. Ia 
adalah salah seorang dari yang tertinggi di antara 5 rasul yang termasuk
 dalam golongan Ulul Azmi atau mereka yang mempunyai keteguhan hati (QS.
 46: 35). Keempat rasul lainnya dalam Ulul Azmi tsb ialah Ibrahim AS, 
Musa AS, Isa AS, dan Nuh AS.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Masa Pengasuhan Haliman binti Abi Du'aib as-Sa'diyah
Tanda-Tanda Kenabian
Gelar Al-Amin
Pernikahan dengan Khadijah
Wahyu Pertama
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Aksi-Aksi Menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW
Peristiwa Isra Mi'raj
Hijrah
Terbentuknya Negara Madinah
Perang Badr
Perang Uhud
Perang Khandaq
Perjanjian Hudaibiyah
Penyebaran Islam ke Negeri-Negeri Lain
Kembali ke Mekah
Ibadah Haji Terakhir
Kembali ke Madinah
Wafatnya Nabi SAW
Ummul Mukminin
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling
 mulia dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya 
bernama Abdullah Muttalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar 
pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Baik 
dari garis ayah maupun garis ibu, silsilah Nabi Muhammad SAW sampai 
kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dikenal dengan nama Tahun Gajah, 
karena pada tahun itu terjadi peristiwa besar, yaitu datangnya pasukan 
gajah menyerbu Mekah dengan tujuan menghancurkan Ka'bah. Pasukan itu 
dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman. Abrahah ingin 
mengambil alih kota Mekah dan Ka'bahnya sebagai pusat perekonomian dan 
peribadatan bangsa Arab. Ini sejalan dengan keingin Kaisar Negus dari 
Ethiopia untuk menguasai seluruh tanah Arab, yang bersama-sama dengan 
Kaisar Byzantium menghadapi musuh dari timur, yaitu Persia (Irak).
Dalam penyerangan Ka'bah itu, tentara Abrahah hancur karena terserang 
penyakit yang mematikan yang dibawa oleh burung Ababil yang melempari 
tentara gajah. Abrahah sendiri lari kembali ke Yaman dan tak lama 
kemudian meninggal dunia.
Peristiwa ini dikisahkan dalam Al-Qur'an surat Al-Fîl: 1-5.
Beberapa bulan setelah penyerbuan tentara gajah, Aminah melahirkan 
seorang bayi laki-laki, yang diberi nama Muhammad. Ia lahir pada malam 
menjelang dini hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan
 20 April 570 M. Saat itu ayah Muhammad, Abdullah, telah meninggal 
dunia.
Nama Muhammad diberikan oleh kakeknya, Abdul Muttalib. Nama itu sedikit 
ganjil di kalangan orang-orang Quraisy, karenanya mereka berkata kepada 
Abdul Muttalib, "Sungguh di luar kebiasaan, keluarga Tuan begitu besar, 
tetapi tak satu pun yang bernama demikian." Abdul Muttalib menjawab, "Saya mengerti. Dia memang berbeda dari yang lain. Dengam nama ini saya 
ingin agar seluruh dunia memujinya."
Masa pengasuhan Haliman binti Abi Du'aib as-Sa'diyah
Adalah suatu kebiasaan di Mekah, anak yang baru lahir diasuh dan disusui
 oleh wanita desa dengan maksud supaya ia bisa tumbuh dalam pergaulan 
masyarakat yang baik dan udara yang lebih bersih. Saat Muhammad lahir, 
ibu-ibu dari desa Sa'ad datang ke Mekah menghubungi keluarga-keluarga 
yang ingin menyusui anaknya. Desa Sa'ad terletak kira-kira 60 km dari 
Mekah, dekat kota Ta'if, suatu wilayah pegunungan yang sangat baik 
udaranya.
Di antara ibu-ibu tsb terdapat seorang wanita bernama Halimah binti Abu 
Du'aib as Sa'diyah. Keluarga Halimah tergolong miskin, karenanya ia 
sempat ragu untuk mengasuh Muhammad karena keluarga Aminah sendiri juga 
tidak terlalu kaya. Akan tetapi entah mengapa bayi Muhammad sangat 
menawan hatinya, sehingga akhirnya Halimah pun mengambil Muhammad SAW 
sebagai anak asuhnya.
Ternyata kehadiran Muhammad SAW sangat membawa berkah pada keluarga 
Halimah. Dikisahkan bahwa kambing peliharaan Haris, suami Halimah, 
menjadi gemuk-gemuk dan menghasilkan susu lebih banyak dari biasanya. 
Rumput tempat menggembala kambing itu juga tumbuh subur. Kehidupan 
keluarga Halimah yang semula suram berubah menjadi bahagia dan penuh 
kedamaian. Mereka yakin sekali bahwa bayi dari Mekah yang mereka asuh 
itulah yang membawa berkah bagi kehidupan mereka.
Tanda-Tanda Kenabian
Sejak kecil Muhammad SAW telah memperlihatkan keistimewaan yang sangat luar biasa. Usia 5 bulan ia sudah pandai berjalan, usia 9 bulan ia sudah mampu 
berbicara. Pada usia 2 tahun ia sudah bisa dilepas bersama anak-anak 
Halimah yang lain untuk menggembala kambing. Saat itulah ia berhenti 
menyusu dan karenanya harus dikembalikan lagi pada ibunya. Dengan berat 
hati Halimah terpaksa mengembalikan anak asuhnya yang telah membawa 
berkah itu, sementara Aminah sangat senang melihat anaknya kembali dalam
 keadaan sehat dan segar.
Namun tak lama setelah itu Muhammad SAW kembali diasuh oleh Halimah 
karena terjadi wabah penyakit di kota Mekah. Dalam masa asuhannya kali 
ini, baik Halimah maupun anak-anaknya sering menemukan keajaiban di 
sekitar diri Muhammad SAW. Anak-anak Halimah sering mendengar suara yang
 memberi salam kepada Muhammad SAW, "Assalamu 'Alaika ya Muhammad," padahal mereka tidak melihat ada orang di situ. Dalam kesempatan lain, Dimrah, anak Halimah, berlari-lari sambil 
menangis dan mengadukan bahwa ada dua orang bertubuh besar-besar dan 
berpakaian putih menangkap Muhammad SAW. Halimah bergegas menyusul 
Muhammad SAW. Saat ditanyai, Muhammad SAW menjawab, "Ada 2 malaikat 
turun dari langit. Mereka memberikan salam kepadaku, membaringkanku, 
membuka bajuku, membelah dadaku, membasuhnya dengan air yang mereka 
bawa, lalu menutup kembali dadaku tanpa aku merasa sakit."
Halimah sangat gembira melihat keajaiban-keajaiban pada diri Muhammad 
SAW, namun karena kondisi ekonomi keluarganya yang semakin melemah, ia 
terpaksa mengembalikan Muhammad SAW, yang saat itu berusia 4 tahun, 
kepada ibu kandungnya di Mekah.
Dalam usia 6 tahun, Nabi Muhammad SAW telah menjadi yatim-piatu. Aminah 
meninggal karena sakit sepulangnya ia mengajak Muhammad SAW berziarah ke
 makam ayahnya. Setelah kematian Aminah, Abdul Muttalib mengambil alih 
tanggung jawab merawat Muhammad SAW. Namun kemudian Abdul Muttalib pun 
meninggal, dan tanggung jawab pemeliharaan Muhammad SAW beralih pada 
pamannya, Abi Thalib.
Ketika berusia 12 tahun, Abi Thalib mengabulkan permintaan Muhammad SAW 
untuk ikut serta dalam kafilahnya ketika ia memimpin rombongan ke Syam 
(Suriah). Usia 12 tahun sebenarnya masih terlalu muda untuk ikut dalam 
perjalanan seperti itu, namun dalam perjalanan ini kembali terjadi 
keajaiban yang merupakan tanda-tanda kenabian Muhammad SAW.
Segumpal awan terus menaungi Muhammad SAW sehingga panas terik yang 
membakar kulit tidak dirasakan olehnya. Awan itu seolah mengikuti gerak 
kafilah rombongan Muhammad SAW. Bila mereka berhenti, awan itu pun ikut 
berhenti. Kejadian ini menarik perhatian seorang pendeta Kristen bernama
 Buhairah yang memperhatikan dari atas biaranya di Busra. Ia menguasai 
betul isi kitab Taurat dan Injil. Hatinya bergetar melihat dalam kafilah
 itu terdapat seorang anak yang terang benderang sedang mengendarai 
unta. Anak itulah yang terlindung dari sorotan sinar matahari oleh 
segumpal awan di atas kepalanya. "Inilah Roh Kebenaran yang dijanjikan 
itu," pikirnya.
Pendeta itu pun berjalan menyongsong iring-iringan kafilah itu dan 
mengundang mereka dalam suatu perjamuan makan. Setelah 
berbincang-bincang dengan Abi Thalib dan Muhammad SAW sendiri, ia 
semakin yakin bahwa anak yang bernama Muhammad adalah calon nabi yang 
ditunjuk oleh Allah SWT. Keyakinan ini dipertegas lagi oleh kenyataan 
bahwa di belakang bahu Muhammad SAW terdapat sebuah tanda kenabian.
Saat akan berpisah dengan para tamunya, pendeta Buhairah berpesan pada 
Abi Thalib, "Saya berharap Tuan berhati-hati menjaganya. Saya yakin 
dialah nabi akhir zaman yang telah ditunggu-tunggu oleh seluruh umat 
manusia. Usahakan agar hal ini jangan diketahui oleh orang-orang Yahudi.
 Mereka telah membunuh nabi-nabi sebelumnya. Saya tidak mengada-ada, apa
 yang saya terangkan itu berdasarkan apa yang saya ketahui dari kitab 
Taurat dan Injil. Semoga tuan-tuan selamat dalam perjalanan."
Apa yang dikatakan oleh pendeta Kristen itu membuat Abi Thalib segera 
mempercepat urusannya di Suriah dan segera pulang ke Mekah.
Gelar Al-Amin
Pada usia 20 tahun, Muhammad SAW mendirikan Hilful-Fudûl, suatu lembaga 
yang bertujuan membantu orang-orang miskin dan teraniaya. Saat itu di 
Mekah memang sedang kacau akibat perselisihan yang terjadi antara suku 
Quraisy dengan suku Hawazin. Melalui Hilful-Fudûl inilah sifat-sifat 
kepemimpinan Muhammad SAW mulai tampak. Karena aktivitasnya dalam 
lembaga ini, disamping ikut membantu pamannya berdagang, namanya semakin
 terkenal sebagai orang yang terpercaya. Relasi dagangnya semakin meluas
 karena berita kejujurannya segera tersiar dari mulut ke mulut, sehingga
 ia mendapat gelar Al-Amîn, yang artinya orang yang terpercaya.
Selain itu ia juga terkenal sebagai orang yang adil dan memiliki rasa 
kemanusiaan yang tinggi. Suatu ketika bangunan Ka'bah rusak karena 
banjir. Penduduk Mekah kemudian bergotong-royong memperbaiki Ka'bah. 
Saat pekerjaan sampai pada pengangkatan dan peletakan Hajar Aswad ke 
tempatnya semula, terjadi perselisihan. Masing-masing suku ingin 
mendapat kehormatan untuk melakukan pekerjaan itu. Akhirnya salah satu 
dari mereka kemudian berkata, "Serahkan putusan ini pada orang yang 
pertama memasuki pintu Shafa ini." Mereka semua menunggu, kemudian tampaklah Muhammad SAW muncul dari sana.
 Semua hadirin berseru, "Itu dia Al-Amin, orang yang terpercaya. Kami 
rela menerima semua keputusannya."
Setelah mengerti duduk perkaranya, Muhammad SAW lalu membentangkan 
sorbannya di atas tanah, dan meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengah, 
lalu meminta semua kepala suku memegang tepi sorban itu dan 
mengangkatnya secara bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian yang 
diharapkan, Muhammad SAW meletakkan batu itu pada tempatnya semula. 
Dengan demikian selesailah perselisihan di antara suku-suku tsb dan 
mereka pun puas dengan cara penyelesaian yang sangat bijak itu.
Pernikahan dengan Khadijah
Pada usia 25 tahun, atas permintaan Khadijah binti Khuwailid, seorang 
saudagar kaya raya, Muhammad SAW berangkat ke Suriah membawa barang 
dagangan saudagar wanita yang telah lama menjanda itu. Ia dibantu oleh 
Maisaroh, seorang pembantu lelaki yang telah lama bekerja pada Khadijah.
 Sejak pertemuan pertama dengan Muhammad SAW, Khadijah telah menaruh 
simpati melihat penampilan Muhammad SAW yang sopan itu. Kekagumannya semakin bertambah mengetahui hasil penjualan yang dicapai Muhammad SAW 
di Suriah melebihi perkiraannya.
Akhirnya Khadijah mengutus Maisaroh dan teman karibnya, Nufasah untuk 
menyampaikan isi hatinya kepada Muhammad SAW. Khadijah yang berusia 40 
tahun, melamar Muhammad SAW untuk menjadi suaminya. Setelah bermusyawarah dengan keluarganya, lamaran itu akhirnya diterima 
dan dalam waktu dekat segera diadakan upacara pernikahan dengan 
sederhana. yang hadir dalam acara itu antara lain Abi Thalib, Waraqah 
bin Nawfal dan Abu Bakar as-Siddiq.
Pernikahan bahagia itu dikaruniai 6 orang anak, terdiri dari 2 anak 
lelaki bernama Al-Qasim dan Abdullah, dan 4 anak perempuan bernama 
Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua anak lelakinya 
meninggal selagi masih kecil. Nabi Muhammad SAW tidak menikah lagi 
sampai Khadijah meninggal, saat Muhammad SAW berusia 50 tahun.
Dalam kehidupan rumah-tangganya dengan Khadijah, Muhammad SAW tidak 
pernah menyakiti hati istrinya. Sebaliknya istrinya pun ikhlas 
menyerahkan segalanya pada suaminya. Kekayaan istrinya digunakan oleh 
Muhammad SAW untuk membantu orang-orang miskin dan tertindas. 
Budak-budak yang telah dimiliki Khadijah sebelum pernikahan mereka, 
semuanya ia bebaskan, salah satunya adalah Zaid bin Haritsah yang 
kemudian menjadi anak angkatnya.
Wahyu Pertama
Menjelang usianya yang ke-40, Nabi Muhammad SAW sering berkhalwat 
(menyendiri) ke Gua Hira, sekitar 6 km sebelah timur kota Mekah. Ia bisa
 berhari-hari bertafakur dan beribadah disana. Suatu ketika, pada 
tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ia melihat cahaya terang benderang 
memenuhi ruangan gua itu. Tiba-tiba Malaikat Jibril muncul di hadapannya
 sambil berkata, "Iqra' (bacalah)." Lalu Muhammad SAW menjawab, "Mâ anâ 
bi qâri' (saya tidak dapat membaca)." Mendengar jawaban Muhammad SAW, 
Jibril lalu memeluk tubuh Muhammad SAW dengan sangat erat, lalu 
melepaskannya dan kembali menyuruh Muhammad SAW membaca. Namun setelah 
dilakukan sampai 3 kali dan Muhammad SAW tetap memberikan jawaban yang 
sama, Malaikat Jibril kemudian menyampaikan wahyu Allah SWT pertama, 
yang artinya:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Menciptakan. Ia menciptakan 
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang Paling Pemurah.
 yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada 
manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. 96: 1-5) Saat itu Muhammad SAW berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut 
perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 
tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan 
berdasarkan matahari). Dengan turunnya 5 ayat pertama ini, berarti 
Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT sebagai rasul.
Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tsb, dengan rasa ketakutan dan
 cemas Nabi Muhammad SAW pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah, 
"Selimuti aku, selimuti aku." Sekujur tubuhnya terasa panas dan dingin 
berganti-ganti. Setelah lebih tenang, barulah ia bercerita kepada 
istrinya. Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Nabi 
Muhammad SAW datang pada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang 
banyak mengetahui kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita 
yang dialami Nabi Muhammad SAW, Waraqah pun berkata, "Aku telah 
bersumpah dengan nama Tuhan, yang dalam tangan-Nya terletak hidup 
Waraqah, Tuhan telah memilihmu menjadi nabi kaum ini. An-Nâmûs al-Akbar 
(Malaikat Jibril) telah datang kepadamu. Kaummu akan mengatakan bahwa 
engkau penipu, mereka akan memusuhimu, dan mereka akan melawanmu. 
Sungguh, sekiranya aku dapat hidup pada hari itu, aku akan berjuang 
membelamu."
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Wahyu berikutnya adalah surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya:
"Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah 
peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan 
perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu 
memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan 
untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah." (QS. 74: 1-7) Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah SAW 
berdakwah. Mula-mula ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi di 
lingkungan keluarga dan rekan-rekannya. Orang pertama yang menyambut 
dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang pertama kali masuk 
Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, saudara sepupunya
 yang kala itu baru berumur 10 tahun, sehingga Ali menjadi lelaki 
pertama yang masuk Islam. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak 
masa kanak-kanak. Baru kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah, bekas 
budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman, pengasuh Nabi 
SAW sejak ibunya masih hidup.
Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa orang teman 
dekatnya, seperti, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin 
Auf, Sa'd bin Abi Waqqas, dan Talhah bin Ubaidillah. Dari dakwah yang 
masih rahasia ini, belasan orang telah masuk Islam.
Setelah beberapa lama Nabi SAW menjalankan dakwah secara diam-diam, 
turunlah perintah agar Nabi SAW menjalankan dakwah secara 
terang-terangan. Mula-mula ia mengundang kerabat karibnya dalam sebuah 
jamuan. Pada kesempatan itu ia menyampaikan ajarannya. Namun ternyata 
hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian menolak dengan halus, sebagian 
menolak dengan kasar, salah satunya adalah Abu Lahab.
Langkah dakwah seterusnya diambil Nabi Muhammad SAW dalam pertemuan yang
 lebih besar. Ia pergi ke Bukit Shafa, sambil berdiri di sana ia 
berteriak memanggil orang banyak. Karena Muhammad SAW adalah orang yang 
terpercaya, penduduk yakin bahwa pastilah terjadi sesuatu yang sangat 
penting, sehingga mereka pun berkumpul di sekitar Nabi SAW.
Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi SAW berkata, "Saudara-saudaraku,
 jika aku berkata, di belakang bukit ini ada pasukan musuh yang siap 
menyerang kalian, percayakah kalian?" Dengan serentak mereka menjawab, "Percaya, kami tahu saudara belum 
pernah berbohong. Kejujuran saudara tidak ada duanya. Saudara yang 
mendapat gelar Al-Amin." Kemudian Nabi SAW meneruskan, "Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini 
adalah seorang nazir (pemberi peringatan). Allah telah memerintahkanku 
agar aku memperingatkan saudara-saudara. Hendaknya kamu hanya menyembah 
Allah saja. Tidak ada Tuhan selain Allah. Bila saudara ingkar, saudara 
akan terkena azabnya dan saudara nanti akan menyesal. Penyesalan 
kemudian tidak ada gunanya."
Tapi khotbah ini ternyata membuat orang-orang yang berkumpul itu marah, 
bahkan sebagian dari mereka ada yang mengejeknya gila. Pada saat itu, 
Abu Lahab berteriak, "Celakalah engkau hai Muhammad. Untuk inikah engkau
 mengumpulkan kami?"
Sebagai balasan terhadap ucapan Abu Lahab tsb turunlah ayat Al-Qur'an yang artinya:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. 
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. 
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) 
isterinya, pembawa kayu bakar. yang di lehernya ada tali dari sabut." (QS. 111: 1-5)
Aksi-Aksi Menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW
Reaksi-reaksi keras menentang dakwah Nabi SAW bermunculan, namun tanpa 
kenal lelah Nabi Muhammad SAW terus melanjutkan dakwahnya, sehingga 
hasilnya mulai nyata. Hampir setiap hari ada yang menggabungkan diri 
dalam barisan pemeluk agama Islam. Mereka terutama terdiri dari kaum 
wanita, budak, pekerja, dan orang-orang miskin serta lemah. Meskipun 
sebagian dari mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat yang 
mendorong mereka beriman sangat membaja.
Tantangan dakwah terberat datang dari para penguasa Mekah, kaum feodal, 
dan para pemilik budak. Mereka ingin mempertahankan tradisi lama 
disamping juga khawatir jika struktur masyarakat dan 
kepentingan-kepentingan dagang mereka akan tergoyahkan oleh ajaran Nabi 
Muhammad SAW yang menekankan pada keadilan sosial dan persamaan derajat.
 Mereka menyusun siasat untuk melepaskan hubungan keluarga antara Abi 
Thalib dan Nabi Muhammad SAW dengen cara meminta pada Abu Thalib memilih
 satu di antara dua: memerintahkan Muhammad SAW agar berhenti berdakwah, atau menyerahkannya kepada mereka. Abi Thalib terpengaruh oleh ancaman 
itu, ia meminta agar Muhammad SAW menghentikan dakwahnya. Tetapi 
Muhammad SAW menolak permintaannya dan berkata, "Demi Allah saya tidak 
akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota 
keluarga dan sanak saudara mengucilkan saya." Mendengar jawaban ini, Abi Thalib pun berkata, "Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu".
Gagal dengan cara pertama, kaum Quraisy lalu mengutus Walid bin Mugirah 
menemui Abi Thalib dengan membawa seorang pemuda untuk dipertukarkan 
dengan Muhammad SAW. Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seorang pemuda
 yang gagah dan tampan. Walid bin Mugirah berkata, "Ambillah dia menjadi
 anak saudara, tetapi serahkan kepada kami Muhammad untuk kami bunuh, 
karena dia telah menentang kami dan memecah belah kita". Usul Quraisy itu ditolak mentah-mentah oleh Abi Thalib dengan berkata, 
"Sungguh jahat pikiran kalian. Kalian serahkan anak kalian untuk saya 
asuh dan beri makan, dan saya serahkan kemenakan saya untuk kalian 
bunuh. Sungguh suatu penawaran yang tak mungkin saya terima."
Kembali mengalami kegagalan, berikutnya mereka menghadapi Nabi Muhammad 
SAW secara langsung. Mereka mengutus Utbah bin Rabi'ah, seorang ahli 
retorika, untuk membujuk Nabi SAW. Mereka menawarkan takhta, wanita, dan
 harta yang mereka kira diinginkan oleh Nabi SAW, asal Nabi SAW bersedia
 menghentikan dakwahannya. Namun semua tawaran itu ditolak oleh Nabi 
Muhammad SAW dengan mengatakan, "Demi Allah, biarpun mereka meletakkan 
matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan 
menghentikan dakwah agama Allah ini, hingga agama ini memang atau aku 
binasa karenanya."
Setelah gagal dengan cara-cara diplomatik dan bujuk rayu, kaum Quraisy 
mulai melakukan tindak kekerasan. Budak-budak mereka yang telah masuk 
Islam mereka siksa dengan sangat kejam. Mereka dipukul, dicambuk, dan 
tidak diberi makan dan minum. Salah seorang budak bernama Bilal, 
mendapat siksaan ditelentangkan di atas pasir yang panas dan di atas 
dadanya diletakkan batu yang besar dan berat.
Setiap suku diminta menghukum anggota keluarganya yang masuk Islam 
sampai ia murtad kembali. Usman bin Affan misalnya, dikurung dalam kamar
 gelap dan dipukul hingga babak belur oleh anggota keluarganya sendiri. 
Secara keseluruhan, sejak saat itu umat Islam mendapat siksaan yang 
pedih dari kaum Quraisy Mekah. Mereka dilempari kotoran, dihalangi untuk
 melakukan ibadah di Ka'bah, dan lain sebagainya.
Kekejaman terhadap kaum Muslimin mendorong Nabi Muhammad SAW untuk 
mengungsikan sahabat-sahabatnya keluar dari Mekah. Dengan pertimbangan 
yang mendalam, pada tahun ke-5 kerasulannya, Nabi SAW menetapkan 
Abessinia atau Habasyah (Ethiopia sekarang) sebagai negeri tempat 
pengungsian, karena raja negeri itu adalah seorang yang adil, lapang 
hati, dan suka menerima tamu. Nabi SAW merasa pasti rombongannya akan 
diterima dengan tangan terbuka.
Rombongan pertama terdiri dari 10 orang pria dan 5 orang wanita. di 
antara rombongan tsb adalah Usman bin Affan beserta istrinya Ruqayah 
(putri Rasulullah SAW), Zubair bin Awwam, dan Abdur Rahman bin Auf. 
Kemudian menyusul rombongan kedua yang dipimpin oleh Ja'far bin Abi 
Thalib. Beberapa sumber menyatakan jumlah rombongan ini lebih dari 80 
orang.
Berbagai usaha dilakukan oleh kaum Quraisy untuk menghalangi hijrah ke 
Habasyah ini, termasuk membujuk raja negeri tsb agar menolak kehadiran 
umat Islam disana. Namun berbagai usaha itu pun gagal. Semakin kejam 
mereka memperlakukan umat Islam, justru semakin bertambah jumlah yang 
memeluk Islam. Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman tsb, dua orang 
kuat Quraisy masuk Islam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin 
Khattab. Dengan masuk Islamnya dua orang yang dijuluki "Singa Arab" itu,
 semakin kuatlah posisi umat Islam dan dakwah Muhammad SAW pada waktu 
itu.
Hal ini membuat reaksi kaum Quraisy semakin keras. Mereka berpendapat 
bahwa kekuatan Nabi Muhammad SAW terletak pada perlindungan Bani Hasyim,
 maka mereka pun berusaha melumpuhkan Bani Hasyim dengan melaksanakan 
blokade. Mereka memutuskan segala macam hubungan dengan suku ini. Tidak 
seorang pun penduduk Mekah boleh melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, 
termasuk hubungan jual-beli dan pernikahan. Persetujuan yang mereka buat
 dalam bentuk piagam itu mereka tanda-tangani bersama dan mereka 
gantungkan di dalam Ka'bah. Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, 
kemiskinan, dan kesengsaraan. Untuk meringankan penderitaan itu, Bani 
Hasyim akhirnya mengungsi ke suatu lembah di luar kota Mekah.
Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7 kenabian Muhammad SAW 
dan berlangsung selama 3 tahun itu merupakan tindakan yang paling 
menyiksa. Pemboikotan itu berhenti karena terdapat beberapa pemimpin 
Quraisy yang menyadari bahwa tindakan pemboikotan itu sungguh 
keterlaluan. Kesadaran itulah yang mendorong mereka melanggar perjanjian
 yang mereka buat sendiri. Dengan demikian Bani Hasyim akhirnya dapat 
kembali pulang ke rumah masing-masing.
Setelah Bani Hasyim kembali ke rumah mereka, Abi Thalib, paman Nabi SAW 
yang merupakan pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. 
Tiga hari kemudian, Khadijah, istrinya, juga meninggal dunia. Tahun 
ke-10 kenabian ini benar-benar merupakan Tahun Kesedihan ('Âm al-Huzn) 
bagi Nabi Muhammad SAW. Telebih sepeninggal dua pendukungnya itu, kaum 
Quraisy tidak segan-segan melampiaskan kebencian kepada Nabi SAW. Hingga
 kemudian Nabi SAW berusaha menyebarkan dakwah ke luar kota, yaitu ke 
Ta'if. Namun reaksi yang diterima Nabi SAW dari Bani Saqif (penduduk 
Ta'if), tidak jauh berbeda dengan penduduk Mekah. Nabi SAW diejek, 
disoraki, dilempari batu sampai ia luka-luka di bagian kepala dan 
badannya.
Peristiwa Isra Mi'raj
Pada tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa Isra Mi'raj.
Isra, yaitu perjalanan malam hari dari Masjidilharam di Mekah ke Masjidilaksa di Yerusalem.
Mi'raj, yaitu kenaikan Nabi Muhammad SAW dari Masjidilaksa ke langit 
melalui beberapa tingkatan, terus menuju Baitulmakmur, sidratulmuntaha, 
arsy (takhta Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), hingga menerima wahyu
 di hadirat Allah SWT.
Dalam kesempatannnya berhadapan langsung dengan Allah SWT inilah Nabi 
Muhammad SAW menerima perintah untuk mendirikan sholat 5 waktu sehari 
semalam.
Peristiwa Isra Mi'raj ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Isrâ' ayat 1.
Hijrah
Harapan baru bagi perkembangan Islam muncul dengan datangnya jemaah haji
 ke Mekah yang berasal dari Yatsrib (Madinah). Nabi Muhammad SAW 
memanfaatkan kesempatan itu untuk menyebarkan agama Allah SWT dengan 
mendatangi kemah-kemah mereka. Namun usaha ini selalu diikuti oleh Abu 
Lahab dan kawan-kawannya dengan mendustakan Nabi SAW.
Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan 6 orang dari suku Aus dan Khazraj 
yang berasal dari Yatsrib. Setelah Nabi SAW menyampaikan pokok-pokok 
ajaran Islam, mereka menyatakan diri masuk Islam di hadapan Nabi SAW. 
Mereka berkata, "Bangsa kami sudah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu
 antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. 
Kiranya kini Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaramu dan 
ajaran-ajaran yang kamu bawa. Oleh karena itu kami akan berdakwah agar 
mereka mengetahui agama yang kami terima dari kamu ini."
Pada musim haji tahun berikutnya, datanglah delegasi Yatsrib yang 
terdiri dari 12 orang suku Khazraj dan Aus. Mereka menemui Nabi SAW di 
suatu tempat bernama Aqabah. Di hadapan Nabi SAW, mereka menyatakan 
ikrar kesetiaan. Karena ikrar ini dilakukan di Aqabah, maka dinamakan 
Bai'at Aqabah. Rombongan 12 orang tsb kemudian kembali ke Yatsrib 
sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus'ab bin Umair yang sengaja 
diutus oleh Nabi SAW atas permintaan mereka.
Pada musim haji berikutnya, jemaah haji yang datang dari Yatsrib 
berjumlah 75 orang, termasuk 12 orang yang sebelumnya telah menemui Nabi
 SAW di Aqabah. Mereka meminta agar Nabi SAW bersedia pindah ke Yatsrib.
 Mereka berjanji akan membela Nabi SAW dari segala ancaman. Nabi SAW 
menyetujui usul yang mereka ajukan.
Mengetahui adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang
 Yatsrib, kaum Quraisy menjadi semakin kejam terhadap kaum muslimin. Hal
 ini membuat Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke 
Yatsrib. Secara diam-diam, berangkatlah rombongan-rombongan muslimin, 
sedikit demi sedikit, ke Yatsrib. Dalam waktu 2 bulan, kurang lebih 150 
kaum muslimin telah berada di Yatsrib. Sementara itu Ali bin Abi Thalib 
dan Abu Bakar as-Sidiq tetap tinggal di Mekah bersama Nabi SAW, 
membelanya sampai Nabi SAW mendapat wahyu untuk hijrah ke Yatsrib.
Kaum Quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW sebelum ia 
sempat menyusul umatnya ke Yatsrib. Pembunuhan itu direncanakan 
melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang 
terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW, sehingga ia 
merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta 
mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 
ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi 
SAW menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW 
masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW keluar 
dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum 
Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka 
berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah
 selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam
 menunggu keadaan aman. Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy 
mulai menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah
 Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah 
bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 
ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi 
SAW bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu 
jalan yang tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah 
desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat 
selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di 
halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian 
terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi 
SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu
 penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan 
mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya 
Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke 
tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan 
menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan. Akhirnya waktu yang 
ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan
 kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan
 lagu Thala' al-Badru, yang isinya:
Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ'i (celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, "Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap di rumahnya." Tetapi Nabi SAW hanya berkata, "Aku akan menginap dimana untaku 
berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya." Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal 
dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian 
Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. 
Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum 
Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.
Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madînah an-Nabî (kota nabi). 
Orang sering pula menyebutnya Madînah al-Munawwarah (kota yang 
bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
Terbentuknya Negara Madinah
Setelah Nabi SAW tiba di Madinah dan diterima penduduk Madinah, Nabi SAW
 menjadi pemimpin penduduk kota itu. Ia segera meletakkan dasar-dasar 
kehidupan yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru.
Dasar pertama yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan 
di dalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah 
dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan
 ikut membantu kaum Muhajirin). Nabi SAW mempersaudarakan 
individu-individu dari golongan Muhajirin dengan individu-individu dari 
golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar dengan 
Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'az bin Jabal. Dengan 
demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu 
persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini 
pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu 
persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan 
keturunan.
Dasar kedua adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan 
tsb, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat 
untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga 
dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti 
belajar-mengajar, mengadili perkara-perkara yang muncul dalam 
masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang. Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun
 bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal 
sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang 
tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah 
liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat 
masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang 
tidak beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga 
masih terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang 
masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat 
dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan 
mereka. Perjanjian tsb diwujudkan melalui sebuah piagam yang disebut 
dengan Mîsâq Madînah atau Piagam Madinah. Isi piagam itu antara lain 
mengenai kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam menjaga 
keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat, 
dan disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan di 
Madinah.
Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah setelah 
hijrah itu sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, dengan Nabi 
Muhammad SAW sebagai kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara 
Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu 
membuat orang-orang Mekah menjadi resah. Mereka takut kalau-kalau umat 
Islam memukul mereka dan membalas kekejaman yang pernah mereka lakukan. 
Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu atau 
dikuasai oleh kaum muslimin.
Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negara yang baru 
didirikan itu, Nabi SAW mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota, baik
 langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib 
membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L. Merah. Ubaidah bin Haris 
membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz 
dengan 8 orang Muhajirin. Nabi SAW sendiri membawa pasukan ke Abwa dan 
disana berhasil mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat
 dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di 
sini Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan Bani Mudij.
Ekspedisi-ekspedisi tsb sengaja digerakkan Nabi SAW sebagai aksi-aksi 
siaga dan melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan 
untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. 
Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha 
memperkuat kedudukan Madinah.
Perang Badr
Perang Badr yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun 
musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan 
puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum 
muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah
 berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan 
senjata sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat 
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum 
muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak 
pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas 
dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang 
lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur 
sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT 
(QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin.
 Mereka memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat
 antara mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad 
SAW memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai 
kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis 
dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta 
aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian 
apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badr, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian 
dengan suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi 
SAW karenan melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu 
hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badr, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi 
Madinah yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir
 kaum Yahudi itu ke Suriah.
Perang Uhud
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang
 ini disebabkan karena keinginan balas dendam orang-orang Quraisy Mekah 
yang kalah dalam perang Badr. Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa
 3.000 ekor unta dan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin 
Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka memakai baju besi. Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang.
Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur 
pasukan musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur 
dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka. Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang 
ditempatkan oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan 
turun untuk mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan 
Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana 
pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh.
 Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan balik.
 Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. 
Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran. Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa pasukan Islam 
diselamatkan oleh berita tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi SAW 
sudah meninggal. Berita ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk 
kemudian mengakhiri pertempuran itu.
Perang Uhuh ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.
Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum 
muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke 
Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini 
juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku). Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman 
al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin 
membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena 
itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb mengepung Madinah dengan 
mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan 
ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka 
dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula 
oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, 
dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. 
Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu 
berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun dengan 
amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh 
perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan 
pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum 
muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin 
langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan 
suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka 
mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga 
diri, bukan untuk berperang. Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain:
Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun. Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus 
dikembalikan. Tetapi bila ada pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke 
pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikannya ke pihak 
Muhammad SAW.
Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW maupun dengan pihak Quraisy. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu. Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak diizinkan membawa 
senjata, kecuali pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di 
Mekah lebih dari 3 hari 3 malam. Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya adalah berusaha 
merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam 
ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini:
Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui 
konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke 
luar. Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh 
dukungan yang besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan 
pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab. Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang 
Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan 
kaum muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai oleh 
masyarakat Islam Madinah.
Penyebaran Islam ke Negeri-Negeri Lain
Gencatan senjata dengan penduduk Mekah memberi kesempatan kepada Nabi 
SAW untuk mengalihkan perhatian ke berbagai negeri-negeri lain sambil 
memikirkan bagaimana cara mengislamkan mereka. Salah satu cara yang 
ditempuh oleh Nabi SAW kemudian adalah dengan mengirim utusan dan surat 
ke berbagai kepala negara dan pemerintahan.
Di antara raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi SAW adalah raja Gassan
 dari Iran, raja Mesir, Abessinia, Persia, dan Romawi. Memang dengan 
cara itu tidak ada raja-raja yang masuk Islam, namun setidaknya risalah 
Islam sudah sampai kepada mereka. Reaksi para raja itu pun ada yang 
menolak dengan baik dan simpatik sambil memberikan hadiah, ada pula yang
 menolak dengan kasar.
Raja Gassan termasuk yang menolak dengan kasar. Utusan yang dikirim Nabi
 SAW dibunuhnya dengan kejam. Sebagai jawaban, Nabi SAW kemudian 
mengirim pasukan perang sebanyak 3.000 orang dibawah pimpinan Zaid bin 
Haritsah. Peperangan terjadi di Mu'tah, sebelah utara Semenanjung Arab.
Pasukan Islam mendapat kesulitan menghadapi tentara Gassan yang mendapat
 bantuan langsung dari Romawi. Beberapa syuhada gugur dalam pertempuran 
melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. di antara mereka 
yang gugur adalah Zaid bin Haritsah sendiri, Ja'far bin Abi Thalib, dan 
Abdullah bin Abi Rawahah. Melihat kekuatan yang tidak seimbang itu, Khalid bin Walid, bekas 
panglima Quraisy yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando dan 
memerintahkan pasukan Islam menarik diri dan kembali ke Madinah.
Perang melawan tentara Gassan dan pasukan Romawi ini disebut dengan Perang Mu'tah.
Kembali ke Mekah
Selama 2 tahun Perjanjian Hudaibiyah, dakwah Islam sudah menjangkau 
Semenanjung Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh 
Semenanjung Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, telah 
menggabungkan diri ke dalam Islam. Hal ini membuat orang-orang Mekah 
merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata telah menjadi senjata 
bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu secara sepihak
 orang-orang Quraisy membatalkan perjanjian tsb. Mereka menyerang Bani 
Khuza'ah yang berada di bawah perlindungan Islam hanya karena kabilah 
ini berselisih dengan Bani Bakar yang menjadi sekutu Quraisy. Sejumlah 
orang Kuza'ah mereka bunuh dan sebagian lainnya dicerai-beraikan. Bani 
Khuza'ah segera mengadu pada Nabi Muhammad SAW dan meminta keadilan.
Rasulullah SAW segera bertolak dengan 10.000 orang tentara untuk melawan
 kaum musyrik Mekah itu. Kecuali perlawanan kecil dari kaum Ikrimah dan 
Safwan, Nabi Muhammad SAW tidak mengalami kesukaran memasuki kota Mekah.
 Nabi SAW memasuki kota itu sebagai pemenang. Pasukan Islam memasuki 
kota Mekah tanpa kekerasan. Mereka kemudian menghancurkan patung-patung 
berhala di seluruh negeri. Allah SWT berfirman:
"...Kebenaran sudah datang dan yang bathil telah lenyap. Sesungguhnya 
yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap."(QS. 17: 81)
Setelah melenyapkan berhala-berhala itu, Nabi SAW berkhotbah menjanjikan
 ampunan bagi orang-orang Quraisy. Setelah khotbah tsb, 
berbondong-bondong mereka datang dan masuk Islam. Ka'bah bersih dari 
berhala dan tradisi-tradisi serta kebiasaan-kebiasaan musyrik. Sejak itu, Mekah kembali berada di bawah kekuasaan Nabi SAW.
Setelah Mekah dapat dikalahkan, masih terdapat suku-suku Arab yang 
menentang, yaitu Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. 
Suku-suku ini berkomplot membentuk satu pasukan untuk memerangi Islam 
karena ingin menuntut bela atas berhala-berhala mereka yang diruntuhkan 
Nabi SAW dan umat Islam di Ka'bah. Pasukan mereka dipimpin oleh Malik 
bin Auf (dari Bani Nasr). Dalam perjalanan mereka ke Mekah, mereka berkemah di Lembah Hunain yang sangat strategis.
Kurang lebih 2 minggu kemudian, Nabi SAW memimpin sekitar 12.000 tentara
 menuju Hunain. Saat melihat banyak pasukan Islam yang gugur, sebagian 
pasukan yang masih hidup menjadi goyah dan kacau balau, sehingga Nabi 
SAW kemudian memberi semangat dan memimpin langsung peperangan tsb. 
Akhirnya umat Islam berhasil menang. Pasukan musuh yang melarikan diri 
ke Ta'if terus diburu selama beberap minggu sampai akhirnya mereka 
menyerah. Pemimpin mereka, Malik bin Auf, menyatakan diri masuk Islam.
Dengan ditaklukannya Bani Saqif dan Bani Hawazin, kini seluruh 
Semenanjung Arab berada di bawah satu kepemimpinan, yaitu kepemimpinan 
Nabi Muhammad SAW. Melihat kenyataan itu, Heraclius, pemimpin Romawi, 
menyusun pasukan besar di Suriah, kawasan utara Semenanjung Arab yang 
merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung 
Bani Gassan dan Bani Lachmides.
Dalam masa panen dan pada musim yang sangat panas, banyak pahlawan Islam
 yang menyediakan diri untuk berperang bersama Nabi SAW. Pasukan Romawi 
kemudian menarik diri setelah melihat betapa besarnya pasukan yang 
dipimpin Nabi SAW. Nabi SAW sendiri tidak melakukan pengejaran, 
melainkan ia berkemah di Tabuk. Disini Nabi SAW membuat beberapa 
perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian daerah perbatasan 
itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam.
Perang yang terjadi di Tabuk ini merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Pada tahun 9 dan 10 H banyak suku dari seluruh pelosok Arab yang 
mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan tunduk 
kepada Nabi SAW. Masuknya orang Mekah ke dalam agama Islam mempunyai 
pengaruh yang amat besar pada penduduk Arab. Oleh karena itu, tahun ini 
disebut dengan Tahun Perutusan atau 'Âm al-Bi'sah. Mereka yang datang ke
 Mekah, rombongan demi rombongan, mempelajari ajaran-ajaran Islam dan 
setelah itu kembali ke negeri masing-masing untuk mengajarkan kepada 
kaumnya. Dengan cara ini, persatuan Arab terbentuk. Peperangan antar 
suku yang berlangsung selama ini berubah menjadi persaudaraan agama. 
Pada saat itu turunlah firman Allah SWT:
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat 
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah 
dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia 
adalah Maha Penerima taubat. (QS. 110: 1-3). Kini apa yang ditugaskan kepada Nabi Muhammad SAW sudah tercapai. Di tengah-tengah suatu bangsa yang tenggelam dalam kebiadaban, telah lahir seorang nabi. Ia telah berhasil membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada mereka dan 
mensucikannya serta mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka, padahal 
sebelumnya mereka berada dalam kegelapan yang pekat. Pada awalnya Nabi Muhammad SAW mendapati mereka bergelimang dalam 
ketakhyulan yang merendahkan derajat manusia, lalu ia mengilhami mereka 
dengan kepercayaan kepada satu-satunya Tuhan yang Maha Besar dan Maha 
Kasih Sayang. Saat mereka bercerai-berai dan terlibat dalam peperangan yang seolah tak
 ada habisnya, dipersatukannya mereka dalam ikatan persaudaraan. Kalau sebelumnya Semenanjung Arab berada dalam kegelapan rohani, maka ia
 datang membawa cahaya terang-benderang untuk menyinari rohani mereka.
Pekerjaannya selesai sudah, dan seluruhnya dikerjakan dengan baik semasa hidupnya.
Disinilah letak keunggulan Nabi Muhammad SAW dibanding dengan nabi-nabi yang lain.
Ibadah Haji Terakhir
Pada tahun 10 H, Nabi SAW mengerjakan ibadah haji yang terakhir, yang disebut juga dengan haji wada'. Pada tanggal 25 Zulkaidah 10/23 Februari 632 Rasulullah SAW meninggalkan
 Madinah. Sekitar seratus ribu jemaah turut menunaikan ibadah haji 
bersamanya.
Pada waktu wukuf di Arafah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain:
- Larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq (benar) dan mengambil 
harta orang lain dengan bathil (salah), karena nyawa dan harta benda 
adalah suci.
- Larangan riba dan larangan menganiaya.
- Perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik serta lemah lembut.
- Perintah menjauhi dosa.
- Semua pertengkaran di antara mereka di zaman Jahiliah harus dimaafkan.
- Pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan.
- Persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan.
- Hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, yaitu mereka memakan apa 
yang dimakan majikannya dan memakai apa yang dipakai majikannya.
- Dan yang terpenting, bahwa umat Islam harus selalu berpegang teguh pada 
dua sumber yang tak akan pernah usang, yaitu Al-Qur'an dan Sunah Nabi 
SAW.
Setelah itu Nabi SAW bertanya kepada seluruh jemaah, "Sudahkan aku 
menyampaikan amanat Allah, kewajibanku, kepada kamu sekalian?" Jemaah yang ada di hadapannya segera menjawab, "Ya, memang demikian adanya." Nabi Muhammad SAW kemudian menengadah ke langit sambil mengucapkan, "Ya Allah, Engkaulah menjadi saksiku." Dengan kata-kata seperti itu Rasulullah SAW mengakhiri khotbahnya.
Kembali ke Madinah
Setelah upacara haji yang lain disempurnakan, Nabi Muhammad SAW kembali 
ke Madinah. Disinilah ia menghabiskan sisa hidupnya. Ia mengatur 
organisasi masyarakat di kabilah-kabilah yang telah memeluk Islam dan 
menjadi bagian dari persekutuan Islam. Petugas keamanan dan para da'i 
dikirimnya ke berbagai daerah untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam, 
mengatur peradilan Islam, dan memungut zakat. Salah seorang di antara 
petugas itu adalah Mu'az bin Jabal yang dikirim oleh Nabi SAW ke Yaman. 
Ketika itulah hadist Mu'az yang terkenal muncul, yaitu perintah Nabi SAW
 agar Mu'az menggunakan pertimbangan akalnya dalam mengatur 
persoalan-persoalan agama apabila ia tidak menemukan petunjuk dalam 
Al-Qur'an dan hadist Nabi SAW.
Pada saat-saat itu pula wahyu Allah SWT yang terakhir turun:
"... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah 
Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi 
agamamu ..." (QS. 5: 3) Mendengar ayat ini, banyak orang yang bergembira karena telah sempurna 
agama mereka, tetapi ada pula yang menangis, seperti Abu Bakar, karena 
mengetahui bahwa ayat itu jelas merupakan pertanda berakhirnya tugas 
Rasulullah SAW.
Wafatnya Nabi SAW
Dua bulan setelah menunaikan ibadah haji wada' di Madinah, Nabi SAW 
sakit demam. Meskipun badannya mulai lemah, ia tetap memimpin shalat 
berjamaah. Baru setelah kondisinya tidak memungkinkan lagi, yaitu 3 hari
 menjelang wafatnya, ia tidak mengimami shalat berjamaah. Sebagai 
gantinya ia menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat. Tenaganya dengan 
cepat semakin berkurang.
Pada tanggal 13 Rabiulawal 11/8 Juni 632, Nabi Muhammad SAW 
menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah istrinya, Aisyah binti Abu
 Bakar, dengan wasiat terakhir, "Ingatlah shalat, dan taubatlah...".
Detik-detik Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata-bata memberikan petuah: “Wahai
 umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka 
taati dan bertakwalah hanya kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, 
Sunnah dan Al-Qur’an. Barang siapa yang mencintai Sunnahku berarti 
mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama
 masuk surga bersama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasullah yang teduh 
menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan 
berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. 
Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba “Rasulullah akan 
meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia 
tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap 
menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, 
seluruh sahabat yang hadir di sana sepertinya tengah menahan detik-detik
 berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang
 di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang 
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. 
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan 
salam.
“Assalaamu’alaikum... Bolehkah saya masuk ?”, tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengijinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang 
demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian 
ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan 
bertanya kepada Fatimah.
“Siapakah itu, wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur
 Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan 
yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang 
memisahkan pertemuan di dunia. dialah Malaikat Maut,” kata Rasulullah. 
Fatimah pun menahan tangisnya.
Malaikat Maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa 
Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya 
sudah bersiap diatas langit untuk menyambut ruh kekasih Allah dan 
Penghulu dunia ini. (sepertinya Malaikat Jibril Tidak Sanggup melihat 
Rasulullah dicabut nyawanya)
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?”, Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti Ruhmu, 
semua pintu Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu”, kata Jibril. Tapi 
itu semua ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh 
kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini, Ya Rasulullah?”, tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
"Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman
 kepadaku: "Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad 
telah berada didalamnya", kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh 
Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, 
urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini,” ujar Rasulullah mengaduh lirih.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu, wahai Jibril?”, tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi.
 Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera 
mendekatkan telinganya.
“Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu."
Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling 
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali 
mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii. ummatii. ummatii.”
“Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas 
lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan 
masuklah ke dalam jannah-Ku.”
Aisyah ra berkata: ”Maka jatuhlah tangan Rasulullah, dan kepala beliau 
menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa beliau 
telah wafat.”
Dia berkata: ”Aku tidak tahu apa yg harus aku lakukan, tidak ada yg 
kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yg disana ada para 
sahabat, dan kukatakan":
”Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat.”
Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid, karena beratnya kabar 
tersebut, "Ustman bin Affan seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke
 kiri dan ke kanan."
Adapun Umar bin Khathab berkata: ”Jika ada seseorang yang mengatakan 
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan 
kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui 
Rabb-Nya sebagaimana Musa pergi untuk menemui Rabb-Nya.”
Adapun orang yg paling tegar adalah Abu Bakar, dia masuk kepada 
Rasulullah, memeluk beliau dan berkata: ”Wahai sahabatku, wahai 
kekasihku, wahai bapakku.”
Kemudian dia mencium Rasulullah dan berkata: ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”
Keluarlah Abu Bakar ra menemui orang-orang dan berkata: ”Barangsiapa 
menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa 
yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak 
akan mati.”
Aisyah berkata: “Maka akupun keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis sendiri.”
Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke rahmat Allah 
manusia yang paling mulia, manusia yang paling kita cintai pada waktu 
dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 
63 tahun lebih 4 hari. Shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi 
tercinta Rasulullah.
Allahumma shali'alla sayyidina wa mawlana Muhammad... 
 
Langganan:
Komentar (Atom)

 
 
 
 
