Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata
tertib (orde) dan hukum. Kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti
di Indonesia sebelum Polri dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan
pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari barang bukti,
keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan saksi-saksi maupun
keterangan saksi ahli.
Oleh karena itu, di Indonesia dikenal pula Polisi Pamong
Praja, satuan dikomandoi seorang Mantri Polisi Pamong Praja (MP PP) setingkat
di bawah camat (dulu disebut Asisten Wedana). MP PP dulu bertanggung-jawab
kepada Wedana. Di Malaysia dan Brunei, polisi dikenal dengan istilah Polis
Diraja.
Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang
mengambil dari bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang
berarti warga kota atau pemerintahan kota. Kata ini pada mulanya dipergunakan
untuk menyebut "orang yang menjadi warga negara dari kota Athena",
kemudian pengertian itu berkembang menjadi "kota" dan dipakai untuk
menyebut "semua usaha kota". Oleh karena pada zaman itu kota
merupakan negara yang berdiri sendiri yang disebut dengan istilah polis, maka
politea atau polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan negara, juga
termasuk kegiatan keagamaan.
KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah
Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah
Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.
Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Kapolri).
SEJARAH SEBELUM KEMERDEKAAN
INDONESIA
MASA KOLONIAL BELANDA.
Pada zaman Kerajaan Majapahit patih Gajah Mada membentuk
pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi
raja dan kerajaan.
Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan
diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang
pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda
pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang, merekrut 78
orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka. Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu
asisten residen. Rechts politie dipertanggung-jawabkan pada procureur generaal
(jaksa agung). Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk
kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi
kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong
praja), dan lain-lain.
Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian
juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada
dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur
van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen
polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana
polisi.
Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk antara tahun
1897-1920 adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara
Republik Indonesia saat ini.
MASA PENDUDUKAN JEPANG.
Pada masa ini Jepang membagi wiliyah kepolisian Indonesia
menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian
Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur
berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.
Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh
seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh
pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa dari
kepala polisi.
AWAL KEMERDEKAAN
INDONESIA
PERIODE 1945-1950.
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan
polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi kepolisian
menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin,
Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan
Pasukan Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal yang dilakukan selain
mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah
perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun
satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang
panjang. Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian
Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal
29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo
menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).
Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian
Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung
jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab
kepada Jaksa Agung.
Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan
Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung
jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun
diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.
Sebagai bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan
kemerdekaan maka Polri di samping bertugas sebagai penegak hukum juga ikut
bertempur di seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya “combatant” yang
tidak tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile
Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti dikenal
dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera Utara, Sumatera
Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan lain-lain.
Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari 1948
dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan bahwa Polri dipimpin
langsung oleh presiden/wakil presiden dalam kedudukan sebagai perdana
menteri/wakil perdana menteri.
Pada masa revolusi fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S.
Soekanto telah mulai menata organisasi kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada
Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Mr. Sjafrudin Prawiranegara
berkedudukan di Sumatera Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar Said
(tanggal 22 Desember 1948).
Hasil Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda
dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), maka R.S. Sukanto diangkat sebagai
Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala
Kepolisian Negara RI berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan
Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana
menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi
pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.
Umur RIS hanya beberapa bulan. Sebelum dibentuk Negara
Kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap
Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian
disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan tersebut disadari
adanya kepolisian negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang
kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif, organisatoris.
PERIODE 1950-1959.
Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan
diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian
Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab kepada perdana
menteri/presiden.
Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada
kantor digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di
Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor
sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan
Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar
Kepolisian sampai sekarang. Ketika itu menjadi gedung perkantoran termegah
setelah Istana Negara.
Sampai periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara
sipil dan militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri.
Anggota Polri terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia
(P3RI) tidak ikut dalam Korpri, sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi
sudah membentuk organisasi yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari
tidak ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma Pertiwi. Organisasi P3RI dan
Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara demokratis dan pernah ikut
Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di Konstituante dan Parlemen. Waktu itu
semua gaji pegawai negeri berada di bawah gaji angkatan perang, namun P3RI
memperjuangkan perbaikan gaji dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi
(PGPOL) di mana gaji Polri relatif lebih baik dibanding dengan gaji pegawai
negeri lainnya (mengacu standar PBB).
MASA ORDE LAMA.
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan
Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya
kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir.
Juanda) diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada
Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di
mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.
Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri
juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada
tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959,
ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda
Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan
Kepolisian Negara). Waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang
terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan
keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian. Pada
tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri setelah menjabat
Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier Bapak Kepolisian
RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959.
Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa
ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No.
21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut
Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam
bidang keamanan nasional.
Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian
No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu
unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.
Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/ KASAD,
Menteri/ KASAL, Menteri/ KSAU, Menteri/ Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran
dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan
Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan
Kepolisian (Menkasak).
Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi
Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab
kepada presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964
kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut:
1. Alat Negara Penegak Hukum.
2. Koordinator Polsus.
3. Ikut serta dalam pertahanan.
4. Pembinaan Kamtibmas.
5. Kekaryaan.
6. Sebagai alat revolusi.
Berdasarkan Keppres No. 155/1965 tanggal 6 Juli 1965,
pendidikan AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun di
Magelang. Sementara pada tahun 1964 dan 1965, pengaruh PKI bertambah besar
karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai menyusupi memengaruhi
sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan.
MASA ORDE BARU.
Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang
mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan
integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus
1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan
Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen
Hankam meliputi AD, AL, AU, dan AK yang masing-masing dipimpin oleh Panglima
Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada
Menhankam/Pangab.
Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima
Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala
Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri.
Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.
Pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL,
dan AU diganti menjadi Kepala Staf Angkatan.
POLDA.
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan
satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas
menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung
jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda).
- Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres). Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A-K, Tipe A dan Tipe B. Polda Tipe A-K saat ini hanya terdapat 1 Polda, yaitu Polda Metro Jaya. Polda Tipe A-K dan Tipe A dipimpin seorang perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
- Setiap Polda menjaga keamanan sebuah Provinsi.
- Polres, membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk kota - kota besar, Polres dinamai Kepolisian Resor Kota Besar. Polres memiliki satuan tugas kepolisian yang lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin oleh seorang Komisaris Besar Polisi (untuk Polrestabes) atau Ajun Komisaris Besar Polisi (untuk Polres).
- Setiap Polres menjaga keamanan sebuah Kotamadya atau Kabupaten.
- Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) (khusus untuk Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (Kompol) (untuk tipe urban), sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau Polsekta dipimpin oleh perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi (tipe rural). Di sejumlah daerah di Papua sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur Dua Polisi.
- Setiap Polsek menjaga keamanan sebuah Kecamatan.
Setiap Kepolisian
Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) memiliki sejumlah Direktorat dalam
menangani tugas melayani dan melindungi, yaitu:
- Direktorat Reserse Kriminal
- Subdit Kriminal Umum
- Subdit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras)
- Subdit Remaja Anak dan Wanita
- Unit Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) / Identifikasi TKP (Tempat Kejadian Perkara)
- Direktorat Reserse Kriminal Khusus
- Subdit Tindak Pidana Korupsi
- Subdit Harta Benda Bangunan Tanah (Hardabangtah)
- Subdit Cyber Crime
- Direktorat Reserse Narkoba
- Subdit Narkotika
- Subdit Psikotropika
- Direktorat Intelijen dan Keamanan
- Direktorat Lalu Lintas
- Subdit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa)
- Subdit Registrasi dan Identifikasi (Regident)
- Subdit Penegakan Hukum (Gakkum)
- Subdit Keamanan dan Keselamatan (Kamsel)
- Subdit Patroli Pengawalan (Patwal)
- Subdit Patroli Jalan Raya (PJR)
- Direktorat Bimbingan Masyarakat (Bimmas, dulu Bina Mitra)
- Direktorat Sabhara
- Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit)
- Direktorat Polisi Air (Polair)
- Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti)
- Biro Operasi
- Biro SDM
- Biro Sarana Prasarana (Sarpras, dulu Logistik)
- Bidang Keuangan
- Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam)
- Bidang Hukum
- Bidang Hubungan Masyarakat
- Bidang Kedokteran Kesehatan
Struktur wilayah
Pembagian wilayah Kepolisian Republik Indonesia pada dasarnya
didasarkan dan disesuaikan atas wilayah administrasi pemerintahan sipil.
Komando pusat berada di Markas Besar Polri (Mabes) di Jakarta. Pada umumnya,
struktur komando Polri dari pusat ke daerah adalah:
- Pusat
- Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)
- Wilayah Provinsi
- Kepolisian Daerah (Polda)
- Wilayah Kabupaten dan Kota
- Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes)
- Kepolisian Resor Kota (Polresta)
- Kepolisian Resort Kabupaten (Polres)
- Tingkat kecamatan
- Kepolisian Sektor Kota (Polsekta)
- Kepolisian Sektor (Polsek)
Wilayah hukum dari Kepolisian Wilayah (Polwil) adalah kawasan
yang pada masa kolonial merupakan Karesidenan. Karena wilayah seperti ini
umumnya hanya ada di Pulau Jawa, maka di luar Jawa tidak dikenal adanya satuan
berupa Polwil kecuali untuk wilayah perkotaan seperti ibukota provinsi seperti
misalnya Polwiltabes Makassar di Sulawesi Selatan. Mulai awal tahun 2010 seluruh Kepolisian Wilayah (Polwil) di
Pulau Jawa sudah dihapus. Di beberapa daerah terpencil, ada pula pos-pos polisi yang
merupakan perpanjangan tangan dari Kepolisian Sektor.
POLRI KINI.
Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin
modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam
negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban
regional maupun antarabangsa, sebagaimana yang ditempuh oleh kebijakan PBB yang
telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif
dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di
Kamboja (Asia).
POLISI DAN LALU LINTAS.
Untuk mengurangi angka kecelakaan, di sejumlah Polda telah
diberlakukan aturan agar para pengendara sepeda motor menyalakan lampu sewaktu
berkendara. Pada tanggal 29 November 2006, rapat yang diadakan di Gedung Cakra
Ditlantas Polda Metro Jaya memutuskan bahwa mulai tanggal 4 Desember 2006
hingga 1 Januari 2007 sosialisasi menyalakan lampu kepada para pengendara
sepeda motor.
SumberKutipan: WWW.WIKIPEDIA.COM (2014-NOW)
SumberKutipan: WWW.WIKIPEDIA.COM (2014-NOW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar