Insinyur Terbaik Indonesia: Antara Idealisme, Nasionalisme, Sekedar Kualitas Hidup Lebih Baik?.
Insinyur
atau Engineer adalah lulusan sarjana teknik yang memiliki pengetahuan
dasar sistematik dan pengalaman di dunia keinsinyuran. Definisi Insinyur
yang dikeluarkan Persatuan Insinyur Indonesia adalah seseorang yang
melakukan rekayasa teknik atau teknologi dengan menggunakan ilmu
pengetahuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna yang dilakukan
lulusan tinggi teknik atau teknologi yang telah menyelesaikan
pendidikan tinggi dan Program Pendidikan Profesi Insinyur. Kira-kira
definisi ini juga yang dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang
Keinsinyuran yang sementara digodok di DPR.
Istilah lain yang tidak asing kita dengar adalah, Insinyur
Profesional, adalah Insinyur yang sudah memiliki sertifikasi Insinyur
Profesional dari Persatuan Insinyur Indonesia. Insinyur Profesional
dibagi dalam 3 tahapan yaitu Insinyur Profesional Pratama (IPP),
Insinyur Profesional Madya (IPM) dan Insinyur Profesional Utama (IPU).
Syarat mutlak untuk meraih gelar IP ini adalah Insinyur yang memiliki
pengalaman yang terukur dalam dunia keinsinyuran melalui gemblengan
proyek-proyek konstruksi baik proyek-proyek publik maupun untuk industri
dengan minimal pengalaman 3,5 Tahun/ 4,5 Tahun untuk IPP dan minimal 6 Tahun untuk
IPM. Seorang Insinyur Profesional Madya (IPM) sudah mendapatkan
penyetaraan di tingkat Internasional yaitu di tingkat ASEAN dan APEC.
Penulis adalah seorang Insinyur Profesional Madya dan sudah teregistrasi
sebagai ASEAN Engineer dan sementara proses registrasi di tingkat APEC
Engineer Registration.
Indonesia, adalah negara yang bukan hanya memiliki potensi kekayaan
alam yang besar dan berlimpah ruah tapi juga memiliki persediaan sumber daya
manusia yang cerdas dan bisa diandalkan. Meskipun kualitas pendidikan di
Indonesia mulai dari tingkat SD sampai tingkat perguruan tinggi tidak
sebagus kualitas pendidikan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Jepang, China, dan negara-negara Eropa namun kenyataannya
keluaran-keluaran sarjana dari Perguruan Tinggi di Indonesia tidak kalah
bersaing dengan sarjana-sarjana dari luar negeri. Sebutlah
Insinyur-insinyur kita tidak kalah hebatnya dari insinyur asing ketika
mereka sama-sama berada dalam satu penugasan proyek baik itu
proyek-proyek pemerintah maupun swasta. Saking hebatnya
Insinyur-insinyur Indonesia melanglang buana berkarir sampai di
negara-negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Qatar dan Saudi
Arabia, dan banyak juga yang bekerja di Eropa, Australia, Afrika dan
Amerika Serikat. Inilah bukti otentik sesungguhnya kita sebagai bangsa adalah
cerdas dan yakin bahwa kita mampu membangun negeri sendiri apabila semua
Insinyur-insinyur cerdas ini dikumpulkan menjadi satu kesatuan yang
utuh dan kokoh.
Sebagai seorang insinyur saya melihat gejala-gejala yang
mengindikasikan bahwa profesi insinyur itu adalah sangat dinamis, seksi
dan menantang, mengapa demikian? Seorang insinyur bisa berpindah dari
perusahaan yang satu ke perusahaan yang lainnya berkali-kali sampai dia
berada di puncak karirnya sebagai insinyur. Biasanya, cita-cita akhir
dari insinyur adalah menjadi seorang project manager atau bahkan sampai
level project director. Tidak menutup kemungkinan seorang insinyur yang
sudah berpengalaman di lapangan sebagai project execution leader
dipadukan dengan business development experience sangat memungkinkan
buat dia untuk bisa mencapai posisi sebagai senior executive vice
president bahkan president director suatu perusahaan ternama. Hal
seperti ini sesuatu yang biasa dan sudah banyak insinyur-insinyur kita
yang membuktikan eksistensinya sebagai pemimpin di beberapa perusahaan
nasional maupun internasional. Sebutlah Ir. Ucok (nama samaran), bekerja
di dunia keinsinyuran dan sudah berpindah bendera perusahaan sebanyak 3
kali. Dia memulai karirnya sebagai assistant engineer, engineer,
project engineer dan kemudian kurang dari 10 tahun bisa menduduki
profesi sebagai project manager. Namun tidak kurang juga kita
mendapatkan banyak insinyur, sebutlah salah seorang di antaranya Ir.
Baco’ (nama samaran) yang menapaki karir seperti kuda yang sesak nafas
yang larinya lamban sehingga dia baru bisa menduduki posisi sebagai
pemimpin proyek pada usia senja yakni 5 tahun sebelum dia pensiun.
Sekarang terserah Anda mau menjadi seperti Ucok atau Baco, it’s about
the career path strategy planning.
Saya melihat juga, ada tambahan kekurangan kita sebagai bangsa, bahwa
posisi Insinyur Spesialis belum terlalu laris di Industri (swasta)
maupun sektor proyek pemerintah sehingga pada akhirnya insinyur-insinyur
yang punya keahlian atau spesialisasi khusus pada satu bidang harus
berpindah ke jalur project management untuk bisa ‘naik pangkat’. Hal ini
juga membutuhkan lebih banyak perhatian yang mendalam untuk bisa lebih
memberikan recognition kepada engineers yang betul-betul menguasai
bidang keahliannya semisal, civil engineer yang memiliki spesialisasi di
bidang konstruksi bendungan dan seterusnya.
Lanjut cerita, salah satu pertanyaan pamungkas yang sering
dilontarkan mahasiswa(i) di kampus ketika saya membawakan beberapa sesi
kuliah tamu di salah satu perguruan tinggi negeri adalah, "mengapa
katanya Insinyur-insinyur kita yang cerdas dan berpengalaman lebih
banyak bekerja di luar negeri atau paling tidak senangnya bekerja di
perusahaan swasta asing?" Jawabannya simpel, karena compensation and
benefitnya jauh lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang ada
label pemerintahnya (BUMN) maupun insinyur yang bekerja di proyek
pemerintah (pegawai negeri). Berapa perbedaannya? Perbedaannya bisa
sampai berkali-kali lipat. Apalagi C&B seorang insinyur yang bekerja
di perusahaan asing oil & gas di luar negeri misalnya bisa
mendapatkan 2-3x lipat atau lebih dibandingkan insinyur yang bekerja di
perusahaan asing oil & gas di Indonesia. Jadi sekaligus terjawab
sudah mengapa mereka (Indonesian Engineers) lebih senang berkarya di
negeri seberang atau negeri nan jauh di sana ketimbang berkarya di
negeri sendiri.
Lebih
canggih lagi, sepertinya Insinyur-insinyur kita ini banyak yang
mengidolakan, banyak di antara mereka yang akhirnya bahasa kasarnya
‘dibajak’ berganti kewarganegaraan sebagai warga negara di tempat mereka
bekerja. Karena ternyata Insinyur-insinyur kita merasa jauh lebih
dihargai dan lebih dihormati di sana dibanding yang mereka dapatkan di
kampung sendiri. Fenomena-fenomena seperti ini sudah terjadi dari
beberapa dekade sebelumnya dan sepertinya kita sebagai bangsa hanya bisa
membiarkan aset-aset terbaik kita diambil satu demi satu. Mungkinkah
yang tersisa di dalam negeri adalah tinggal produk-produk yang tidak
laku karena tidak berkualitas? Apakah kita sadar atau pura-pura tidak
sadar, bukan hanya sumber daya alam kita yang terjamah oleh bangsa lain
bahkan sumber daya manusia Indonesia pun sudah dijamah oleh negara lain
sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Apa yang dilakukan oleh pemerintah dan
DPR selama ini di dalam memproteksi aset-aset kita? Untuk mengesahkan
rancangan undang-undang keinsinyuran saja yang sudah digodok sekian
tahun sampai sekarang belum ‘ketuk palu’. Padahal RUU ini adalah modal
kita sebagai bangsa untuk bisa memperhatikan lebih seksama pengembangan
profesi keinsinyuran, proteksi terhadap insinyur indonesia bahkan sampai
pada peningkatan kesejahteraan insinyur Indonesia.
Bagaimana kita menyikapi keputusan Insinyur-insinyur Indonesia yang
bekerja di luar negeri dan bahkan bersedia berganti kewarganegaraan?
Apakah mereka tidak memiliki idealisme nasionalisme yang seharusnya
mereka sudah pintar dan bahkan sangat cerdas terpanggil untuk kembali
membangun bangsa dan negaranya? Ataukah kita menganggap ini adalah
bagian dari suatu realita hidup untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
dan kualitas hidup mereka di seberang sana yang mereka tidak peroleh di
negarinya? Beberapa bulan kemarin saya membaca di berita, seorang
insinyur bertanya pada seorang menteri “Pak, saya pernah melamar ke
suatu perusahaan BUMN dan ditawari gaji yang masih jauh di bawah yang
saya terima sekarang, apakah mereka berani membayar dengan nilai yang
sama seperti nilai saya sekarang?” Si Insinyur menyebut nilai. Sang
menteri pun menjawab, “tidak usahlah kamu kembali ke Indonesia kamu
bekerja saja di sana karena gaji yang kamu minta lebih tinggi dari gaji
presiden dan gubernur bank Indonesia”. Nah, silahkan pembaca yang
budiman menilai sendiri dech ketika gaji insinyur tidak boleh lebih
tinggi dari gaji presiden dan gubernur bank Indonesia, ketika gaji
lulusan sarjana teknik tidak boleh lebih tinggi dari gaji pensiunan
tentara dan sarjana ekonomi misalnya. Lantas apa yang membuat
Insinyur-insinyur terbaik kita mau kembali berkarya dan mengabdi buat
bangsanya? Yang seharusnya Pak Menteri menjawab “Apabila saya bisa beri
gaji sesuai yang Anda minta kontribusi apa yang Anda bisa berikan buat
bangsa ini? Bisakah Anda meningkatkan oil lifting production dari 850
Ribu Barrel menjadi 1 Juta Barrel per Hari?”. Saya kira wajar saja
mereka dibayar mahal apabila mereka bisa memberikan ‘BETTER VALUE ADDED’
di tempat dia bekerja. Begitu pun dengan peneliti atau pakar teknologi
yang menghasilkan suatu invention yang kemudian menjadi satu PATEN, bisa
jadi patennya itu menghasilkan nilai materi yang lebih dibandingkan
gaji presiden atau gubernur Bank Indonesia. Heran saja, kalo menterinya
sudah ngomong gitu ya wajar saja Insinyur-insinyur kita pada melarikan
diri ke negeri orang. Sepertinya di Indonesia saja kisahnya seperti ini,
di Amerika, Mr. Barrack Obama pun tidak pernah complaint kalo ternyata
banyak engineers yang gaji dan penghasilannya jauh lebih tinggi dari dia
ha ha ha...
Kesimpulannya, silahkan dinilai sendiri lah apakah mereka
Insinyur-insinyur Terbaik Indonesia sudah tidak memiliki idealisme
nasionalisme atau mereka hanya ingin lebih meningkatkan kualitas hidup
mereka, menjadi insan yang lebih dinamis dan produktif di mana pun
mereka berkarya. Atau apakah memang mereka sudah tidak memiliki tempat
yang layak di negeri tercinta ini? Quo vadis Insinyur Indonesia.
Salam Insinyur Indonesia.
SumberKutipan: Dikutip dari: Blognya Bp. Habibie Razak, P. Eng., MM., Alumni Universitas Hasanuddin, ASEAN Engineer Praktisi Mining, Power, Oil & Gas, Wakil Ketua Bidang Energi dan Kelistrikan, Persatuan Insinyur Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar