Selasa, 19 Januari 2016

Insinyur Terbaik Indonesia: Antara Idealisme, Nasionalisme, Sekedar Kualitas Hidup Lebih Baik?.

Insinyur Terbaik Indonesia: Antara Idealisme, Nasionalisme, Sekedar Kualitas Hidup Lebih Baik?.


Insinyur atau Engineer adalah lulusan sarjana teknik yang memiliki pengetahuan dasar sistematik dan pengalaman di dunia keinsinyuran. Definisi Insinyur yang dikeluarkan Persatuan Insinyur Indonesia adalah seseorang yang melakukan rekayasa teknik atau teknologi dengan menggunakan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna yang dilakukan lulusan tinggi teknik atau teknologi yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi dan Program Pendidikan Profesi Insinyur. Kira-kira definisi ini juga yang dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang Keinsinyuran yang sementara digodok di DPR.

Istilah lain yang tidak asing kita dengar adalah, Insinyur Profesional, adalah Insinyur yang sudah memiliki sertifikasi Insinyur Profesional dari Persatuan Insinyur Indonesia. Insinyur Profesional dibagi dalam 3 tahapan yaitu Insinyur Profesional Pratama (IPP), Insinyur Profesional Madya (IPM) dan Insinyur Profesional Utama (IPU). Syarat mutlak untuk meraih gelar IP ini adalah Insinyur yang memiliki pengalaman yang terukur dalam dunia keinsinyuran melalui gemblengan proyek-proyek konstruksi baik proyek-proyek publik maupun untuk industri dengan minimal pengalaman 3,5 Tahun/ 4,5 Tahun untuk IPP dan minimal 6 Tahun untuk IPM. Seorang Insinyur Profesional Madya (IPM) sudah mendapatkan penyetaraan di tingkat Internasional yaitu di tingkat ASEAN dan APEC. Penulis adalah seorang Insinyur Profesional Madya dan sudah teregistrasi sebagai ASEAN Engineer dan sementara proses registrasi di tingkat APEC Engineer Registration.

Indonesia, adalah negara yang bukan hanya memiliki potensi kekayaan alam yang besar dan berlimpah ruah tapi juga memiliki persediaan sumber daya manusia yang cerdas dan bisa diandalkan. Meskipun kualitas pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat SD sampai tingkat perguruan tinggi tidak sebagus kualitas pendidikan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, China, dan negara-negara Eropa namun kenyataannya keluaran-keluaran sarjana dari Perguruan Tinggi di Indonesia tidak kalah bersaing dengan sarjana-sarjana dari luar negeri. Sebutlah Insinyur-insinyur kita tidak kalah hebatnya dari insinyur asing ketika mereka sama-sama berada dalam satu penugasan proyek baik itu proyek-proyek pemerintah maupun swasta. Saking hebatnya Insinyur-insinyur Indonesia melanglang buana berkarir sampai di negara-negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Qatar dan Saudi Arabia, dan banyak juga yang bekerja di Eropa, Australia, Afrika dan Amerika Serikat. Inilah bukti otentik sesungguhnya kita sebagai bangsa adalah cerdas dan yakin bahwa kita mampu membangun negeri sendiri apabila semua Insinyur-insinyur cerdas ini dikumpulkan menjadi satu kesatuan yang utuh dan kokoh.

Sebagai seorang insinyur saya melihat gejala-gejala yang mengindikasikan bahwa profesi insinyur itu adalah sangat dinamis, seksi dan menantang, mengapa demikian? Seorang insinyur bisa berpindah dari perusahaan yang satu ke perusahaan yang lainnya berkali-kali sampai dia berada di puncak karirnya sebagai insinyur. Biasanya, cita-cita akhir dari insinyur adalah menjadi seorang project manager atau bahkan sampai level project director. Tidak menutup kemungkinan seorang insinyur yang sudah berpengalaman di lapangan sebagai project execution leader dipadukan dengan business development experience sangat memungkinkan buat dia untuk bisa mencapai posisi sebagai senior executive vice president bahkan president director suatu perusahaan ternama. Hal seperti ini sesuatu yang biasa dan sudah banyak insinyur-insinyur kita yang membuktikan eksistensinya sebagai pemimpin di beberapa perusahaan nasional maupun internasional. Sebutlah Ir. Ucok (nama samaran), bekerja di dunia keinsinyuran dan sudah berpindah bendera perusahaan sebanyak 3 kali. Dia memulai karirnya sebagai assistant engineer, engineer, project engineer dan kemudian kurang dari 10 tahun bisa menduduki profesi sebagai project manager. Namun tidak kurang juga kita mendapatkan banyak insinyur, sebutlah salah seorang di antaranya Ir. Baco’ (nama samaran) yang menapaki karir seperti kuda yang sesak nafas yang larinya lamban sehingga dia baru bisa menduduki posisi sebagai pemimpin proyek pada usia senja yakni 5 tahun sebelum dia pensiun. Sekarang terserah Anda mau menjadi seperti Ucok atau Baco, it’s about the career path strategy planning.

Saya melihat juga, ada tambahan kekurangan kita sebagai bangsa, bahwa posisi Insinyur Spesialis belum terlalu laris di Industri (swasta) maupun sektor proyek pemerintah sehingga pada akhirnya insinyur-insinyur yang punya keahlian atau spesialisasi khusus pada satu bidang harus berpindah ke jalur project management untuk bisa ‘naik pangkat’. Hal ini juga membutuhkan lebih banyak perhatian yang mendalam untuk bisa lebih memberikan recognition kepada engineers yang betul-betul menguasai bidang keahliannya semisal, civil engineer yang memiliki spesialisasi di bidang konstruksi bendungan dan seterusnya.

Lanjut cerita, salah satu pertanyaan pamungkas yang sering dilontarkan mahasiswa(i) di kampus ketika saya membawakan beberapa sesi kuliah tamu di salah satu perguruan tinggi negeri adalah, "mengapa katanya Insinyur-insinyur kita yang cerdas dan berpengalaman lebih banyak bekerja di luar negeri atau paling tidak senangnya bekerja di perusahaan swasta asing?" Jawabannya simpel, karena compensation and benefitnya jauh lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang ada label pemerintahnya (BUMN) maupun insinyur yang bekerja di proyek pemerintah (pegawai negeri). Berapa perbedaannya? Perbedaannya bisa sampai berkali-kali lipat. Apalagi C&B seorang insinyur yang bekerja di perusahaan asing oil & gas di luar negeri misalnya bisa mendapatkan 2-3x lipat atau lebih dibandingkan insinyur yang bekerja di perusahaan asing oil & gas di Indonesia. Jadi sekaligus terjawab sudah mengapa mereka (Indonesian Engineers) lebih senang berkarya di negeri seberang atau negeri nan jauh di sana ketimbang berkarya di negeri sendiri.

Lebih canggih lagi, sepertinya Insinyur-insinyur kita ini banyak yang mengidolakan, banyak di antara mereka yang akhirnya bahasa kasarnya ‘dibajak’ berganti kewarganegaraan sebagai warga negara di tempat mereka bekerja. Karena ternyata Insinyur-insinyur kita merasa jauh lebih dihargai dan lebih dihormati di sana dibanding yang mereka dapatkan di kampung sendiri. Fenomena-fenomena seperti ini sudah terjadi dari beberapa dekade sebelumnya dan sepertinya kita sebagai bangsa hanya bisa membiarkan aset-aset terbaik kita diambil satu demi satu. Mungkinkah yang tersisa di dalam negeri adalah tinggal produk-produk yang tidak laku karena tidak berkualitas? Apakah kita sadar atau pura-pura tidak sadar, bukan hanya sumber daya alam kita yang terjamah oleh bangsa lain bahkan sumber daya manusia Indonesia pun sudah dijamah oleh negara lain sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Apa yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR selama ini di dalam memproteksi aset-aset kita? Untuk mengesahkan rancangan undang-undang keinsinyuran saja yang sudah digodok sekian tahun sampai sekarang belum ‘ketuk palu’. Padahal RUU ini adalah modal kita sebagai bangsa untuk bisa memperhatikan lebih seksama pengembangan profesi keinsinyuran, proteksi terhadap insinyur indonesia bahkan sampai pada peningkatan kesejahteraan insinyur Indonesia.

Bagaimana kita menyikapi keputusan Insinyur-insinyur Indonesia yang bekerja di luar negeri dan bahkan bersedia berganti kewarganegaraan? Apakah mereka tidak memiliki idealisme nasionalisme yang seharusnya mereka sudah pintar dan bahkan sangat cerdas terpanggil untuk kembali membangun bangsa dan negaranya? Ataukah kita menganggap ini adalah bagian dari suatu realita hidup untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dan kualitas hidup mereka di seberang sana yang mereka tidak peroleh di negarinya? Beberapa bulan kemarin saya membaca di berita, seorang insinyur bertanya pada seorang menteri “Pak, saya pernah melamar ke suatu perusahaan BUMN dan ditawari gaji yang masih jauh di bawah yang saya terima sekarang, apakah mereka berani membayar dengan nilai yang sama seperti nilai saya sekarang?” Si Insinyur menyebut nilai. Sang menteri pun menjawab, “tidak usahlah kamu kembali ke Indonesia kamu bekerja saja di sana karena gaji yang kamu minta lebih tinggi dari gaji presiden dan gubernur bank Indonesia”. Nah, silahkan pembaca yang budiman menilai sendiri dech ketika gaji insinyur tidak boleh lebih tinggi dari gaji presiden dan gubernur bank Indonesia, ketika gaji lulusan sarjana teknik tidak boleh lebih tinggi dari gaji pensiunan tentara dan sarjana ekonomi misalnya. Lantas apa yang membuat Insinyur-insinyur terbaik kita mau kembali berkarya dan mengabdi buat bangsanya? Yang seharusnya Pak Menteri menjawab “Apabila saya bisa beri gaji sesuai yang Anda minta kontribusi apa yang Anda bisa berikan buat bangsa ini? Bisakah Anda meningkatkan oil lifting production dari 850 Ribu Barrel menjadi 1 Juta Barrel per Hari?”. Saya kira wajar saja mereka dibayar mahal apabila mereka bisa memberikan ‘BETTER VALUE ADDED’ di tempat dia bekerja. Begitu pun dengan peneliti atau pakar teknologi yang menghasilkan suatu invention yang kemudian menjadi satu PATEN, bisa jadi patennya itu menghasilkan nilai materi yang lebih dibandingkan gaji presiden atau gubernur Bank Indonesia. Heran saja, kalo menterinya sudah ngomong gitu ya wajar saja Insinyur-insinyur kita pada melarikan diri ke negeri orang. Sepertinya di Indonesia saja kisahnya seperti ini, di Amerika, Mr. Barrack Obama pun tidak pernah complaint kalo ternyata banyak engineers yang gaji dan penghasilannya jauh lebih tinggi dari dia ha ha ha...

Kesimpulannya, silahkan dinilai sendiri lah apakah mereka Insinyur-insinyur Terbaik Indonesia sudah tidak memiliki idealisme nasionalisme atau mereka hanya ingin lebih meningkatkan kualitas hidup mereka, menjadi insan yang lebih dinamis dan produktif di mana pun mereka berkarya. Atau apakah memang mereka sudah tidak memiliki tempat yang layak di negeri tercinta ini? Quo vadis Insinyur Indonesia.

Salam Insinyur Indonesia.

SumberKutipan: Dikutip dari: Blognya Bp. Habibie Razak, P. Eng., MM., Alumni Universitas Hasanuddin, ASEAN Engineer Praktisi Mining, Power, Oil & Gas, Wakil Ketua Bidang Energi dan Kelistrikan, Persatuan Insinyur Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar